Selasa 10 Jan 2017 16:00 WIB

RI Impor Garam 500 Ribu Ton

Red:

JAKARTA — Industri makanan dan minuman akan melakukan impor garam dalam jumlah besar pada tahun ini. Bahkan, hampir seluruh bahan baku garam akan menggunakan produk impor.

Ketua Umum Gabungan Pengusaha Makanan dan Minuman Indonesia (GAPMMI) Adhi S Lukman mengungkapkan, kebutuhan garam untuk industri makanan dan minuman tahun ini sekitar 500 ribu ton. Impor dilakukan karena tidak ada produksi garam tahun lalu.

"Mau nggak mau impor luar biasa," katanya saat ditemui di gedung Kementerian Perdagangan, Senin (9/1).

Dia mengakui, industri sulit untuk tidak melakukan impor mengingat kualitas bahan baku dalam negeri tidak sesuai dengan standar perusahaan. Tahun lalu saja, kata dia, sebagian besar kebutuhan garam yang mencapai 450 ribu ton dipenuhi dari impor.

Ia mengatakan, industri makanan dan minuman menggunakan garam dalam negeri dari PT Garam karena produksinya sesuai dengan standar kualitas industri.

"Tapi, tahun lalu produksi hampir nol yang biasanya di atas 2 juta ton," kata dia.

Direktur Jenderal Perdagangan Luar Negeri Kementerian Perdagangan Dody Edward mengatakan, Kemendag sudah melakukan rapat koordinasi dengan Kementerian Koordinator Kemaritiman terkait kebutuhan garam industri. Dalam rapat tersebut, disepakati akan dilakukan impor untuk memenuhi kebutuhan industri. Hanya, Dody mengaku lupa berapa banyak garam yang akan diimpor.

"Tapi, memang kebutuhan untuk industri makanan dan minuman cukup besar," katanya.

Dalam kesempatan terpisah, Direktur Utama PT Garam Achmad Budiono mengatakan, pihaknya sudah mendapat penugasan dari pemerintah untuk mengimpor garam konsumsi sebanyak 200 ribu ton pada semester I 2017.

"Sampai bulan April kami harus impor kira-kira 30 persen dari kebutuhan setengah tahun," kata Achmad di kantor Kemenko Bidang Kemaritiman.

Indonesia harus mengimpor garam konsumsi dan industri karena stoknya sangat minim. Diperkirakan, stok hanya sekitar lima persen dari kebutuhan. Sedangkan, masa panen garam lokal baru akan dimulai pada Juli 2017. "Intinya stok memang sedikit," ujarnya.

Meski kesulitan mendapatkan bahan baku garam, industri makanan dan minuman optimistis mampu tumbuh positif tahun ini. "Saya optimistis sama dengan tahun lalu sekitar 8,2-8,5 persen," kata Adhi S Lukman.

Pertumbuhan 8,2-8,5 persen atau sekitar Rp 1.400 triliun itu disebabkan kondisi industri mamin yang cukup mendukung. Ia melanjutkan, harga komoditas pertanian yang menjadi sumber daya beli masyarakat juga sudah mulai membaik.

"Ini kan bagus buat mamin. Jadi, saya optimistis pertumbuhannya baik," katanya.

Namun, gempuran global yang semakin kencang menjadi masalah yang perlu dihadapi. Perusahaan-perusahaan perlu menyiapkan strategi karena keuntungan yang didapat semakin kecil. Saat ini rata-rata margin industri makin turun menjadi di bawah 10 persen.

"Ini yang kurang sehat sebenarnya," kata dia.

Sebab, untuk keberlanjutan suatu industri, diperlukan keuntungan yang wajar, adanya investasi dan bangunan baru, juga berbagai kemajuan lainnya.

Menurutnya, untuk bersaing secara internasional, Indonesia perlu menerapkan kebijakan yang tepat. Hal ini didasari ketatnya perdagangan global dan kekalahan Indonesia di WTO yang menyebabkan ancaman gugatan semakin banyak.

Setelah kalah dengan Selandia Baru dan AS, kata dia, Indonesia akan menghadapi gugatan Brasil dan sebagainya. "Makanya, perdagangan dan peraturan harus dikaji benar-benar, nggak bisa membuat kebijakan yang sempit," katanya menegaskan.       rep: Melisa Riska Putri, ed: Satria Kartika Yudha

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement