SURABAYA -- Teka-teki berapa besaran kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) masih belum terjawab. Pemerintah enggan berkomentar kapan dan berapa angka kenaikannya.
Namun, Direktur Pemasaran dan Niaga Pertamina Hanung Budya menjelaskan, Kamis (6/11), mengacu Mean Of Plats Singapore (MOPS), harga keekonomian BBM jenis Premium hanya Rp 8.600 per liter atau selisih Rp 2.100 dibanding yang djual di dalam negeri saat ini. Besaran itu mengacu pada harga BBM dunia terakhir pada MOPS yang berkisar 92 dolar AS per barel atau turun sekitar 18 dolar AS dari September lalu 110 dolar AS per barel.
Hanung mengakui, kenaikan harga BBM bersubsidi akan memangkas defisit kuota BBM. Tanpa upaya pengendalian, akan terjadi defisit sebesar 1,9 juta kiloliter (kl). "Jika pemerintah menaikkan BBM, katakanlah dengan selisih Rp 1.000 dengan harga keekonomian (atau sekitar Rp 7.600 per liter), defisit bisa ditekan menjadi 1,6 juta kl," ujar Hanung ketika melakukan inspeksi di Surabaya, kemarin.
Hanung menambahkan, saat ini stok BBM bersubsidi jenis Premium hanya cukup sampai 20 Desember, sedangkan solar diyakini habis pada 23 Desember. Tim transisi Presiden Joko Widodo (Jokowi) pernah menyebutkan rencana kenaikan sebesar Rp 3.000 per liter. Dengan harga Premium saat ini Rp 6.500 per liter, pascakenaikan bensin akan dijual Rp 9.500 per liter atau lebih besar Rp 600 dari harga keekonomian seperti disebutkan Hanung, Rp 8.600.
Baik Menko Perekonomian Sofyan Djalil maupun Wapres Jusuf Kalla tak menampik jika penghitungan besaran kenaikan BBM mempertimbangkan anjloknya harga minyak dunia. Kendati Menteri Keuangan Bambang Brodjonegoro mengingatkan pelemahan nilai tukar rupiah terhadap dolar AS yang juga memengaruhi anggaran.
Sofyan Djalil meminta masyarakat menunggu soal besaran kenaikan BBM. "Kalau soal harganya jadi berapa, akan diumumkan. Tunggu saja ya," ujarnya. Namun, Sofyan menilai kenaikan BBM merupakan hal mendesak di tengah semakin menipisnya kuota dan subsidi yang tidak tepat sasaran.
Pengamat ekonomi Enny Sri Hartati berharap pemerintah mau melakukan transparansi terkait kenaikan harga BBM. Masyarakat, kata dia, perlu tahu seberapa besar BBM bersubsidi membebani anggaran dengan kondisi saat ini. "Harus ada transparansi. Misalnya, berapa harga biaya pokok untuk menghasilkan satu liter Premium," kata Enny kepada Republika.
Secara terpisah, politikus PDI Perjuangan Rieke Diah Pitaloka mengatakan, sikap resmi PDIP terkait kenaikan harga bahan bakar minyak (BBM) masih menunggu Ketua Umum Megawati Soekarnoputri. "Sampai saat ini kita belum ada perintah dari pimpinan partai atau ketua umum (Megawati) untuk persoalan BBM ini," katanya di Kompleks Parlemen Senayan, Jakarta, Kamis (6/11).
n c54/mas alamil huda/agus raharjo/m akbar wijaya