JAKARTA -- Kartu kredit diwajibkan menggunakan Personal Identification Number (PIN) enam digit untuk verifikasi dan autentikasi mulai 1 Januari 2015. Namun, proses transisi mengubah tanda tangan dengan PIN masih terhambat alat pembaca kartu atau Electronic Data Capture (EDC).
Kewajiban penggunaan PIN tersebut sesuai Peraturan Bank Indonesia (PBI) Nomor 14 Tahun 2012 serta Surat Edaran no. 14/17/DASP tentang Penyelenggaraan Alat Pembayaran Menggunakan Kartu. Transaksi kartu kredit tidak boleh lagi menggunakan tanda tangan sebagai sarana verifikasi.
Direktur Departemen Kebijakan Pengawasan Sistem Pembayaran BI Ida Nuryanti mengungkapkan, nasabah telah mendapatkan PIN untuk transaksi kartu kredit. Sayangnya, PIN tersebut untuk saat ini tidak dapat langsung digunakan. "Masih ada EDC yang belum siap," ujarnya di Jakarta, Rabu (1/10).
General Manager Asosiasi Kartu Kredit Indonesia (AKKI) Steve Marta mengakui, industri kartu kredit dan BI mencoba untuk melakukan transisi perpindahan verifikasi dari tanda tangan ke PIN semulus mungkin. Namun, kesiapan mesin EDC dinilai lebih rumit daripada kesiapan PIN. Mesin EDC tersebut harus diinjeksi oleh perangkat lunak (software) terlebih dahulu.
"Sekarang sudah ada beberapa tempat yang bisa menerima PIN. Sampai 30 Desember, industri masih memberikan keleluasaan pada merchant," ujarnya.
Indonesia merupakan negara pertama yang wajib menerapkan PIN untuk verifikasi kartu kredit. Eropa dan Kanada juga telah menggunakan PIN, tetapi sifatnya opsional. Masyarakat Indonesia yang bertransaksi menggunakan kartu kredit di luar negeri masih dapat menggunakan tanda tangan sebagai verifikasi. "Di negara yang sudah pakai PIN bisa pilih, tapi kalau yang masih tanda tangan, pakai tanda tangan," ujarnya.
Deputi Gubernur Bank Indonesia (BI) Ronald Waas mengatakan, ketentuan tersebut merupakan bagian dari perlindungan konsumen kartu kredit. "BI mencoba mengingatkan industri dan masyarakat bahwa pada 2012 BI mengeluarkan kebijakan untuk memperkuat perlindungan konsumen kartu kredit," ujar Ronald.
Penggunaan PIN dinilai lebih aman dibanding tanda tangan karena hanya diketahui pemiliknya. Saat ini, beberapa penerbit kartu kredit telah menyampaikan PIN kepada nasabahnya. Ronald mengatakan, nasabah yang belum menerima diharapkan mengontak bank bersangkutan.
Pengguna turun
Selain kewajiban pemakaian PIN, BI juga membatasi kepemilikan kartu kredit yang efektif mulai 1 Januari 2015. Dalam aturan BI, kartu kredit hanya boleh dimiliki bagi mereka yang berpendapatan di atas Rp 3 juta. Mereka yang memiliki pendapatan Rp 3 juta -Rp10 juta hanya boleh memiliki kartu kredit dengan maksimal dua penerbit. Sementara itu, individu dengan pendapatan lebih dari Rp 10 juta tidak dibatasi kepemilikan kartu kreditnya.
Pembatasan kepemilikan tersebut dinilai AKKI berpotensi mengurangi pengguna hingga 450 ribu. General Manager AKKI Steve Marta mengungkapkan, terdapat sekitar tiga-empat juta pengguna kartu yang berpendapatan Rp 3 juta- Rp 10 juta. Dari jumlah itu, sebanyak 450 ribu pengguna memiliki lebih dari dua kartu. Mereka harus memilih kartu mana yang akan ditutup. "Kurang lebih ya berkurang 450 ribu," ujar Steve.
Dalam penutupan kartu, AKKI dan otoritas serta industri melihat beberapa aspek, seperti kolektabilitas. "Kalau kurang baik, itu yang kita tutup. Kemudian aktif tidak aktif. Kita juga lihat berapa lama pegang kartu, yang paling baru yang ditutup," ujarnya.
Kendati terdapat potensi penurunan pengguna kartu, Steve optimistis pengguna kartu kredit akan tetap tumbuh. Namun, pertumbuhan kartu tahun ini melambat menjadi hanya lima persen. "Biasanya satu tahun ini 10-11 persen. Kita lihat ke depan pertumbuhan masih tetap ada," ujarnya. rep:satya festiani ed: nur aini