JAKARTA — Nilai tukar rupiah terhadap dolar AS menguat tipis. Penguatan tersebut disebabkan oleh inflasi yang rendah. Berdasarkan data Jakarta Interbank Spot Dollar Rate, nilai tukar rupiah pada Kamis (2/10) ditransaksikan pada Rp 12.136 per dolar AS atau menguat 52 poin dibandingkan hari sebelumnya.
Ekonom Sri Adiningsih mengatakan, penguatan rupiah yang tak signifikan tersebut disebabkan oleh adanya profit taking dan angka inflasi yang terjaga. Badan Pusat Statistik (BPS) mencatat inflasi September hanya sebesar 0,27 persen month to month (mtm) sehingga secara tahunan inflasi hanya sebesar 4,53 persen year on year (yoy).
Sri juga menilai, penguatan sedikit didorong dengan terpilihnya paket pimpinan DPR dari Koalisi Merah Putih. Koalisi ini mengusung pimpinan DPR dengan formasi ketua Setya Novanto dari Golkar, Fadli Zon dari Gerindra, Agus Hermanto dari Demokrat, Taufik Kurniawan dari PAN, dan Fahri Hamzah dari PKS. "Paling tidak, pasar melihat respons kubu Jokowi-JK cukup positif," ujar Sri kepada Republika, Kamis (2/10).
Penguatan rupiah saat ini masih bersifat sementara. Rupiah masih dipengaruhi faktor eksternal, seperti rencana kenaikan suku bunga AS. Sri mengatakan, rupiah dapat menguat secara permanen jika pemerintah baru dapat meyakinkan investor bahwa ekonomi Indonesia akan terjaga dan menguntungkan bagi investor. "Kalau itu tak dilakukan, bisa melemah lagi," katanya.
Ia melanjutkan, investor saat ini masih menunggu siapa yang akan menduduki kabinet baru, terutama tim ekonomi dan kebijakannya. Kabinet yang dipercaya dapat menjaga stabilitas makro dengan baik dan kredibel akan memberikan sinyal positif bagi investor.
Bank Indonesia (BI) menilai, inflasi hingga September masih sejalan dengan target inflasi sebesar 3,5-5,5 persen pada 2014. Direktur Eksekutif Departemen Komunikasi BI Tirta Segara mengatakan, BI terus mencermati risiko inflasi, terutama terkait kemungkinan penyesuaian harga bahan bakar minyak (BBM) bersubsidi pada triwulan IV 2014. "BI akan memperkuat koordinasi pengendalian inflasi dengan pemerintah, baik pusat maupun daerah untuk meminimalkan dampak lanjutan yang ditimbulkan," ujar Tirta.
Sejak awal pekan ini, nilai tukar rupiah terhadap dolar AS berada di atas level Rp 12 ribu per dolar AS. Berdasarkan kurs tengah BI, nilai tukar rupiah secara berturut-turut sejak Senin (29/9) sampai dengan Kamis (2/10) tercatat Rp 12.120, Rp 12.212, Rp 12.118, dan 12.136. Menteri Koordinator Perekonomian Chairul Tanjung memiliki analisis tersendiri perihal pelemahan rupiah tersebut.
Menurut Chairul, pelemahan rupiah tak lepas dari dinamika politik dalam negeri, khususnya di parlemen. Sebab, koalisi partai pendukung pemerintahan presiden dan wakil presiden terpilih Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) memiliki jumlah kursi yang lebih sedikit dibandingkan Koalisi Merah Putih. Kondisi gaduh pun tampak dalam pengesahan Rancangan Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (RUU Pilkada) menjadi undang-undang, pekan lalu.
Sebagai sosok yang besar di dunia bisnis, Chairul berpandangan, kondisi politik yang gaduh sangat negatif bagi dunia usaha. "Karena pasar, kan tahu pemerintah tidak akan punya gerak leluasa kalau tidak didukung parlemen. Faktor itu lebih kencang dibandingkan dengan faktor rencana the Fed menaikkan tingkat suku bunga. Jadi, faktor dalam negerinya lebih kuat," ujar Chairul.
Penjelasan yang sama pun telah disampaikan Chairul ketika ditanya oleh Presiden Susilo Bambang Yudhoyono tatkala melakoni perjalanan dinas ke luar negeri sejak dua pekan silam.
Oleh karena itu, Chaitul berharap, pemerintahan mendatang memahami kondisi ini dan mencoba meraih dukungan yang lebih besar dari parlemen. Maksud Chairul dalam konteks tersebut, yaitu penambahan jumlah partai yang mendukung pemerintahan Jokowi-JK demi menambah kekuatan. rep: satya festiani/muhammad iqbal ed: eh ismail