REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Arnaz Firman *)
Penangkapan bupati, wali kota hingga gubernur-- baik perempuan maupun lelaki-- di kota, kabupaten maupun provinsi mana pun, membuat rakyat merasa jengkel, pilu serta marah, karena ternyata masih saja ada pejabat yang "doyan" duit dari jalan pintas.
Gubernur Bengkulu, Wali Kota Batu (Jawa Timur) misalnya telah digrebek Komisi Pemberantasan Korupsi dengan alasan atau sangkaan melakukan tindak pidana korupsi. Tanpa perlu menyebut nama-nama mereka, maka masyarakat tahu bahwa sampai detik ini masih saja ada pejabat yang digiring ke sel tahanan karena dugaan melakukan tindak pidana korupsi.
Masyarakat tentu merasa heran karena sejak beberapa tahun terakhir, praktis semua pejabat--saat mereka akan dilantik-- harus menandatangani surat perjanjian alias pakta integritas bahwa mereka akan mengabdi terhadap rakyat dan negara tanpa memakan uang "haram" itu.
Bahkan seorang pejabat negara ditangkap KPK "hanya" karena menerima sogokan Rp 100 juta dari seorang pengusaha yang ingin mendapat "jatah" untuk mengimpor gula yang hendak dikirim ke sebuah provinsi. Belum lagi hakim tinggi, hakim hingga panitera pengadilan yang juga harus "menginap" di sel.
Kemuakan rakyat semakin besar saat mendengar segelintir wakil rakyat terutama di Dewan Perwakilan Rakyat di Senayan, Jakarta juga ikut-ikutan "berkorupsi ria" ataupun istilah kerennya menerima gratifikasi lagi-lagi dari "oknum" pengusaha atau bahkan dari pejabat-pejabat tingkat daerah.
Presiden Joko Widodo baru-baru ini menyatakan ada saja orang atau pihak-pihak tertentu yang tidak suka korupsi.
Ucapan Jokowi tentu sangat menarik untuk dibahas, dipikirkan serta direnungkan karena kok ada warga negara Indonesia yang tega supaya korupsi "dibiarkan saja" alias tak perlu diganyang.
Masalah ini tentu saja menarik perhatian karena tanggal 20 Oktober 2017 akan menjadi saat yang menggembirakan karena tepat tiga tahun lalu, Joko Widodo dan Muhammad Jusuf Kalla mengucapkan sumpah untuk menjadi Presiden dan Wakil Presiden Republik Indonesia masa bakti 2014-2019 guna meneruskan kepemimpinan yang diawali oleh Soekarno kemudian dilanjutkan Soeharto, BJ Habibie, Abdurrahman Wahid, Megawati Soekarnoputri, hingga Susilo Bambang Yudhoyono.
Perjalanan mantan wali kota Solo dan mantan gubernur DKI Jakarta ini tentu tidak mudah karena dia harus bersaing ketat dalam pemilihan presiden tahun 2014 menghadapi saingannya Letnan Jenderal TNI Purnawirawan Prabowo Subianto. Biar bagaimanapun juga Prabowo merupakan tokoh populer di Tanah Air yang tercinta ini.
Joko Widodo tentu harus mengeluarkan 1001 jenis kampanye untuk menarik perhatian calon pemilih supaya mau mncoblos namanya di kertas suara suara. Beruntung dia berpasangan dengan Jusuf Kalla yang sudah terkenal di seantero Indonesia karena pernah menjadi menteri koordinator rakyat hingga wakil presiden.
Pasangan ini berjanji selama masa kampanye untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat Indonesia melalui berbagai programnya untuk lima tahun mulai dari membangun prasarana dan sarana fisik seperti jalan dan jembatan, meningkatkan banyak fasilitas pendidikan dan kesejahteraan rakyat mulai dari sekolah, sarana beribadah hingga kini menyiapkan begitu banyak fasilitas pesta olahraga Asian Games yang akan dimulai 18 Agustus 2018.
Tokoh politik, akademisi, tokoh masyarakat tentu bisa melihat bahwa selama tiga tahun pemerintahan Jokowi-JK, begitu banyak proyek fisik yang dibangun dan hasilnya bisa dinikmati oleh sebagian rakyat Indonesia mulai dari Sabang di Provinsi Aceh hingga Merauke di Papua.
