REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Ronny P Sasmita, Direktur Eksekutif Economic Action Indonesia (EconAct)
Pasar modal Indonesia memiliki prospek yang sangat cerah. IHSG tercatat masih mampu mencetak gain 11,5 persen sejak awal tahun. Terdapat tiga sektor yang pertumbuhan harga sahamnya melampaui kenaikan indeks, yakni industri dasar dan kimia (13,9 persen), kelompok infrastruktur, utilitas, dan transportasi (15,8 persen), serta keuangan (21,95 persen).
Diperkirakan ke depan, investor asing akan semakin aktif, terutama setelah sinyal dari The Fed makin jelas bahwa Fed funds rate masih akan dinaikkan satu kali lagi tahun ini. Sebelumnya, investor asing terkesan cenderung menunggu keputusan Bank Sentral AS (the Fed) dalam pertemuan terbarunya beberapa waktu lalu.
Investor asing diperkirakan akan segera masuk kembali ke bursa saham Indonesia dan mendorong IHSG melaju ke level baru, misalnya akan menembus 6.000. Net buy (pembelian bersih) asing diperkirakan bisa menembus Rp 6-8 triliun pada kuartal terakhir 2017.
Sementara itu di sisi lain, ekonomi Indonesia juga masih terbilang cukup baik di tengah tekanan ekonomi global yang belum sepenuhnya pulih. Selain pertumbuhan ekonomi masih di atas lima persen hingga kuartal II lalu, inflasi terjaga pada level yang rendah dalam dua tahun terakhir, yakni di bawah empat persen. Hal tersebut, antara lain, akibat kerja keras pemerintah dan pihak terkait, yang mampu mengendalikan harga barang-barang kebutuhan pokok.
Nilai tukar rupiah juga terbilang cukup stabil, yang akan mendukung pertumbuhan ekonomi yang sehat dan berkesinambungan. Namun, masuknya kembali investor asing juga sangat ditentukan oleh adanya sentimen-sentimen positif yang baru dari dalam negeri. Untuk itu, pemerintah dalam sisa waktu tahun ini harus benar-benar bisa menunjukkan kebolehan dalam men-delivery janji untuk mempercepat realisasi pembangunan infrastruktur. Pembangunan infrastruktur strategis harus dipercepat, mulai dari infrastruktur transportasi jalan tol, kereta cepat, bandara, pelabuhan, hingga infrastruktur telekomunikasi serta infrastruktur listrik dan gas.
Karena mau tak mau, ketersediaan infrastruktur yang memadai dan energi murah akan mengakselerasi pertumbuhan industri ataupun ekonomi ke depan. Dengan dibangunnya kembali sektor industri yang kini nyaris mengalami deindustrialisasi dan digencarkannya hilirisasi ataupun digital ekonomi, struktur ekonomi Indonesia bisa diperbaiki, dari saat ini yang masih berbasis komoditas menjadi berbasis industri yang bernilai tambah tinggi dan menyerap banyak tenaga kerja. Hal ini nantinya diharapkan dapat mendorong pertumbuhan ekonomi melaju kencang, katakan saja misalnya ke angka tujuh persen dalam beberapa tahun ke depan.
Seiring dengan mulai beroperasinya infrastruktur-infrastruktur penting, biaya logistik di Tanah Air yang selama ini sangat mahal tentu dengan sendirinya akan turun dan daya saing ekonomi Indonesia pun meningkat. Ekonomi kita akan berkembang pesat sehingga menembus lima besar ekonomi dunia pada 2030, setelah Cina, AS, India, dan Jepang. Kinerja emiten dipastikan semakin cemerlang dan mendorong harga saham untuk melesat lebih baik lagi.
Oleh karena itu, pasar modal harus terus ditata dan direstrukturisasi secara bertahap. Karena masih banyak halangan struktural dan kendala ekonomi yang mengadang pergerakan dan ketahanan pasar modal kita. Lihat saja, 65 persen investor yang bermain adalah investor asing. Imbasnya, pergerakan pasar saham nasional lebih banyak dipengaruhi oleh volatilitas dan isu-isu di pasar global ketimbang sentimen dari dalam negeri. Bandingkan dengan negara-negara tetangga yang rerata 70 persen pasarnya dikuasai investor domestik. Walhasil, pasar modal mereka relatif lebih imun terhadap sentimen global.
Dengan kondisi yang demikian, publik, terutama para pelaku pasar modal dalam negeri, harus mengapresiasi dan mendorong berbagai langkah terobosan yang dilakukan Bursa Efek Indonesia (BEI) untuk mendongkrak jumlah emiten dan jumlah investor domestik. Saat ini, misalnya, otoritas bursa tengah giat melobi perusahaan-perusahaan multinasional (MNC) atau penanaman modal asing (PMA) agar melantai di bursa domestik.