Senin 29 Oct 2018 08:39 WIB

Memerangi Riba dengan Membumikan Ekonomi Syariah

Tugas itu berada di tangan seorang auditor syariah.

Riba ilustrasi
Foto: ANTARA
Riba ilustrasi

REPUBLIKA.CO.ID, Oleh: Halwani*

Indonesia memiliki sekitar 209 juta jiwa umat Islam, yang menjadikannya sebagai negara dengan populasi umat Islam terbesar di dunia. Dengan jumlah yang sangat besar ini memotivasi Indonesia agar terus berbenah dalam pemenuhan kebutuhan sistem ekonomi yang ada di Indonesia.

Pertumbuhan Ekonomi syariah di Indonesia sangat signifikan itu diiringi dengan hadirnya beberapa Lembaga Keuangan Syariah (LKS) seperti Bank Umum Syariah (BUS), Unit Usaha Syariah (UUS) dan Bank Perkreditan Rakyat Syariah (BPRS). Berdasarkan data Perbankan Syariah di Indonesia per 2018 tercatat 14 (BUS), 22 (UUS) dan 167 (BPRS) saat ini.

Selain itu juga perkembangan sektor filantropi ekonomi Islam (ZISWAF) terus mengalami progres. Tercatat sudah 292 badan atau lembaga pengelola zakat, dan 192 lembaga nadzir wakaf di Indonesia. Hal tersebut mengindikasikan semangat membumikan ekonomi syariah di bumi pertiwi ini, terus digaungkan untuk memerangi riba yang menjamur di tataran kehidupan masyarakat.

Namun terlepas dari banyaknya Lembaga Keuangan Syariah (LKS) dan Lembaga pengelola ZISWAF di Indonesia saat ini, maka dibutuhkan pengawasan pada entitas-entitas tersebut. Karena itu, maka dibentuklah Dewan Pengawas Syariah (DPS) untuk mengawasi dan mengevaluasi kinerja dari lembaga-lembaga syariah tersebut. Baik dari sisi kepatuhan syariahnya (sharia compliance) maupun dari sisi pencatatannya yang di periksa oleh auditor syariah apakah sudah sesuai dengan Pernyataan Standar Akuntansi Keuangan (PSAK) Syariah.

Auditor syariah merupakan seseorang yang memiliki kompetensi tertentu dalam melakukan audit atas laporan keuangan syariah dan kegiatan suatu entitas-entitas syariah. Maka, sudah seyogyanya seorang auditor syariah harus memiliki kompetensi dasar (pondasi) syariah, agar setiap proses audit yang dilakukan sesuai dengan maqoshid syariahnya.

Nur Aishah Mohd Ali, peneliti dari Malaysia memaparkan, terdapat tiga syarat kompetensi yang harus dipenuhi seorang auditor syariah. Ia merumuskan formulasi KSOC (Knowladge, Skills and Other Characteristics) dalam memenuhi kompetensi bagi seorang auditor syariah. Bagaimana konsep KSOC tersebut bisa sebagai penunjang kompetensi berikut penjelasannya.

a) Pengetahuan (knowladge)

Pengetahuan yang harus di miliki oleh seorang auditor syariah dalam menunjang komptensi dibagi menjadi dua jenis yaitu pengetahuan umum dan pengetahuan khusus. Pertama, pengetahuan umum diperoleh melalui latar belakang program studi yang ditempuh seorang auditor ketika masih kuliah di kampusnya.

Hal ini sebagai bentuk kontribusi kampus-kampus dalam memberikan SDM lulusan terbaik yang sudah dibekali pemahaman dalam mata kuliah seperti ilmu auditing syariah, akuntansi syariah, dan fiqih muamalah dan sebagainya yang siap dalam dunia kerja.

Kedua, pengetahuan khusus di peroleh melalui pelatihan yang dilakukan lembaga-lembaga yang memilki otoritas dalam mengeluarkan sertifikasi bagi auditor syariah yang dinyatakan lulus setelah melalui beberapa kali tahapan ujian. Misalnya IAI (Ikatan Akuntan Indonesia) mengeluarkan sertifikasi akuntansi syariah (SAS).

b) Keahlian (skills)

Seorang auditor harus memiliki skill (keahlian) dalam melakukan proses audit agar tercapai tujuan dari audit syariah tersebut. Menurut (CBOK) Common Body Of Knowladge skill terbagi menjadi dua kategori yaitu skill teknis dan skill personal.

Pertama, skill teknis seorang auditor syariah harus menguasai lima hal di dalam skill teknis tersebut yaitu memahami bisnis klien, analisis risiko, penilaian kontrol teknik, mengidentifikasi jenis kontrol, dan memahami SOP industri. Kedua, skill personal di mana dalam skill personal terdapat lima perilaku yang harus dipenuhi seorang auditor. Yakni kerahasiaan, objektivitas, komunikatif, indepedensi, dan etika audit.

c) Karaktristik lainnya (other characteristics)

Karaktristik ini bisa kita amati dari perilaku dan sifat seorang auditor, biasanya hal ini bisa kita lihat psikologi seorang auditor junior pada saat proses rekrutmen yang dilakukan perusahaan. Maka akan kita ketahui potensi dan karakter dari seorang auditor tersebut.

Namun untuk membangun karkter tersebut bisa kita lakukan dengan dua tahapan.  Pertama, mengadakan training auditor secara terus menerus untuk membangun kemampuan analitisnya. Kedua, tahapan interpersonal seperti identifikasi masalah, solusi pemecahannya, komunikatif serta tes tulis. Dengan melalui tahapan tersebut harapannya muncul seorang auditor syariah yang handal dan kompten sebagai  auditor syariah.

Dengan formulasi  KSOC tersebut harapannya kita bisa mengembangkan potensi dari setiap auditor syariah yang hendak melakukan proses audit pada entitas syariah, Dengan komptensi yang unggul sehingga tercapai maqshid syariah dari setiap aktivitas audit pada lembaga-lembaga keuangan syariah dan lembaga amil zakat yang ada di Indonesia.

*) Mahasiswa STEI SEBI

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Advertisement
Advertisement