Jumat 22 Mar 2019 05:01 WIB

Setelah MRT, Lalu Apa?

Keberadaan MRT harus bisa mengurangin kemcetan Jakarta

Red: Joko Sadewo
Esthi Maharani
Foto: dok. Republika
Esthi Maharani

REPUBLIKA.CO.ID, oleh Esthi Maharani*

PT Moda Raya Terpadu (MRT) Jakarta melakukan uji coba publik MRT fase I Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI) pada 12 Maret 2019. Jika sebelumnya uji coba hanya dilakukan di dua stasiun, kali ini uji coba public dilakukan di 13 stasiun. Masa uji coba untuk masyarakat umum ini diselenggarakan dari 12 Maret hingga 24 Maret 2019. Selama uji publik, MRT menyediakan delapan rangkaian kereta, tujuh kereta sebagai rangkaian utama, dan satu kereta sebagai cadangan Rangkaian MRT akan beroperasi sejak pukul 08.00-16.00 WIB.

Pada masa uji coba ini, PT MRT menyediakan kuota untuk sebanyak 285.600 penumpang. Pada hari pertama uji coba, PT MRT sedikitnya telah membuka kuota hingga 4.000 penumpang. Kemudian pada hari selanjutnya hingga akhir masa uji coba publik, MRT diperkirakan mampu mengangkut 28.800 penumpang setiap harinya.

Ada beberapa hal yang harus dievaluasi dan diperbaiki sebelum MRT benar-benar beroperasi. Banyak warga Jakarta yang mengeluhkan sinyal telepon seluler pda saat ratangga melintas di rel bawah tanah. Memang, perangkat keras untuk menunjang sinyal telekomunikasi di seluruh area sudah disediakan, tetapi perlu ada tindak lanjut dari pihak MRT terkait keluhan tersebut seperti kerja sama dengan operator telekomunikasi.

Tak cuma soal susah sinyal, evaluasi yang masih menjadi pekerjaan rumah adalah petunjuk atau marka di area stasitun MRT dan di dalam ratangga. Misalnya, petunjuk ke arah lift, ekslator, maupun tangga manual keluar-masuk hingga marka agar penumpang disiplin dan taat aturan ketika mengakses fasilitas yang ada di MRT.

Persoalan lain yang masih mengganjal adalah tarif MRT. Untuk diketahui, PT MRT Jakarta mengusulkan tarif kepada Pemerintah DKI Jakarta sebesar Rp 8.500 – Rp 10.000 per 10 kilometer. Adapun total jarak perjalanan MRT fase I sejauh 16 kilometer.

Namun, ketok palu untuk besaran tarif MRT masih belum final. Gubernur DKI Jakarta, Anies Baswedan menjanjikan pengumuman tariff MRT akan dilakukan sebelum peresmian pada 24 Maret 2019 oleh Presiden Joko Widodo.

"Kita berharap Insya Allah sebelum tanggal 24 Maret akan bisa ditetapkan," kata Anies belum lama ini.

Ia menjelaskan, tarif MRT fase I rute Lebak Bulus-Bundaran Hotel Indonesia (HI) ini berbeda dengan tarif moda transportasi lainnya. Tarif MRT menyesuaikan jarak tempuhnya, jadi tiap titik keberangkatan dan kedatangan itu nanti akan menentukan berapa besarannya. Namun, kata Anies, secara umum rata-rata tarif yang diajukan ke DPRD DKI sekitar kurang lebih Rp 1.000 rupiah per kilometer. Menurut dia, penetapan tarif mempertimbangkan ability to pay (ATP) dan wilingness to pay (WTP).

Terlepas dari pekerjaan rumah yang belum selesai, satu hal yang harus digarisbawahi adalah keberadaan MRT bukan menjadi solusi tunggal mengatasi kemacetan Jakarta. Memang, MRT akan menambah alternative transportasi publik yang dimiliki warga Jakarta selain Transjakarta, Kereta Commuter Line (KRL) Jabodetabek, kereta api bandara, hingga angkutan-angkutan lama seperti Angkot dan Kopaja. Belum lagi keberadaan transportasi online serta Lintas Rel Terpadu (LRT) yang masih dalam fase konstruksi.

Dengan banyaknya alternatif tersebut, hal yang harus dilakukan adalah integrasi angkutan publik. Tanpa adanya integrasi, MRT ataupun transportasi lainnya hanya akan berfungsi sebagai transportasi biasa tanpa berdampak pada penurunan kemacetan di Jakarta.

*) Penulis adalah redaktur republika.co.id

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement