Senin 29 Feb 2016 15:00 WIB

Maria Theresia Yulita, Direktur Utama Rumah Sakit Omni: Melayani karena Kepercayaan

Red:

Republika/Darmawan

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Rumah sakit (RS) di Indonesia dari tahun ke tahun terus menjamur, baik dari segi kualitas maupun kuantitas. RS terus saja berkembang. Namun, apakah dengan adanya sejumlah rumah sakit di Indonesia mampu menampung pasien yang ada? Direktur Utama Rumah Sakit Omni, Maria Theresia Yulita, bercerita banyak mengenai perkembangan bisnis rumah sakit di Indonesia. Misalnya, dari segi jumlah RS dan penduduk di Tanah Air yang ternyata masih belum seimbang.

Kendati demikian, menurut Maria, bisnis di bidang kesehatan ini cukup menarik dibandingkan sektor lainnya. Bahkan, para investor asing berdatangan ke Indonesia untuk menanamkan modalnya.

Menurut wanita yang pernah mengenyam pendidikan di Universitas Indonesia ini, masih banyak permasalahan dalam dunia medis di Indonesia. Sumber daya manusia menjadi salah satu masalah penting yang harus menjadi perhatian pemerintah. Jumlah lulusan yang ada saat ini dianggap belum memadai untuk kebutuhan RS di Indonesia.

Program yang ditawarkan pemerintah kepada penduduk Indonesia berupa BPJS dijelaskan sebagai langkah yang baik. Meskipun dalam perkembangannya, program tersebut masih menemui kendala.

Untuk mengetahui lebih lanjut mengenai perkembangan bisnis, kendala dan berbagai permasalahan di rumah sakit di Indonesia, termasuk pengelolaan dari RS Omni, berikut petikan wawancara wartawan Republika Rossi Handayani dengan Maria belum lama ini.

***

Bagaimana Anda melihat perkembangan bisnis rumah sakit saat ini?

Bisnis rumah sakit di Indonesia saat ini sangat menarik bila diban dingkan bisnis lainnya. Sampai saat ini terlihat banyak rumah sakit yang diba ngun dan investor datang ke Indonesia khusus untuk masuk ke bisnis rumah sakit. Di RS Omni sendiri hampir setiap pe kan, ada dua-tiga investor yang da tang. Mereka tertarik untuk membeli sa ham-saham kita. Mereka datang dari seluruh dunia, seperti Hong kong, Si nga pura, Jepang, dan lainnya, ada banyak sekali.

Apakah menurut Anda jumlah rumah sakit sudah memadai dengan jumlah penduduk Indonesia?

Berdasarkan data Badan Pusat Sta tistik tahun 2015, dari 255 juta pendu duk saat ini, rumah sakit totalnya hanya 1.952 dengan sekitar 150 ribu bed dari kelas tiga sampai VVIP. Jadi, menurut perhitungan, hanya 0,1 persen dari se tiap seribu penduduk yang bisa dilayani.

Tapi, bukan hanya masalah rumah sa kitnya, karena dengan bertumbuhnya banyak rumah sakit, kita juga berma salah dengan SDM. Dari dokter spesialis sangat kurang, dokter umumnya juga sa ngat kurang, perawatnya, tenaga medis, seperti laboratorium, apotek, sama-sama harus dibenahi.

Dilihat dari data, dokter spesialis kebutuhannya pada 2015 ada 11 ribu, sedangkan lulusannya hanya 1.425, jadi kemampuan pemenuhannya hanya satu persen. Sementara dokter umum hanya delapan persen. Kita masalahnya di situ, lulusan dokter spesialis, itu sub-subnya yang kurang. Kalau ontologi, di Indo nesia cuma 70, itu sedikit, apalagi untuk seluruh Indonesia, jadi ada kesenjangan.

Jika kita lihat secara positif, Indone sia harus bergerak membangun RS, SDM juga harus jalan. Kalau perlu peme rintah juga memberikan dana yang lebih untuk beasiswa para dokter untuk melanjutkan subspesialis. Itu bukan hanya beban pekerjaan bagi Omni, tapi juga seluruh Indonesia.

Itu hanya di Indonesia. Kan kalau kita punya tenaga yang lebih, kita bisa eks por dokter spesialis kita. Kita cegah jangan sampai pas globalisasi, mereka yang datang ke kita untuk mencari pasar, karena Indonesia memiliki pasar yang sangat besar.

Umumnya, satu RS bisa menampung berapa pasien? Bagaimana dengan SDM di RS Omni?

Bergantung bed-nya. Rata-rata kalau RS bisa dikelola dengan baik sekitar 150- 200. SDM di Omni dan RS lain sama, SDM yang ada tidak langsung bisa di berdayagunakan. Ada gap antara per kembangan di bidang medis dan yang ada di bidang pendidikan.

Jadi yang lulusan tidak langsung bisa kerja, latihan dulu karena misalnya alat-alat kita atau lab yang ada belum per nah mereka lihat. Alat-alat laborato rium mereka masih pakai yang konven sional. Sementara kita sudah computerized, jadi perkembangan memang sangat cepat. Itu yang harus disosialisa sikan dan dijadikan bahan kurikulum di pendidikan.

Sementara untuk RS besar seperti Omni, kita tidak melihat yang ada di Indonesia. Kita melihat sampai perkem bangan yang ada di dunia. Yang kemarin di Alam Sutra, kita melengkapi center kardiovaskular. Sekarang operasi jan tung yang biasa open sudah bisa dilaku kan dengan laparoskopi. Biasanya sam pai beberapa sentimeter, ini sekarang hanya sampai empat sampai lima sentimeter, seperti operasi kecil.

Bagaimana pendapat Anda dengan banyaknya orang Indonesia berobat ke luar negeri, seperti ke Singapura atau Malaysia?

Memang ada dimuat di majalah, hampir 500 ribu pasien kita ke Malaysia, 20 persen pasien Singapura katanya orang Indonesia. Saya pernah ngobrol, masalah di Indonesia tidak bisa dipecahkan dengan sendiri-sendiri, karena RS seperti di Singapura dan Malaysia itu dapat dukungan full dari pemerintah.

Dari impor barang saja dibebaskan dari pajak. Misalnya, obat mereka sudah membuat sendiri. Kalau kita kan masih impor sehingga mereka bisa efisien. Singapura juga didukung maskapai yang memberi diskon kalau dia berobat ke Singapura. Itu harusnya pemerintah mendukung kita agar end to end dari problem di Indonesia itu bisa dise le saikan.

Ada berapa banyak obat-obat an yang diimpor?

Banyak sekali. Masalahnya adalah farmasi kita belum mencukupi, bahkan produksinya itu untuk mencu kupi RS pemerintah dengan swasta, mereka agak kesulitan. Jadi bukan hanya pekerjaan RS, rumah sakit itu kan produk pela yanan akhir.

Kita menghidupkan banyak sumber daya dari farmasi, alat-alat, dan seba gai nya. Ada menteri perdagangan, pajak, menkes, harusnya mereka duduk bersama untuk melihat agar RS bisa bertahan dan memenangkan pasar, karena itu yang dilakukan Singapura dan Malaysia.

Apa yang menjadi faktor keber hasilan RS?

Sebetulnya itu kepercayaan. Kita melayani karena pasien kita percaya dengan kita. Jadi, intinya pasien percaya kalau kita memberi pelayanan terbaik. Kalau gedung, itu nyaman, aman, enak untuk mereka. Kita juga harus memberi pelayanan secara medis, sesuai dengan perkembangan ilmu sehingga pasien itu merasa puas.

Selain pelayanan apa lagi yang menjadi faktor keberhasilan rumah sakit?

Pelayanan sebetulnya seperti kemas an. Misal kalau di luar, kemasan sama. Kalau di Indonesia, kemasan masih bia sa saja. Sementara di Jepang, kemasan sudah sangat bagus. Kita di Indonesia seharusnya bisa belajar membuat ke masan yang bagus untuk setiap pela yanan.

Kita harus mengedukasi pasien ka rena ada kesenjangan antara pelayanan RS dan pasien. Kadang-kadang pasien kalau diperiksa, misalnya, berpikir kalau RS Indonesia lebih cari duit. Tapi, kalau di Singapura atau Malaysia diperiksa dari A sampai Z, mereka bilang, "Leng kap banget lho mereka."

Kita harus ada edukasi, setiap RS ada standar pelayanan medis yang me reka harusnya juga tahu. Maka itu, Omni sering membuat seminar, sebagai salah satu upaya untuk mendidik kon sumen kita bahwa bekerja ada stan darnya.

Edukasi memang diarahkan ke pasien Omni. Tapi, kita punya kewajiban untuk mengedukasi masyarakat, jadi kita punya tim komunitas. Ada yang bentuk profesi, ada yang korporat, misal dari gereja, masjid, pengajian, terus nanti perhimpunan jantung sehat, kencing manis. Kita punya tim-tim, termasuk tim perumahan.

Bagaimana menurut Anda dengan adanya BPJS?

Saya secara pribadi, bangga punya BPJS, meskipun banyak yang harus diperbaiki. Tapi, ini adalah langkah yang bagus untuk masyarakat Indonesia ke depan. Dengan adanya BPJS, RS harus bekerja dengan efisien sesuai dengan clinical pathway.

Sementara di Omni, sudah disiap kan clinical pathway sehingga kita bisa melayani BPJS dengan pelayanan yang terbaik. Kemarin, kita diundang BPJS, Omni dapat applause sebagai RS yang terbaik memberi pelayanan se-DKI. Diambil dari semua komplain, justru Omni dari semua yang masuk kepuasan pasien. Saya juga heran, itu 100 persen kita tidak ada komplain.

Ini tidak menutup kemungkinan untuk RS lain memberikan pelayanan yang terbaik. Jadi kita melayani dengan efisien, tidak mengurangi dari manfaat, tapi bisa dilakukan dengan baik.

Masalah apa yang ada dalam BPJS?

Masalah BPJS itu banyak obat yang kosong, yang di RS kalau mengganti, agak repot. Omni kalau ada obat kosong, kita berusaha memakai obat yang ada di formalium kita. Tapi, kalau RS lain kebanyakan obat kosong bisa diganti. Atau memang kalau tak masuk harga nya, ya mereka bilang kosong. Pasiennya balik lagi besok.

Tapi, kalau Omni tidak boleh. Omni harus memberikan standar pelayanan, kepuasan yang beda. Nah itu yang kita imbau. BPJS kan harganya di patok, mereka ada beberapa yang me ngeluh karena harganya terlalu rendah.

Kebetulan Omni sudah dibantu bebe rapa teman. Di BPJS nanti akan ada layanan kemo center, cancer center, obat yang untuk satu bulan itu kronik, kita akan layani. Nanti kita akan siapkan rujukan untuk hipertensi karena seka rang sulit sekali antrean panjang, termasuk antrean untuk jantung. Jadi, Omni dengan BPJS itu melayani, tidak nambah.

Bagaimana dengan perkembangan RS Omni dari berdiri hingga saat ini?

Dalam tahun terakhir kita inginnya berlari, bukan dalam bentuk jumlah, melainkan kualitas. Jumlah bisa target 40 atau 50, kalau kualitasnya kurang itu tidak baik. Jadi memang kita akan me nambah dalam jumlah, tapi kita konsen terhadap kualitas dan pelayanan. Standar-standar layanan kita leng kapi semua. Omni kebetulan banyak mendapat penghargaan setelah kerja keras kita. Kita dapat penghargaan dari Amazing Management Hospital 2014, dari majalah SWA menjadi RS favorit se-Indonesia dengan loyaliti pasien yang tertinggi.

Terus, dari akreditasi KARS pari purna kita mendapat paripurna dengan nilai tertinggi di seluruh RS Indonesia, baik itu RS swasta maupun pemerintah. Jadi kita serius membenahi RS. Di Alam Sutra, kita juga mendapat penghargaan, misalnya sayang ibu seprovinsi, pemberian ASI terbaik. Se lama 2014-2015, kita terus mendapat peng hargaan, yang intinya kita mem perhatikan semua pelayanan sehingga bisa diterima masyarakat. Kita sudah berdiri dua rumah sakit, kemudian yang sedang dipersiapkan ada dua. Di Cikarang, pada Maret akan ada soft launching. Satu lagi di Balikpapan pada pertengahan 2017.

Investasi yang dibutuhkan untuk RS?

Rata-rata dengan 200 bed itu sekitar Rp 300 miliar.

Pelayanan apa saja yang dibe rikan oleh RS Omni?

Kalau Omni setiap RS-nya memiliki center-center tersendiri. Jadi memang sebetulnya center kita itu, neurosur gery, ortopedi, kita masuk ke jantung kar dio vaskular center, urologi center, kawasaki center. Manfaat dari adanya center ini, karena sudah berani sebut center kita peralatannya lengkap, dok ternya sampai subspesialis, lengkap.

Apa yang ditawarkan kepada pasien di RS Cikarang dan Balik papan?

Nanti yang di Cikarang itu akan bergabung di kita neurosurgery, se hingga lengkap karena di sana banyak kecela kaan kerja. Di sana, kan banyak motor, saya sudah lihat kemarin angka di dinas, trauma kapitis sangat tinggi. Selain itu, ortopedi kita lengkapi dengan alat-alatnya, terutama trauma center. Di Balikpapan tak jauh beda, jadi kalau daerah perusahaan, ya kecelakaan kerja. Selain itu, ada kasus paru, itu kan banyak juga di daerah perusahaan.

Apakah SDM di Cikarang sudah siap?

Kalau mempersiapkan RS, kita sudah mengambil direkturnya setahun sebelumnya. Terus manajernya delapan bulan sebelum RS berdiri kita sudah angkat semuanya. Sampai lapisannya yang penting-penting, misalnya OKA, ICU, emergency, laboratorium, apotek, itu minimal enam bulan sudah rekrut. Kita sudah latih sendiri sehingga waktu mereka buka bukan hal yang baru. Karena yang kita rekrut pun bukan junior. Omni beda dengan RS lain, Omni selalu ada dokter favorit yang kita gaet. Konsep Omni berbeda dengan RS lain, itu yang membuat Omni meskipun ada masalah tetap bertahan.

Siapa saja mitra rumah sakit Omni? Apa saja pertimbangan rumah sakit dalam melakukan kerja sama?

Kita punya kerja sama dengan asuransi. Selain itu, juga kerja sama dengan RS kecil yang berada di sekitar kita. RS kecil itu bukan kita anggap se bagai musuh ya, tapi kita ayomi se hingga mereka kalau tak punya fasilitas, seperti cath lab, misalnya, mereka jangan langsung menolak pasien, nanti pasien merasa kecewa. Saya selalu datang ke direkturnya, bilang ada, siap. Nanti bawalah ke Omni, dikerjakan di Omni dan dikembalikan lagi ke RS semula, sehingga hubungan antar-RS menjadi enak. Jadi kita tidak dipermainkan.

RS mana saja yang sudah kerja sama?

Ada Antam, Pertamina Jaya, Port Medical Center, Husada, Cikini, Carolus. Banyak ada lebih dari 10. Kerja sama kita sudah lama. Memang kita perbaiki dan kita tambah terus. Sehingga dimanfaatkan oleh RS lain, misalkan kemo center kita dimanfaatkan karena tidak semua orang mau investasi di mixing kemoterapi, itu mahal. Sementara untuk obat kemo, itu kalau dicampur secara manual bisa terhirup, lalu 10 tahun lagi, karya wannya bisa kanker. Maka itu, untuk mencampur, silakan pakai punya Omni sehingga rumah sakit aman dari tuntutan, aman juga untuk karyawan.

Apa target perusahaan di tahun ini dan jangka panjang?

Target ada lima RS untuk tiga tahun ke depan, tentu saja pembenahan dari pelayanan yang kita utamakan sehingga kualitas dari Omni tidak turun. Omni tidak takut untuk investasi di SDM yang bagus, selain kita perlu fisik, kita perlu equipment. Tapi yang jauh lebih penting itu membangun SDM, sehingga Omni full talent.

Harapan ke depan untuk pemerintah?

Pemerintah kita harapkan bisa fokus ke bidang kesehatan. Mereka sudah mulai dengan langkah yang bagus de ngan adanya BPJS. Tapi, untuk mem buat end to end process, pemerintah ju ga harus membantu semua yang ber kaitan sehingga RS yang di ujung dari pelayanan mendapat support. Kalau kita mendapat support, tentu saja kita akan melayani dengan baik. rep: Rossi Handayani   ed: Mansyur Faqih

***

Menjadi Pendengar yang Baik

Direktur Sarana Meditama Metropolitan, Maria Theresia Yulita, memiliki impian untuk membantu rumah sakit daerah di Indonesia agar bisa lebih maju. Kepemimpinannya di Rumah Sakit Omni Pulomas sejak beberapa tahun silam telah membawa beberapa penghargaan di bidangnya. Sebelumnya, ia telah mengajukan diri sebagai surveyor Komisi Akreditasi Rumah Sakit (KARS). Maria begitu senang setelah diterima dan akan segera mengemban tugas mulia untuk membantu rumah sakit lain meningkatkan kualitasnya.

"Saya mengajukan diri sebagai surveyor di KARS, kebetulan diterima. Kita bantu rumah sakit lain untuk berbenah agar sama-sama majulah, dengan semangat seperti itu," ujar wanita lulusan Universitas Tarumanegara tersebut kepada Republika belum lama ini.

Ia pun dapat belajar banyak di RS Omni Pulomas yang turut membantu mengembangkan rumah sakit lain di sekitarnya. Omni tidak berdiri sendiri, tetapi merangkul RS lainnya. Maria ingin ilmu yang dimilikinya dapat bermanfaat juga bagi rumah sakit lain, bahkan hingga daerah terpencil di Indonesia. "Moga-moga bermanfaat, sampai ilmu yang kita dapat kita berbagi dengan rumah sakit lain. RS lain di daerah kita bantu supaya manajemennya bagus, kan kita juga senang," kata Maria.

Dalam kesehariannya, Maria juga turut membantu kesulitan yang dialami dokter-dokter yang bekerja di RS Omni. Ia mengaku kerap menjadi pendengar yang baik dengan melayani curahan hati para dokternya, dari masalah pekerjaan sampai keluarga.

Menurut Maria, dokter-dokternya bukan hanya dianggap sebagai mitra kerja, melainkan juga sebagai teman baik. Apalagi, dokter juga memiliki kepribadian yang unik. Karena itu, Maria menginginkan agar dokternya lebih leluasa dan terbuka.

Namun, untuk membagi waktu luang dengan keluarga, diakuinya memang masih sulit. Terkadang, selama akhir pekan Maria masih sibuk di luar sehingga kerap mendapat protes dari anaknya yang masih kecil, Angela.

"Kayak saya hari libur, Sabtu-Minggu masih ada kerjaan yah, jadi kerjaan dalam artian seremonial. Anak saya sih kalau gak ada kegiatan, saya ajak. Mereka tahu mamanya keluar seperti apa, gak keluyuran," katanya.

Karena itu, selama libur panjang Maria memilih untuk menghabiskan waktu dengan keluarga di alam bebas. Ia mengajak anak-anaknya untuk pergi berkemah atau beraktivitas yang lebih ekstrem, seperti bermain arung jeram. rep: Rossi Handayani  ed: Mansyur Faqih

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement