Selasa 19 Apr 2016 13:00 WIB

Reklamasi Dihentikan

Red:
  (dari kiri) Menteri LHK Siti Nurbaya, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama usai Rapat Koordinasi Reklamasi Pantai Utara Jakarta di Gedung Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (18/4).(Republika/Yasin Habibi)
(dari kiri) Menteri LHK Siti Nurbaya, Menko Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama usai Rapat Koordinasi Reklamasi Pantai Utara Jakarta di Gedung Kemenko Maritim, Jakarta, Senin (18/4).(Republika/Yasin Habibi)

JAKARTA -- Pemerintah memutuskan menghentikan sementara reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan dicapai dalam rapat pemerintah pusat dengan Pemerintah Provinsi DKI Jakarta, di Kantor Kementerian Koordinator Bidang Maritim dan Sumber Daya, Senin (18/4).

Rapat gabungan ini dipimpin Menteri Koordinator Maritim dan Sumber Daya Rizal Ramli. Hadir dalam rapat, di antaranya Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya dan Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama. Menteri Kelautan dan Perikan Susi Pudjiastuti tak hadir karena sedang mengikuti rombongan Presiden Jokowi ke luar negeri. Susi digantikan oleh Dirjen Pengelolaan Ruang Laut Kementerian Kelautan dan Perikanan Brahmantya Satyamurti.

''Kami memerintahkan menghentikan sementara (moratorium) reklamasi sampai semua persyaratan, undang-undang, dan peraturan dipenuhi,'' kata Rizal.

Ia menjelaskan, reklamasi Teluk Jakarta telah menimbulkan polemik. Ini tak lepas dari adanya tumpang-tindih dalam peraturan atau undang-undang yang ada. ''Memang ada yang bolong-bolong dalam peraturan atau undang-undang,'' katanya.

Selanjutnya, dibentuk komite gabungan dari kementerian terkait dan tim gubernur untuk menyelesaikan polemik reklamasi. Pada Kamis (21/4), bakal ada rapat komite mengenai apa yang perlu diselaraskan dan mengaudit apa yang masih bolong dan harus diperbaiki.

Rizal menegaskan keinginannya menyelesaikan permasalahan ini secara tuntas mengingat kasus serupa juga terjadi di wilayah lain. Dengan demikian, kesepakatan antara pemerintah pusat dan pemprov bisa dijadikan referensi di seluruh Indonesia.

Lebih jauh, Rizal mengaku tak khawatir digugat para pengembang atas aksinya menghentikan pembangunan megaproyek reklamasi Teluk Jakarta. ''Enggak usah khawatir ada gugatan. Kedua, siapa yang berani gugat Rizal Ramli," ujarnya.

Menteri Lingkungan Hidup dan Kehutanan Siti Nurbaya menuturkan, tiga indikasi yang diamati di lapangan oleh kementeriannya, yakni mengenai pencemaran, kerusakan lingkungan hidup, dan keresahan sosial masyarakat. ''Ini jadi instrumen pemberhentian reklamasi.''

Ia menyebut, masalah analisis dampak lingkungan (amdal) pulau-pulau yang direklamasi belum mencukupi. Amdal untuk pulau-pulau yang sifatnya tunggal itu, harus dilengkapi dengan kajian kewilayahannya. Istilahnya, kajian lingkungan hidup strategis.

Sebelumnya, dalam rapat dengan Komisi IV DPR, Siti juga bersepakat agar reklamasi dihentikan. Ia mempertimbangkan beberapa fakta yang menunjukkan bahwa Pemprov DKI Jakarta melakukan sejumlah pelanggaran hukum dalam menerbitkan izin reklamasi.

Pada 2015, Gubernur DKI Jakarta Basuki Tjahaja Purnama alias Ahok mengeluarkan izin reklamasi Pulau G, F, I, dan Pulau K. Masih terdapat 13 pulau lainnya yang belum mendapatkan izin reklamasi. Siti menyatakan, izin dikeluarkan tanpa ada perda rencana zonasi.

Menurut dia, langkah ini bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 1 Tahun 2014 tentang Perubahan Atas Undang-Undang Nomor 27 Tahun 2007 tentang Pengelolaan Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil pada Pasal 30 Ayat 3.

Pasal itu menyatakan, perubahan peruntukan dan fungsi zona inti yang bernilai strategis ditetapkan menteri dengan persetujuan DPR dan Peraturan Presiden Nomor 112 Tahun 2012 tentang Reklamasi di Wilayah Pesisir dan Pulau-Pulau Kecil.

Provinsi DKI Jakarta tidak mempunyai landasan peneribitan izin reklamasi Teluk Jakarta. Keputusan Presiden Nomor 52 Tahun 1995 tentang Reklamasi Pantai Utara Jakarta telah dicabut melalui Peraturan Pemerintah Nomor 54 Tahun 2008 mengenai izin reklamasi.

Siti juga menyatakan, izin reklamasi tidak dapat dikeluarkan berdasarkan rencana tata ruang dan wilayah (RTRW), tetapi berdasarkan rencana zonasi wilayah pesisir dan pulau-pulau kecil (RZWP3K). Saat ini, Provinsi DKI Jakarta belum memiliki perda RZWP3K.

''Selain itu, tak ada konsultasi secara kontinu yang dilakukan pemprov dengan kementerian terkait soal reklamasi ini,'' kata Siti. Padahal, menterilah yang  berwenang menerbitkan dan mencabut izin pemanfaatan pulau kecil yang menimbulkan dampak penting.

Sementara itu, Ahok menyatakan, tidak ada yang salah dalam proyek reklamasi Teluk Jakarta. Namun, permasalahannya ada pada aturan yang tumpang-tindih. ''Sekarang kita sadar, ada tumpang-tindih peraturan," katanya.

Menurut dia, dengan adanya moratorium, permasalahan tumpang-tindih aturan itu bisa segera diselesaikan. Harus sekelas menteri yang mengatur dan diharapkan bisa cepat penyelesaiannya. Ia yakin dengan status moratorium, tak ada tuntutan dari pengembang.

Ahok merasa cukup terbantu dengan pertemuan gabungan kemarin mengingat selama ini ia merasa menjadi sasaran tembak dalam proyek reklamasi. "Inisiatif dari Pak Menko (Rizal Ramli), saya paling ringan. Kalau enggak, saya diserang mulu," ungkapnya.

Wakil Presiden Jusuf Kalla menyerahkan sinkronisasi aturan reklamasi Teluk Jakarta kepada kementerian terkait. Menurut dia, proyek reklamasi dapat dilanjutkan jika telah memenuhi syarat. ''Yang memenuhi syarat boleh, yang tidak memenuhi syarat tidak boleh.''

Sebelumnya, Kalla meminta agar proyek reklamasi dihentikan untuk sementara. Ia tak mempersoalkan, Ahok yang mempertanyakan dasar hukum penghentian reklamasi. Kalla menganggap itu hal biasa. ''Kalau bukan begitu, bukan Ahok," katanya.   rep: Muhammad Nursyamsyi, Eko Supriyadi/ antara, ed: Ferry Kisihandi

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement