Sabtu 07 Jan 2017 16:00 WIB

Subsidi Listrik Hanya untuk Rumah Bilik Bambu

Red:

JAKARTA -- Pemerintah akan mengubah strategi pemberian subsidi listrik agar lebih tepat sasaran. Hal tersebut diklaim sebagai salah satu strategi yang akan dijalankan pemerintah pada 2017 demi mengatasi ketimpangan ekonomi nasional.

Sekretaris Eksekutif Tim Nasional Percepatan Penanggulangan Kemiskinan (TNP2K), Bambang Widianto, mengatakan, pemerintah bersama dengan PLN telah mendata jutaan rumah tangga yang masuk dalam kategori 40 persen masyarakat termiskin. Pendataan itu dilakukan dengan mengacu pada sejumlah variabel tertentu yang menggambarkan tingkat ekonomi sebuah keluarga.

Misalnya, rumah tangga yang dinding rumahnya masih terbuat dari bilik bambu, atau yang lantainya belum berlapis keramik. "Kita akan mengurut 40 persen paling bawah. Kalau tidak masuk di situ, berarti tidak akan dapat tarif listrik subsidi," kata Bambang, di gedung Kantor Staf Kepresidenan, Jumat (6/1).

Pada tahun ini, sambung dia, akan ada empat juta pelanggan baru listrik 450 VA yang bersubsidi. Sehingga, total pelanggan yang akan menjadi penerima tarif subsidi listrik akan menjadi 27 juta keluarga, dari yang sebelumnya 23 juta.

Menurut Bambang, berdasarkan data yang dimiliki pemerintah, saat ini masih lebih banyak jumlah pelanggan listrik 900 VA dibandingkan 450 VA. Artinya, subsidi yang diberikan pemerintah masih lebih banyak dinikmati kalangan menengah dibanding dengan rakyat miskin. Oleh karena itu, pemerintah menerapkan cara baru untuk memastikan dana yang dialokasikan negara dapat diterima oleh orang yang benar-benar membutuhkan.

Direktur Utama PT Perusahaan Listrik Negara (Persero) Sofyan Basir menyebutkan, awal tahun ini tariff adjustment untuk golongan 450 VA ke atas, kecuali golongan 900 VA, justru mengalami penurunan. Sepertiga dari 18,7 juta pelanggan listrik 900 VA subsidinya resmi dicabut. Tarif listrik sepertiga pelanggan itu per 1 Januari 2017 resmi dinaikkan dari Rp 605 per kilo watt hour (kWh) akan naik menjadi Rp 791 per kWh.

"Yang tidak diberikan adalah 900 watt. Memang tidak layak mereka menerima subsidi. Karena banyak, ada kos 40 kamar ditaruhnya 900 watt. Rumah kontrakan juga banyak yang menggunakan dua kali 900 watt. Ini hal yang kita hilangkan karena ini pencurian subsidi," ujar Sofyan.

Sebagai kompensasi dari pengalihan subsidi pelanggan listrik golongan 900 VA ini, PLN dan pemerintah menargetkan penambahan desa yang tersambung listrik hingga 2.000 desa pada 2017. Angka ini menjadi bagian dari 12 ribu desa terluar yang sampai saat ini tercatat belum tersentuh aliran listrik.

Meski pro dan kontra masih disuarakan masyarakat, Sofyan menegaskan, kebijakan ini sudah melalui pembahasan mendalam lintas kementerian dan lembaga, termasuk Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM), Kementerian Dalam Negeri, TNP2K, BPS, dan PLN. "Kami telah melakukan survei dengan keliling menyusuri tiap desa dan dusun di tiap kota untuk meneliti selama 10 bulan kemarin. Jadi, tidak ada kenaikan tarif listrik, yang ada mereka yang tidak berhak kami berhentikan untuk menerima subsidi," kata Sofyan.

Berdasarkan catatan PLN, sebanyak 1.300 desa masih belum teraliri listrik di Sumatra. Sedangkan, 1.400 desa lainnya juga masih belum tersentuh listrik di Papua. Tahun ini, pemerintah menganggarkan Rp 4 triliun untuk penerangan di 2.000 desa dan penerimaan sebesar Rp 20 triliun dari efisiensi subsidi akan dikembalikan untuk pembangunan infrastruktur desa tertinggal. "Contohnya, tahun kemarin kami dapat PMN (Penyertaan Modal Negara) Rp 10 triliun untuk bangun transmisi, gardu induk, dan desa tertinggal," ujar Sofyan.

Sebelumnya, Presiden Joko Widodo mengatakan, konsumsi listrik di Indonesia saat ini masih rendah dibandingkan negara lain. Konsumsi listrik per kapita Indonesia hanya 917 Kwh pada 2015.  Sementara di negara lain, seperti Vietnam sudah 1.715 Kwh. Bahkan, Singapura sudah mencapai 9.146 Kwh. "Kalau kita ingin tumbuh cepat lagi melakukan pembangunan di seluruh pelosok Tanah Air, kebutuhan listrik akan meningkat," kata dia.

Jokowi menegaskan, ketersediaan energi nasional merupakan kunci dalam mengentaskan kemiskinan dan ketimpangan. Pemerintah, menurut dia, harus lebih fokus dan lebih giat lagi dalam mempercepat pemerataan pembangunan, termasuk di sektor energi.  "Sehingga keadilan sosial bagi seluruh rakyat Indonesia betul-betul bisa terwujud," ucap Jokowi.

Keadilan di bidang energi bukan hanya soal ketersediaan listrik. Jokowi menyatakan, ketersediaan energi berupa bahan bakar minyak (BBM) yang murah dan merata juga harus diwujudkan.      rep: Halimatus Sa'diyah, ed: Fitriyan Zamzami

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement