Jumat 22 Jun 2012 20:20 WIB

Melawan Rakus

Nasihin Masha
Foto: Republika/Daan
Nasihin Masha

REPUBLIKA.CO.ID,Oleh: Nasihin Masha

Setelah sekian kali pertemuan Dewan Gu ber nur Bank Indonesia dengan para pemimpin redaksi, baru kali ini pengakuan jujur itu muncul. “Perbankan takut mereka akan memindahkan uangnya ke luar negeri,” kata Darmin Nasution, gubernur Bank Indonesia. Pada pertemuan Selasa (12/6) malam itu, akhirnya Darmin membuka penyebab sulitnya menurunkan suku bu nga kredit perbankan.

Ternyata, pemilik uang di perbankan hanya dikuasai segelintir orang saja. Sekitar dua persen nasabah menguasai 80 persen uang di bank. Dana masyarakat di perbankan Rp 2.825,98 triliun dalam bentuk tabungan, deposito, dan giro. Akibat struktur kepemilikan yang timpang itu, walaupun BI sudah menurunkan suku bunga Bank Indonesia (BI Rate) ke level single digit, suku bunga kredit masih tinggi sekali. Ada selisih yang sangat jauh. Apa yang dilakukan BI tak menggeser pasar sama sekali.

Selama ini, BI selalu bilang bahwa itu urusan perbankan mengapa suku bunga kredit tetap tinggi. Tugas BI sudah selesai sampai di situ. Setiap kali pimpinan bank mengadakan pertemuan dengan para pemimpin redaksi media massa, jika ditanya soal ini, mereka menjawab bahwa tak segampang itu menurunkan suku bunga kredit. Alasannya selalu bermacam macam. Kini, Darmin membuka ala san yang sebenarnya.

Darmin bahkan bicara lebih terperinci. Tingginya suku bunga kredit sangat menyulitkan masyarakat untuk membangun industri bahkan untuk membangun pabrik tahu sekalipun. Sehingga, orang lebih suka menjadi pedagang saja. “Tapi, kita tak bisa membangun negeri ini jika cuma menjadi pedagang,” katanya.

Lebih jauh lagi, akibat tingginya suku bunga kredit ini maka pemerataan ekonomi menjadi ma kin sulit untuk diwujudkan. Pertumbuhan ekonomi pun akan tertatih-tatih, tak bisa maksimal. Sedangkan, segelintir orang itu bisa menikmati uangnya yang diendapkan di bank karena tingginya suku bunga tabungan. Perbankan pun turut menikmatinya.

Net interest margin(NIM/selisih bunga yang dinikmati bank) perbankan di Indonesia termasuk yang terbesar di dunia (6,41 persen). Ban ding kan dengan negara tetangga seperti Ma laysia yang 2,81 persen. Cina dan India masingmasing 2,53 persen dan 2,99 persen. Perlu diketahui, BI Rate 5,75 persen sedangkan suku bunga kredit antara 10 hingga lebih dari 24 persen.

Pertanyaannya, mengapa segelintir orang kaya itu berpikir jangka pendek sekali? Mengapa mereka ingin melarikan uangnya keluar negeri? Padahal, semakin makmur masyarakat maka para orang kaya itu justru makin besar bisnisnya karena daya beli masyarakat meningkat dan skala ekonomi nasional akan melejit. Mereka tak perlu melarikan uangnya ke luar negeri ka re na tak ada manfaat maksimal yang bisa di dapat.

Jawabannya cuma satu: RAKUS. Beberapa waktu lalu, Metro TVmenayangkan biografi Vladimir Putin, presiden Rusia. Dalam waktu singkat, ia bisa membangkitkan Rusia yang tercabik dan terpuruk. Menurutnya, hanya dua musuh Rusia, salah satunya adalah rakusnya orang orang kaya. Maka, langkah pertama yang dilakukan Putin setelah menjadi presiden adalah mengumpulkan orang-orang kaya Rusia.

Ia hanya meminta satu hal: BERHENTI RAKUS. Dari situlah ia menata Rusia. Ketika ada satu pengusaha yang melawan, Putin langsung menjebloskannya ke penjara karena persoalan pajak.

Peluang tak datang setiap saat. Perubahan lebih mudah di saat ada momentum yang tepat. Saat ini, peluang dan momentum itu sedang menghampiri Indonesia. Negara-ne-gara lain sedang terpuruk, sumber daya alam masih melimpah, demokrasi sudah relatif mapan, pasar domestik yang tumbuh, kelas menengah yang bangkit, dan demografi yang didominasi usia muda.

Momentum ini akan hilang seiring perjalanan waktu. Sementara, di depan sudah ada limitasi. Yang terdekat adalah ASEAN Economic Community (2015). Jika kita tak siap maka kita akan dicabik oleh Singapura dan Malaysia. Dan, karena ASEAN juga memiliki mitra Cina, Rusia, Australia, India, Amerika Serikat, dan sejumlah negara Eropa maka kita akan diterkam semuanya.

Soal menurunkan suku bunga kredit itu sepele sekali. Hanya panggil segelintir orang itu agar tidak macam-macam dan perbankan harus menurunkan suku bunga kreditnya. Dan, rakyat akan berbondong-bondong membangun usaha.

Perubahan tak dimulai dari tempat yang jauh karena ini hanya soal hati. Jangan takut kehi lang an kekuasaan karena kekuasaan itu untuk didayagunakan. Jika kekuasaan tak bisa ber man faat buat orang banyak maka kembalikan saja kekuasaan itu. Tak berkah. 

sumber : resonansi
Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement