REPUBLIKA.CO.ID, Jalan menjadi seperti rumah untuk massa dan kepentingan yang terpecah-pecah. Terutama, sejak dimulainya kontestasi tentang konsep massa oleh colonial Daendels di Tanah Air dengan distingsi mayoritas-budak dan minoritas-indo. Maka hari ini, jalan dimaknai sebagai landasan Daendels memasukkan modernisme ke panggung sosial Indonesia. Serta menjadi peneropongan kita tentang apa-apa yang bergerak di jalanan atas nama massa pasca-kolonial.
Jalan sebagai rumah untuk massa, dengan frekuensi yang fraktal, acak dan chaos itu adalah mayoritas yang juga menyimpan kemarahan, dendam, dan kekuasaan. Kekuasaan dari pengemudi yang ugal-ugalan, suporter sepakbola, pawai partai politik, penggusuran lahan-lahan dagang dan sengketa batas-batas tanah adalah elemen dasar rumah tangga jalan dari massa yang mudah bergerak, bergejolak, dan marah.
Ada apa di balik mayoritas dan apa saja jejak kolonialisme yang menyebabkan energi mayoritas pada hari ini begitu mudahnya menggelegak. Dan bagaimanakah jalan sebagaimana yang pada mulanya digagas oleh Daendels menjadi panggung pertunjukan untuk energi mayoritas itu bergerak? Apakah kita adalah yang ada melintas dan melihat barisan jalan, ataukah kita barisan jalan yang selalu melihat apapun yang melintas?
Semua peristiwa sejarah itu bisa kita saksikan dalam pertunjukan teater berjudul ‘CUT OFF’ yang digelar pada Sabtu dan Ahad (45/6), pukul 20.00 WIB di Amphiteater, Selasar Sunaryo Art Space, Jalan Bukit Pakar Timur No. 100, Bandung. Pertunjukan ini diselenggarakan atas kerja sama Keluarga Mahasiswa Teater ISBI Bandung, LPM Daunjati ISBI Bandung, Selasar Sunaryo Art Space dan Kopi Selasar.
Aktor yang berperan dalam pertunjukan ini adalah John Heryanto, Ganda Swarna, Hilmie Zein dengan koreografer Tazkia Hariny, komposer Lawe Samagaha, pemusik Romy Jaya Saputra, skenografer Eko Sutrisno, videografer Vanny Rantini, editor Immanuel Deporaz, Desain cahaya Puji Koswara, Dramaturg Taufik Darwis, sutradara Riyadhus Shalihin, desain dan fotografer Mega Noviandari, produksi Habib Koesnady dan manajer produksi Rahmah Fitriyani.
‘Cut-Off’ (peraih hibah seni kelola 2016) mencoba mempertunjukkan peristiwa sejarah di sekitar pembuatan Jalan Raya Pos, Anyer-Panarukan oleh Daendels dan efek sosial pembuatan jalan yang kita alami setiap harinya. Di mana, ada suara bernama massa dan mayoritas serta segelintir orang yang selalu berebut ruang di jalanan. Pertunjukan ini sifatnya tidak tetap. Penanda waktu juga meloncat loncat- antara isu di sekitar Jalan Raya Pos dan isu jalanan hari ini yang chaos sebagai arena pertarungan.