Kamis 05 Jan 2017 14:00 WIB

DPR Pertanyakan Pemblokiran Situs Islam

Red:

JAKARTA -- Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kominfo) dinilai harus menjelaskan regulasi dan mekanisme yang digunakan dalam pemblokiran media Islam. Wakil Ketua Komisi I DPR Hanafi Rais mengatakan, melakukan filter konten dan pemblokiran adalah dua hal yang berbeda tujuan.

"Mestinya Kominfo lebih cermat karena kejadian ini pernah ada ketika Kominfo secara sepihak tanpa alasan memblokir situs-situs secara kurang adil," ujarnya kepada Republika, Rabu (4/1).

Wakil Ketua Umum Partai Amanat Nasional (PAN) ini menyebut, hingga kini masih banyak situs yang proseparatisme, tetapi Kominfo tidak memblokir situs-situs tersebut. "Ada pembiaran," kata Hanafi.

Pernyataan serupa diungkapkan Wakil Ketua MPR RI Hidayat Nur Wahid. Bagi Hidayat, pemblokiran beberapa situs Islam harusnya tidak dilakukan sepihak.

Hidayat mengungkapkan, publik juga sangat prihatin dengan maraknya ujaran kebencian belakangan. Ia menambahkan, berita-berita fitnah, hoax, adu domba, hingga penistaan agama, memang itu semua harus diberantas dan diproses hukum.

"Tapi, juga bukan berarti dilakukan di luar proses hukum atau aturan yang berlaku. Karena, kalau dilakukan sepihak tanpa tolok ukur, menjadi subjektivitas penguasa," kata anggota Komisi I DPR RI ini, Rabu (4/1).

Menurutnya, Kominfo harus melakukan konfirmasi atau menyampaikan bukti apakah benar tuduhan bahwa situs tersebut menyampaikan ujaran kebencian, SARA, atau menyebarkan radikalisme dan terorisme.

Dan, bila dalam proses pemblokiran hal itu tidak dilakukan, menurutnya, pengelola situs bisa menyampaikan protes terbuka. Apalagi, bila yang dituduhkan tersebut tidak sesuai dengan fakta adanya pesan ujaran kebencian, mengajak terorisme, dan radikalisme.

Wakil Ketua Komisi VIII DPR Sodik Mudjahid turut berpendapat jika langkah pemblokiran situs Islam tidak ada bedanya dengan pemberedelan media umat Islam dan media lain pada awal-awal Orde Baru. "Jadi, ini sebuah kemunduran berdemokrasi," kata Sodik, Rabu (4/1).

Sodik menjelaskan dasar dan ciri utama negara demokrasi, yakni kebebasan berpendapat. Dengan kebebasan berpendapat, terjadi mekanisme saling kontrol, transparanasi, dan akutabilitas. "Yang dengan itu bangsa dan masyarakat menjadi maju," ujarnya.

Pengajar Ilmu Komunikasi Universitas Brawijaya Anang Sujoko menilai, ujaran kebencian mempunyai relativitas dan multiinterpretasi. Dalam hal keyakinan, lanjutnya, jelas banyak ditemukan ujaran kebencian jika diinterpretasikan menurut manusia sebagai individu bebas.

Menurut Anang, jika ujaran tersebut disampaikan dalam menyemangati dakwah dan berdasar pada kitab suci, semestinya tidak masuk kategori ujaran kebencian. Demikian juga, jika seorang pendeta menyampaikan khotbah ke jamaahnya, mestinya dibedakan.

Media Islam, kata Anang, selama jelas penanggung jawabnya dan jelas pula sumber hukum kontennya, semestinya tidak langsung diblokir. Namun, lanjut Anang, seharusnya ada upaya-upaya pembinaan.

Di sisi lain, ia juga turut meminta agar situs Islam mengoreksi diri. "Media-media Islam sendiri seharusnya introspeksi diri untuk lebih mengutamakan efektivitas peran sebagai media penegak nilai yang harus dibawanya, bukan pada sensasional saja," katanya.

Sementara itu, Ketua Komisi Pengaduan Dewan Pers Imam Wahyudi pun menyampaikan 11 situs Islam yang sempat diblokir oleh Kementerian Komunikasi dan Informatika (Kemenkominfo) tak memenuhi syarat dalam undang-undang jurnalistik. "Itu bukan (situs yang memenuhi syarat dalam undang-undang pers)," kata dia saat dihubungi Republika, Rabu (4/1).

Ia menjelaskan, salah satu tugas dewan pers adalah mendata perusahaan pers dan membuat penilaian kode etik jurnalistik. Situs-situs yang memenuhi syarat pers dan produk jurnalistik, maka akan dianggap sebagai produk jurnalistik. Hal ini berdasarkan UU Pers No 40/1999.  "Kalau tidak memenuhi syarat (jurnalistik), bukan berarti situs pers itu diatur oleh undang-undang lain. Bisa Undang-Undang ITE," ucapnya. rep: Amri Amrullah, Qommaria Rostanti  Lintar Satria, Dessy Suciati ed: Hafidz Muftisany

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement