Oleh: DR Iswandi Syahputra, Dosen UIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta
Seperti mendadak--kasus Meiliana yang divonis 1,5 tahun oleh PN Medan karena diputuskan melakukan penistaan terhadap agama (Islam)--tiba-tiba menjadi viral. Telisik singkat menunjukkan viralitas tersebut berasal dari satu cluster netizen.
Saya kemudian diminta banyak pihak untuk menyampaikan pandangan soal itu karena, seminggu setelah kerusuhan pembakaran delapan vihara di Tanjung Balai karena tersulut oleh sikap Meiliana, saya langsung terjun ke lokasi untuk riset lapangan. Hasilnya berupa artikel, Insya Allah minggu depan publish di jurnal terakreditasi nasional.
Mengingat cepat dan liarnya laju isu Meiliana ini, kemarin (25/8) saya membuat kuliah twitter (kultwit) untuk menyampaikan apa yang saya lakukan dan temukan dalam riset lapangan tersebut. Semoga berkenan membacanya:
1) Bismillahirrohmanirrohim: Banyak pihak yang japri dan mention saya di media sosial. Mereka bertanya soal bagaimana sebenarnya kasus Meiliana dalam kerusuhan di Tanjung Balai? Mereka ingin tau hasil riset yang saya lakukan terkait kerusuhan tersebut #TanjungBalai #Meiliana
2) Saya memang melakukan riset lapangan terkait kerusuhan yang terjadi tanggal 29 Juli 2016 tersebut. Seminggu setelah kerusuhan, saya tiba di Tanjung Balai, Sumatera Utara untuk melakukan riset lapangan. #TanjungBalai #Meiliana
3). Sebagai peneliti media dengan minat Media Sosial dan Gerakan Sosial, saya tertarik meneliti kerusuhan tersebut karena Kapolri @DivHumas_Polri Bpk. Tito langsung turun ke lapangan dan menyatakan kerusuhan dipicu oleh media sosial. Lihat https://t.co/fsBLY3L4dI
#TanjungBalai
4). Sebelum terjun ke lapangan untuk meneliti, saya lakukan tahap pra-riset dengan mencari calon narasumber yang kompeten dan mendisain rumusan awal masalah yang akan diteliti sbb: Bagaimana penggunaan medsos dapat memicu kerusuhan rasial di Tanjung Balai? lihat: #Meiliana
5). Untuk menyegarkan ingatan, sedikit dan ringkas saya review kerusuhan di Tanjung Balai tersebut:
a. Meiliana keberatan dengan suara azan di mesjid depan rumahnya.
b.Takmir mesjid meminta klarifikasi.
c. Aparat memediasi.
d. Warga berkerumun
e. Mediasi buntu.
f. Warga marah.
g. Rusuh.
6). Saya termasuk yang tidak mudah percaya hanya karena #Meiliana keberatan dengan suara azan kemudian ratusan atau ribuan warga berkerumun marah dan meluapkan kemarahannya dengan membakar 8 vihara di #TanjungBalai Apa yang sebenarnya sedang terjadi hingga warga mudah tersulut?
7). Seminggu setelah kerusuhan di #TanjungBalai saya tiba di lokasi dan mencari akses untuk dapat mewawancarai #Meiliana Tapi gagal karena menurut informan saya di kepolisian, selain masih shock, Meiliana sementara diamankan di tempat yang dirahasiakan.
8). Di lapangan, data penelitian saya peroleh dengan wawancara mendalam terhadap sejumlah narasumber yang memiliki kompetensi. Di antarnya adalah Kapolres #TanjungBalai saat itu Bpk. AKBP Ayep Wahyu G https://t.co/uFTVEpobvo
9). Selain Kapolres #TanjungBalai saya juga melakukan wawancara dengan Ketua MUI Tanjung Balai, aktivis, pemuda, seniman, dosen, politisi dan penggiat media sosial di Tanjung Balai. Secara umum informasi yang saya peroleh dari informan tersebut sangat mengagetkan. ADA KONFLIK LATEN.
