REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Syahruddin El-Fikri
Lantunan ayat-ayat suci Al-Quran, menggema melalui speaker. Lantunan ayat Al-Quran dari Surah Adh-Dhuha hingga An-Nas, yang sebelumnya diawali dengan bacaan ta’awudz (A’udzubillahi minasy syaithanir rajim) dan basmalah (Bismillahirrahmanirrahim) mengalun merdu.
Siang itu, Rabu (12/4), sekitar 17 orang siswa kelas IX Madrasah Tsanawiyah (MTs) Darul Muta’allimin, Pulau Tello, Kecamatan Pulau-Pulau Batu (PPB), Kabupaten Nias Selatan, Provinsi Sumatra Utara (Sumut), sedang menyelesaikan khataman Al-Quran. Siswa kelas IX diwajibkan untuk menyelesaikan khataman Al-Quran yang dimulai sejak dari kelas VII, atau saat mereka menuntut ilmu di MTs tersebut.
“Kami memang mewajibkan setiap siswa yang duduk di bangku kelas VII untuk bisa membaca Al-Quran, sehingga bisa dikhatamkan saat mereka duduk di kelas IX,” kata Kepala Madrasah Tsanawiyah Darul Muta’allimin, Surahmat Pasaribu kepada Republika. Republika datang ke Pulau Tello ini bersama M Haekal, relawan dari Badan Amil Zakat Nasional (Baznas) Pusat.
Tak ada keluhan. Semua siswa tampak bersemangat untuk mengkhatamkan kitab suci Al-Quran. Secara makhraj (mengeluarkan bunyi huruf), tajwid (hukum bacaan), semuanya cukup bagus. Ada kebanggaan dan kebahagiaan saat mendengar dan menyaksikan pemandangan seperti itu.
Apalagi, para orangtua siswa juga tampak hadir bersama sejumlah undangan seperti Camat Pulau-Pulau Batu (PPB) Yerhard Zidomi, kepala Desa Simaluaya, ketua Yayasan Nurul Huda, ketua Yayasan Wakaf Suluh Nagari, serta para tokoh masyarakat dari kalangan Muslim yang ada di 21 desa dan 1 kelurahan, di Kecamatan Pulau-Pulau Batu. Semuanya mendengarkan dan menyimak bacaan para siswa yang sedang khataman itu. Dan khataman itu kemudian ditutup dengan doa oleh tokoh agama sekaligus Kepala Madrasah Ibtidaiyah Swasta (MIS), Perwira Polem.
Surahmat menjelaskan, saat ini terdapat sekitar 79 siswa MTs Darul Muta’allimin, dari kelas VII sampai kelas IX. Tak banyak, memang, bila dibandingkan dengan jumlah siswa yang ada di perkotaan. Tapi, melihat kondisi sesungguhnya yang berada di daerah terpencil, seperti Pulau Tello yang berjarak sekitar 100 km dari Kecamatan Teluk Dalam atau sekitar 200 meter dari Kabupaten Nias di Gunung Sitoli, dan hanya bisa ditempuh dengan naik kapal feri selama lebih kurang 6-7 jam, maka jumlah siswa itu sudah cukup lumayan.
Apalagi, dari sekitar 12.562 warga Kecamatan PPB, hanya sekitar 2.000-3.000 jiwa warga Pulau Tello ini yang menganut agama Islam. “Alhamdulillah para orangtua juga bersemangat untuk menitipkan putra-putrinya bersekolah di MTs ini,” kata Surahmat. Sayangnya, kata dia, mereka hanya punya semangat.
Demikian pula dengan para orang tua dan sejumlah warga Muslim setempat. “Kondisi sekolah kami sangat memprihatinkan,” ujar pria berusia 43 tahun ini.
Ya, saat ini para siswa belajar di sebuah rumah yang berukuran 6x17 meter. Rumah itu disulap menjadi sekolah seadanya untuk proses kegiatan belajar mengajar (KBM) para siswa. “Rumah ini milik pribadi warga Muslim. Dipinjamkan sementara untuk kegiatan belajar siswa. Namun rencananya, akhir Juni nanti, atau tepatnya saat memasuki tahun ajaran baru, rumah itu akan dipakai kembali oleh pemiliknya,” kata dia.
Menurut Surahmat, sebenarnya masih ada satu bangunan yang dipergunakan untuk para siswa belajar, yakni bangunan masjid yang sudah tidak dipakai lagi. “Masjid baru sudah dibangun, sedangkan masjid yang lama dan tidak terpakai, diwakafkan untuk rencana pembangunan MTs ini nantinya,” kata dia.
Hanya saja, lanjut Surahmat, bangunan masjid itu sering bocor bila musim hujan tiba. “Karena ketiadaan dana serta sarana prasarana, mau tidak mau terpaksa kami memakai bangunan masjid itu untuk proses belajar mengajar,” terangnya.
Hal itu juga diakui oleh sejumlah siswa MTs Darul Muta’allimin. “Ya, demi mengejar masa depan untuk meraih impian, kami harus terima kondisi ini,” kata salah seorang siswa kepada Republika.
Camat PPB Yerhard Zidomi menjelaskan, tak banyak yang bisa diberikan pemerintah kecamatan untuk membantu lembaga pendidikan. “Sumber daya yang dimiliki Kecamatan Pulau-Pulau Batu (PPB) sangat kecil, dan hanya mengandalkan pada hasil perikanan dan pertanian, terutama kelapa. Selebihnya, tak ada,” kata dia. Karena itu, kata Zidomi, pihaknya tak bisa membantu secara lebih maksimal untuk memberikan sarana dan prasarana yang memadai bagi siswa MTs tersebut.
n