JAKARTA -- Partai Demokrat akhirnya mengambil sikap untuk tetap mempertahankan pemilihan kepala daerah secara langsung. Sebagai fraksi yang memiliki kursi terbesar di DPR, perubahan sikap Demokrat ini akan sangat menentukan proses pengambilan keputusan RUU Pilkada di DPR. "Ada 10 catatan dari partai. Jika semuanya masuk dalam RUU maka Demokrat mendukung pilkada langsung," kata Ketua Harian DPP Partai Demokrat Syarief Hasan, dalam keterangan persnya, Kamis (18/9).
Di antara 10 catatan syarat dari Demokrat dalam mendukung pilkada langsung, terang Syarief, adalah harus digelarnya uji publik atas integritas dan kompetensi calon kepala daerah, efisiensi biaya penyelenggaraan pilkada, dan pengaturan kampanye, termasuk pembatasan kampanye terbuka. Pelarangan fitnah dan kampanye hitam, akuntabilitas dana kampanye, dan larangan pemberian mahar agar dipilih partai tertentu juga menjadi syarat yang diajukan Demokrat.
Menurut Syarief, keputusan ini diambil dengan salah satu alasannya yakni pilkada langsung terjadi saat era pemerintahan Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) yang merupakan ketua umum DPP Partai Demokrat. Namun, Demokrat menginginkan adanya perbaikan sistem untuk mengurangi ekses negatif pilkada langsung. "Pada dasarnya Demokrat melakukan perbaikan, penyempurnaan, sehingga proses pilkada lebih sempurna."
Perubahan sikap politik Demokrat ini mulai terbaca sejak Ahad (14/9) malam, ketika Susilo Bambang Yudhoyono berbicara soal RUU Pilkada lewat tayangan Youtube. Dalam penjelasan politiknya itu terlihat bahwa Demokrat lebih mendukung pilkada langsung. Pada Rabu (17/9) diketahui Ketua Harian DPP PD Syarif Hasan bertemu dengan Ketua DPP PDIP Puan Maharani. Namun, pers tak mendapat konfirmasi apa poin yang mereka bicarakan.
Dengan sikap terbaru Demokrat ini, konstelasi kelompok fraksi terkait pembahasan RUU Pilkada di DPR menjadi berubah. Dengan jumlah kursi terbanyak di DPR, yakni 148, Demokrat bersama fraksi pendukung pilkada langsung yakni PDIP, PKB, dan Hanura dipastikan akan memperoleh suara mayoritas jika nantinya pengesahan RUU Pilkada harus melalui mekanisme voting. Pengambilan keputusan RUU Pilkada sendiri dijadwalkan pada 25 September mendatang lewat Sidang Paripurna terakhir DPR periode 2009-2014.
Ketua Dewan Kehormatan Partai Demokrat Amir Syamsuddin menambahkan, sikap Demokrat bukan disebabkan oleh adanya tawaran kursi menteri dari kubu presiden terpilih, Joko Widodo. "Nggak ada pertimbangan-pertimbangan seperti itu yang kami pikirkan. Yang manfaat buat rakyat. Rakyat kan senang kalau hak demokrasi mereka dirawat, ditingkatkan, dan dipelihara."
Direktur Jenderal Otonomi Daerah Kementerian Dalam Negeri Djohermansyah Djohan mengatakan, sikap formal partai baru bisa dipastikan saat pertemuan antara pemerintah dan DPR pada 22 September mendatang. Saat itu akan terjadi proses pengambilan keputusan tingkat satu RUU Pilkada. "Tapi, kalau partai membuat pengumuman sebelum itu ya mungkin saja," kata Djohermansyah, Kamis.
Djohermansyah menerangkan, pembahasan RUU Pilkada saat ini dalam tahap finalisasi. Ia mengatakan, pemerintah di dalam rapat tim sinkronisasi dan tim perumus Panja RUU Pilkada sudah menyepakati menyiapkan dua opsi. Opsi pertama adalah pemilihan gubernur dan wali kota secara langsung. Yang kedua, pilkada secara tidak langsung atau oleh DPRD.
Menurut Djohermansyah, RUU Pilkada sudah tiga tahun dibahas di DPR dan persiapannya sudah berlangsung selama empat tahun. Pada 2015 mendatang, Indonesia akan menghadapi 204 pilkada. "Andai kata ini tidak diselesaikan, pilkada ini akan banyak kekurangan dan kelemahannya. Kita ingin menyempurnakan pilkada ini ke depan," kata Djohermansyah
Wakil presiden terpilih Jusuf Kalla (JK) menyambut baik sikap Demokrat yang berubah mendukung pilkada langsung dalam pembahasan RUU Pilkada. Menurut JK, sikap Partai Demokrat itu menunjukkan partai tersebut sejalan dengan pemikiran pemerintah yang setuju dengan pemilihan kepala daerah secara langsung. "Ini tentu berarti mendekatkan (Demokrat ke kubu Jokowi-JK)," kata JK. rep:antara/ira sasmita/muhammad iqbal/c83/c73 ed: andri saubani