Kamis 28 Dec 2017 06:38 WIB

Trump Melawan Dunia Baru

Gelombang protes terhadap trump
Foto: republika/mardiah
Gelombang protes terhadap trump

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Anis Matta, Pengamat Politik Internasional.

Sidang Umum PBB pada 21 Desember 2017 secara mayoritas menolak pengakuan Presiden Amerika Serikat Donald Trump menjadikan Yerusalem sebagai ibu kota Israel. Deklarasi itu ditolak 128 negara, AS hanya didukung delapan negara, dan sisanya 35 negara abstain.

Bisa jadi Trump akan berjalan terus karena baginya ini bukan sekadar memenuhi janji kampanye, melainkan hasrat “menulis” sejarah dan peta dunia baru. Dalam berbagai kesempatan, Trump sempat menyatakan menerima ide solusi dua negara, yang sejatinya bertentangan dengan gagasan Negara Israel Raya dari Theodore Herzl dan para zionis radikal pengikutnya.

Dalam mimpi Herzl, Negara Israel Raya terbentang dari Sungai Nil di Mesir hingga Sungai Efrat di Irak, merangkai seluruh wilayah Jordan, Suriah, Lebanon, Kuwait dan sebagian besar Arab Saudi. Dalam skenario itu, Palestina seharusnya lenyap dari peta bumi.

Baca Juga: Infografis 128 Negara Tolak Putusan Trump

Rencana itu sebagian dilaksanakan dengan menciptakan “proxy state” sebagai bumper dan tempat penampungan emigran Palestina seperti Yordania, atau sebagai perlindungan keamanan seperti Mesir.

Langkah lain melalui proyek konflik berkesinambungan di kawasan, seperti konflik Sunni-Syiah dalam perang Iran-Irak 1980-1988; konflik etnis Kurdi; konflik perbatasan Irak-Kuwait (1990) yang memicu Perang Teluk pertama 1991, disusul invasi Amerika 2003; lalu konflik Arab Spring dan kontra-Arab Spring sejak 2010. Sekarang, kawasan itu menjadi spot konflik global terpanas dan melibatkan hampir semua kekuatan, termasuk Rusia yang paling akhir terlibat.

Sebagian lagi dijalankan dengan melokalisasi isu Palestina menjadi isu domestik, sehingga negara-negara Arab tidak terlibat atau hanya mendukung Palestina secara pasif.

Perubahan geopolitik

Akankah deklarasi Trump berjalan seperti Deklarasi Balfour seabad lalu? Jawabnya, dunia sudah jauh berubah. Pertama, Deklarasi Balfour dibuat dengan premis bahwa Sekutu akan menang Perang Dunia I. Di atas puing-puing imperium Ottoman pada 1924 ditulis sebuah peta dunia baru oleh Sykes-Picot-mewakili negara adidaya saat itu, Inggris dan Prancis-yang memasukkan entitas baru bernama Israel dan menghapus Palestina.

Perang Dunia II juga dimenangkan Sekutu, tapi Amerika juaranya. Namun, setelah Perang Dingin, Barat tampak kehilangan arah dan sibuk menyelamatkan kepentingan masing-masing, terutama dalam hal ekonomi.

Posisi AS tengah melemah karena semua proyek globalnya kandas di tengah jalan. Yang paling merugikan adalah invasi ke Irak 2003 dan konflik Libya. AS juga limbung menyikapi Suriah, karena harus berhadapan dengan Rusia.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement