REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Wartawan Republika, Nurul S Hamami
Setelah Piala Sudirman, target kedua yang semestinya dicanangkan oleh PP PBSI pada 2017 adalah mampu mendorong para pemain Indonesia merebut banyak gelar di rurnamen superseries. Ini sekaligus menjadi upaya untuk meloloskan pemain-pemain ke Putaran Final Superseries Dunia di Dubai lebih banyak lagi. Maksimal dua pemain/pasangan di tiap nomor dari satu negara boleh tampil di putaran final yang hanya diikuti oleh delapan pemain/pasangan.
Bila pada 2016 tak ada pemain tunggal putra Indonesia yang lolos, setidaknya di 2017 ada satu pemain. Demikian pula di ganda putri, Nitya Khrishinda Maheswari/Greysia Polii diharapkan bisa kembali lolos. Sedangkan di tunggal putri memang masih sulit untuk menembus delapan besar dalam setahun ke depan. Adapun di ganda putra dan ganda campuran, rasa-rasanya bisa kembali meloloskan dua pasangan bukanlah hal yang mustahil.
Oleh karenanya pemain-pemain yang sekarang ini lolos, harus terus dipertahankan agar bisa kembali berprestasi di turnamen-turnamen World Superseries/World Superseries Premiere (WS/WSP) 2017. Kalau sebelumnya mereka lebih banyak hanya mampu menembus semifinal atau final saja, maka tahun depan mesti bisa lebih bagus lagi.
Di ganda putra, pasangan Angga Pratama/Ricky Karanda Suwardi bisa menembus delapan besar ranking superseries setelah mencapai runner-up di India Terbuka WS dan Australia Terbuka WS, serta semifinal Denmark Terbuka WSP dan Prancis Terbuka WS. Pasangan ini pantas terus disertakan dalam turnamen-turnamen WS/WSP.
Di kategori turnamen Grand Prix Gold (GPG) yang levelnya satu kelas di bawah WS/WSP, Angga/Ricky juga lumayan, Keduanya tampil sebagai runner-up di Selandia Baru Terbuka dan semifinalis Indonesia Masters. Angga/Ricky pun menutup 2016 dengan bertengger di peringkat ke-7 dunia (BWF).
Pasangan Marcus Fernaldi Gideon/Kevin Sanjaya Sukamuljo juga harus terus dipertahankan untuk bermain lebih banyak di turnamen WS/WSP, serta tambahan beberapa turnamen GPG. Tahun 2016 menjadi tahun terbaik bagi keduanya. Mereka merebut empat gelar masing-masing di India Terbuka WS, Australia Terbuka WS, Cina Terbuka WSP, dan Malaysia Masters GPG. Selain itu keduanya juga tampil sebagai seminalis di Selandia Baru Terbuka GPG. Berkat prestasinya itu, Marcus/Kevin kini bercokol di peringkat ke-2 dunia.
Marcus/Kevin dan Angga/Ricky saat ini sudah bisa diandalkan untuk menggantikan Ahsan/Hendra yang sejak akhir 2012 lalu menjadi tulang punggung Indonesia di ganda putra. Seperti diketahui, setelah minim prestasi di 2016 termasuk gagal di Olimpiade Rio, Ahsan/Hendra sudah “diceraikan”. Hendra yang telah berusia 32 tahun memilih pensiun dari pelatnas, sementara Ahsan sekarang dipasangkan dengan Rian Agung Saputro. Ahsan/Hendra tahun 2016 hanya mampu juara di Thailand Masters GPG dan semifinalis Jepang Terbuka WS.
Di ganda putri, setelah absen di Dubai karena menjalani operasi lutut kanannya, Nitya diperkirakan sudah dapat kembali tampil di awal April nanti. Diharapkan, pemain kelahiran Blitar, Jawa Timur, ini kembali bisa bermain bersama Greysia di Malaysia Terbuka WSP atau di Singapura Terbuka WS.
Selama 2016, Nitya/Greysia menunjukkan performa yang lumayan bagus. Mereka keluar sebagai juara di Singapura Terbuka WS, runner-up Australia Terbuka WS, serta semifinalis di Jerman Terbuka GPG, India Terbuka WS, Malaysia Terbuka WS, Denmark Terbuka WSP, dan Kejuaraan Asia. Keduanya pun menutup tahun ini dengan menempati peringkat ke-5 dunia. Semoga lutut Nitya cepat pulih dan dia bisa kembali tampil maksimal sekaligus menjadi andalan Indonesia dari sektor ganda putri di Piala Sudirman.
Berbeda dengan di ganda putra, di sektor ganda putri jarak antara Nitya/Greysia dengan pelapis di bawahnya dapat dikatakan lumayan jauh. Dari sisi peringkat dunia, yang terdekat dengan Nitya/Greysia adalah pasangan Della Destiara Haris/Rosyita Eka Putri Sari di peringkat ke-15. Selanjutnya Anggia Shitta Awanda/Mahadewi Istirani Ni Ketut di peringkat ke-16, dan Tiara Rosalia Nuraidah/Rizki Amelia Pradipta (18).
Della/Rosyita tahun 2016 hanya mampu mencapai semifinal Indonesia Master GPG dan Cina Master GPG. Anggia/Mahadewi bahkan hanya mampu mencatat sekali sebagai runner-up di Makau Terbuka GPG. Sedangkan Tiara/Rizki hanya menorehkan prestasi hingga semifinal Indonesia Master GPG dan Jerman Terbuka GPG. Ketiga pasangan ini harus terus ditempa lebih banyak di turnamen-turnamen GPG sambil diselingi dengan turnamen superseries. Bahkan kalau perlu merombak pasangan tersebut untuk mendapat formula yang terbaik.
Pasangan Tontowi Ahmad/Liliyana Natsir dan Praveen Jordan/Debby Susanto tetap menjadi andalan di ganda campuran. Mereka diharapkan kembali mampu menembus final-final turnamen WS/WSP dan menjadi juara sehingga kembali bisa mengamankan tiket ke putaran final di Dubai. Kedua pasangan init tampil cukup bagus sepanjang 2016.
Selain sukses merebut medali emas Olimpiade Rio, Tontowi/Liliyana juga meraih gelar di tiga turnamen superseries. Mereka keluar sebagai jawara di Malaysia Terbuka WS, Cina Terbuka WSP, dan Hongkong Terbuka WS. Mereka tampil sebagai //runner-up// Kejuaraan Asia dan semifinalis Singapura Terbuka WS. Capaian yang ditorehkan Tontowi/Liliyana terbilang sangat bagus. Keduanya masih bisa menjadi andalan Indonesia setdaknya hingga Asian Games 2018. Liliyana menyiratkan baru akan pensiun setelah pesta olahraga bangsa-bangsa Asia itu di Jakarta.
Jordan/Debby semestinya di 2017 sudah bisa “lepas landas” dan tidak di bawah bayang-bayang Tontowi/Liliyana lagi. Tahun 2016 sebenarnya sudah mampu mereka lewati dengan baik, meskipun kandas di perempat final Olimpiade Rio yang menjadi olimpiade pertama bagi keduanya. Di perempat final Jordan/Debby sudah harus berhadapan dengan Tontowi/Liliyana dan kalah.
Sebelum berangkat ke Rio, Jordan/Debby merebut gelar bergengsi di All England WSP setelah di final mengalahkan Joachim Fischer Nielsen/Christinna Pedersen (Denmark). Di semifinal sehari sebelumnya mereka mengandaskan andalan utama Cina Zhang Nan/Zhao Yunlei. Pada awal tahun Jordan/Debby membuka langkah mereka dengan menjuarai turnamen Syed Modi International GPG di India. Setelah itu tampil sebagai semifinals di Australia Terbuka WS.
Seusai Olimpiade Rio, Jordan/Debby mampu mencapai final Hongkong Terbuka WS pada November lalu. Lagi-lagi, langkah mereka terhenti di tangan Tontowi/Liliyana di partai puncak. Mereka baru bisa membalas kekalahan tersebut di Dubai ketika kedua pasangan Indonesia ini bertemu di pertandingan pertama babak grup.
Sepulang dari Rio, Debby sempat mengungkapkan Olimpiade 2016 akan menjadi olimpiade pertama dan terakhirnya. Artinya, dia tak akan bermain lagi di Olimpiade 2020 yang akan digelar di Tokyo. Namun, Debby menyiratkan akan tetap bermain hingga Asian Games 2018. PBSI seharusnya tetap memberi kesempatan bermain lebih banyak lagi bagi Jordan/Debby di turnamen superseries. Setelah Tontowi/Lilliayana, maka Jordan/Debby lah yang paling dekat prestasinya untuk bisa diandalkan.
Selain masih mengandalkan Tontowi/Liliyana dan Jordan/Debby, PBSI juga harus terus mempersiapkan lapisan di bawahnya. Di sini ada Faisal Hafiz/Shela Devi Aulia, Ronald Alexander/Melati Daevi Oktaviani, Edi Subaktiar/Richi Puspita Dili, dan Riky Widianto/Gloria E Widjaja. Mereka harus diperbanyak tampil di turnamen-turnamen seri GPG dan juga diselipkan dengan memberi pengalaman bermain di turnamen seri WS/WSP. Selepas 2018, semestinya mereka sudah bisa menggantikan Tontowi/Liliyana dan Jordan/Debby.