Namun, tentu saja masih ada begitu banyak tugas yang harus tetap dilaksanakan oleh Jokowi dan Jusuf Kalla untuk mengakhiri masa pengabdiannya hingga Oktober tahun 2019 agar mereka tetap bisa dikenang sebagai pasangan pemimpin yang pantas dikenang. Tentu hak Jokowi jika dia ingin maju lagi dalam pemilihan presiden masa bakti 2019-2024.
Menggulung korupsi
Hampir setiap minggu, KPK membuat pengumuman tentang penangkapan pejabat mulai dari tingkat pusat hingga daerah yang disangkakan melakukan tindak pidana korupsi. Entah berapa ratusan miliar rupiah berhasil diselamatkan lembaga antirasuah itu.
Apabila ratusan miliar hingga triliunan rupiah berhasil diselamatkan dari tindakan pencurian alias korupsi itu maka yang paling akan menikmatinya adalah ratusan juta orang Indonesia. Karena uang itu bisa benar-benar dimanfaatkan untuk keperluan tol laut, tol darat, sekolah hingga kampus, masjid hingga vihara. Sampai dengan membangun hal yang benar-benar tak nampak seperti sikap mental tapi hasilnya bisa dirasakan yakni sikap mengabdi kepada bangsa dan negara dan juga rasa hormat seorang anak terhadap orang tuanya serta gurunya.
Tugas KPK memang semakin berat terutama karena Anggaran Pendapatan dan Belanja Negaraa lias APBN semakin besar sebab nilainya lebih dari Rp 2.000 triliun tiap tahunnya hingga "menggoda" hati para pejabat untuk menikmatinya dengan cara tidak halal alias haram.
Masyarakat juga tentu tidak bisa melupakan seorang marsekal dari Tentara Nasional Indonesia Angkatan Udara ditangkap karena telah "sukses" mendatangkan sebuah pesawat udara ke Pangkalan Udara Halim Perdanakusuma, Jakarta yang harganya sekitar Rp 700 miliar padahal Presiden Jokowi sudah menegaskan bahwa dirinya belum membutuhkan pesawat kepresidenan yang baru.
Belum lagi korupsi yang terjadi di Badan Keamanan Laut atau Bakamla yang menyangkut pengadaan peralatan elektronika yang nilainya juga miliaran rupiah.
Jika mendengar terus terjadinya kasus korupsi di begitu banyak lini pemerintahan, maka tentu layak jika rakyat ingin mendengar langkah-langkah strategis pemerintah untuk mengurangi semaksimal mungkin tindak kejahatan korupsi itu terutama dari Jokowi dan Jusuf Kalla.
Presiden dalam berbagai kesempatan memang telah menyatakan bahwa korupsi tetap harus diberantas dan KPK masih sangat diperlukan atau dibutuhkan untuk membasmi korupsi itu.
Yang mungkin menjadi tantangan bagi Jokowi adalah adanya tanda-tanda dari Senayan alias wakil rakyat untuk mengurangi peranan positif KPK dalam memberantas korupsi apalagi banyak wakil rakyat yang "terhormat" itu sudah digiring ke sel tahanan ataupun penjara karena ikut-ikutan korupsi.
Karena itu, tentu tidak ada salahnya jika dalam rangka memperingati hari ulang tahun ketiga pemerintahannya itu, Jokowi dan Jusuf Kalla memberikan penjelasan kepada seluruh lapisan masyarakat tentang strateginya untuk menggulung korupsi. Dengan menyampaikan pengumuman itu, maka rakyat bisa memahami dan mendukung langkah Jokowi untuk memasukkan ke sel penjara semua koruptor tanpa pengecualian apa pun juga.
Jika semua koruptor berhasil digulung maka bisa dibayangkan betapa banyaknya uang rakyat yang bisa diselamatkan yang pada akhirnya akan sangat banyak proyek dan program bisa dibuat pemerintah untuk meningkatkan kesejahteraan rakyat di seluruh Tanah Air.
Tanpa perlu menyebut betapa besarnya peluang Jokowi untuk maju mengikuti pemilihan presiden pada tahun 2019-- seperti yang digambarkan berbagai lembaga survei belum lama berselang-- maka Jokowi perlu bahkan harus melakukan pendekatan kepada seluruh rakyat untuk memberitahukan atau menjelaskan mengenai program pemberantasan korupsi mulai dari hal yang bersifat makro hingga yang mikro.
Karena Jokowi sendiri sudah berkata bahwa ada orang yang tak suka korupsi diberantas maka kini tiba saatnya dia untuk secara gamblang mengumumkan atau melaporkan kepada masyarakat tentang program nyatanya menggulung atau memberantas korupsi.
*) Pewarta Antara