10). Karena wawancara terpisah, satu informasi dari informan akan saya konfrontir dengan informan lain. Itu dimaksudkan untuk mendapatkan data lapangan yang otentik. Data otentik kembali saya cek silang dengan sejumlah literatur terkait. Misalnya, seorang informan menyebut #TanjungBalai
11). TanjungBalai sebagai kota religius. Saya cek data BPS 2015 terdapat 54 mesjid, 98 musholla, 26 gereja & 9 vihara di Tanjung Balai. Berbagai literatur yang saya rujuk juga menjelaskan posisi #TanjungBalai sebagai kota Kesultanan Melayu, Asahan yang sejak lama dikelola dengan nuansa religi.
12). Dari semua proses tersebut saya menemukan benang merah sebagai petunjuk awal untuk dianalisis, kerusuhan terkait dengan:
a. Politik Pilkada karena keberpihakan kekuasaan pada kelompok etnik tertentu.
b. Kontroversi penggunaan lahan kompleks vihara hasil reklamasi sungai.
13). c. Keberadaan patung Buddha di atas vihara, secara imajiner segaris dengan arah kiblat. Ada perasaan warga muslim saat sholat seperti menyembah patung.
d. Sikap arogansi #Meiliana saat dikonfirmasi soal keberatanya terhadap suara azan.
e. Ada dukungan moril karena sebelumnya Wapres @Pak_JK
14). .... pernah keberatan dengan suara dari speaker mesjid
https://t.co/91W2fCgFbT
e. Sebagai etnis Tionghoa, #Meiliana dinilai warga bersikap arogan karena adanya pengaruh Ahok @basuki_btp yang saat itu sudah mulai menjadi kontroversi.
15). Dari informasi sebagai petunjuk awal tersebut, sejak awal saya menduga 'ada sesuatu' dibalik kasus #Meiliana yang menimbulkan kerusuhan di #TanjungBalai Sementara aktivitas di media sosial hanya medium untuk mencurahkan 'sesuatu' tersebut.
16). Saya akan ulas sedikit beberapa hal laten yang saya sebut sebagai 'sesuatu'. Informasi saya olah dari informan saya.
Pertama, terkait lahan komplek vihara tempat patung Buddha berdiri. Lahan tersebut hasil reklamasi sungai Asahan yang awalnya untuk tempat wisata. Tapi...
17). .... dijadikan kompleks ibadah. Padahal tidak jauh dari situ ada situs 'Balai' semacam rumah panggung besar sebagai titik kumpul warga saat Sultan sejumlah Kerajaan Melayu melintasi sungai pada masa lalu. Ada nilai historis, religi dan budaya di titik tsb.
18). Warga #TanjungBalai menilai pembangunan kompleks vihara tersebut bermasalah tapi dapat berjalan karena mendapat dukungan dari incumbent yang akan maju dan terpilih kembali sebagai Walikota.
19). Namun demikian, awalnya warga #TanjungBalai juga tidak perduli dengan pembangunana vihara tersebut hingga berdiri patung Buddha yang secara imajiner segaris dengan arah kiblat. Posisi patung ini meresahkan karena dianggap mengganggu ibadah warga muslim.
20). Menurut riset Irwansyah (2013) yang saya rujuk, sedikitnya ada 12 kali masyarakat berkirim surat pada Pemda yang meminta agar patung Buddha tersebut diubah posisinya (bukan diturunkan apalagi dirobohkan). Pada sisi lain baik Pemda atau pemuka agama Buddha mungkin...
21). .... kurang dapat menjelaskan atau tidak dapat menjelaskan mengapa patung Buddha tersebut berada pada posisi tersebut. Sikap ini menjadi masalah laten bagi warga yang seharusnya tidak terjadi jika dari awal antar umat beragama diajak kordinasi oleh pemerintah setempat.