Senin 02 Jan 2017 15:00 WIB

Migas Lampaui Target

Red:

JAKARTA -- Kementerian Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) mencatat realisasi produksi minyak dan gas bumi (migas) pada 2016 sebesar 114 persen dari target. Sepanjang tahun lalu, rata-rata produksi minyak bumi sebesar 831 ribu barel minyak per hari (MBOPD). Sedangkan, produksi gas bumi mencapai 1.418 ribu barel setara minyak per hari (MBOEPD).

"Total produksi migas sebesar 2.249 MBOEPD atau 114 persen dari target pada Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara Perubahan (APBNP) 2016 sebesar 1.970 MBOEPD," ujar Menteri Energi dan Sumber Daya Mineral (ESDM) Ignasius Jonan di Jakarta, Sabtu (31/12).

Jonan mengatakan, lifting migas juga melebihi target. Total lifting migas tercatat sebesar 2.000 MBOEPD atau melebihi target yang ditetapkan sebesar 1.970 MBOEPD. Rinciannya, lifting minyak bumi 820,3 MBOPD dan gas bumi 1.181,5 MBOEPD atau 102 persen dari target.

"Dalam APBN-P 2016 ditargetkan 820 MBOPD untuk minyak dan 1.150 MBOEPD untuk gas. Apresiasi saya untuk kerja keras seluruh pihak," ucap Jonan.

Produksi dan lifting migas yang melebihi target tersebut terjadi di tengah rendahnya harga minyak dunia. Realisasi harga minyak mentah Indonesia atau Indonesian Crude Price (ICP) hingga akhir 2016 sekitar 39,5 dolar AS per barel dengan asumsi harga di APBN-P 2016 40 dolar AS per barel.

Jonan menegaskan, pemerintah akan terus mendorong iklim investasi di sektor migas agar lebih bergairah. Salah satunya, dengan melakukan revisi Peraturan Pemerintah Nomor 79 Tahun 2010 terkait cost recovery.

 

Dalam dua tahun terakhir, industri migas mengalami tantangan rendahnya harga minyak, sehingga berdampak pada aktivitas migas, khususnya eksplorasi. Revisi PP tersebut diharapkan dapat membuat aktivitas eksplorasi migas meningkat, sehingga peluang penemuan cadangan migas lebih tinggi.

.

Pemerintah juga sedang menyiapkan skema kontrak bagi hasil migas gross split. Melalui skema ini akan terdapat efisiensi pengelolaan biaya, menyederhanakan birokrasi, serta mempercepat dan mengefektifkan eksplorasi juga eksploitasi.

 

"Skema bagi hasil gross split migas disusun dengan tetap mendorong penguatan industri di dalam negeri," ujar Jonan.

Tahun ini, Jonan mengaku, sudah membuat kesepakatan internal dengan Satuan Kerja Khusus Pelaksana Kegiatan Usaha Hulu Migas (SKK Migas) untuk mendorong produksi siap jual minyak sebesar 825 ribu barel per hari.

Jonan mengatakan, dalam Anggaran Pendapatan dan Belanja Negara (APBN) 2017, target lifting minyak rata-rata adalah 815 ribu barel sehari.

"Saya sudah janjian dengan kepala SKK Migas, kami membuat target sendiri minimal 825 ribu barel per hari," ujar Jonan

Kepala SKK Migas Amien Sunaryadi menuturkan, angka itu kesepakatan internal mereka dengan Jonan. "Jadi, kami ditawari, mau menekan pengembalian biaya operasi hulu migas atau mau menaikkan lifting? Saya disuruh pilih, jadi saya pilih naikkan lifting saja," katanya.

Meski tidak merinci upaya yang dilakukan untuk mendukung target tersebut, Amien mengaku, akan melakukan segala upaya untuk mencapainya. "Tidak mudah, tapi mesti dicoba," katanya.

Komisi VII DPR dan pemerintah telah menyepakati target lifting minyak sebanyak 815 ribu barel sehari dan gas 1,150 juta setara minyak dalam APBN 2017.

Kementerian ESDM sempat mengusulkan target lifting minyak dalam RAPBN 2017 sebesar 780 ribu barel per hari dan gas 1,150 juta barel setara minyak dengan tambahan produksi dari Lapangan Banyu Urip, Blok Cepu.

Terkait rencana penggunaan skema gross split, Gabungan Usaha Penunjang Energi dan Migas (Guspenmigas) mendukung langkah pemerintah untuk menerapkannya. "Kami setuju saja. Itu berarti ada keinginan dari pemerintah untuk membuat industri migas lebih bergairah," kata Direktur Eksekutif Guspenmigas Kamaluddin Hasyim.

Dampak tersebut terkait dengan tingkat komponen dalam negeri (TKDN) yang memiliki pengaruh langsung bagi pengusaha terkait. Keberpihakan barang serta status kepemilikan barang dirasa harus diperjelas.

Ia menjelaskan gross split akan menguntungkan pemerintah dan kontraktor pemegang hak eskploitasi. Tapi, dari lingkungan usaha tersebut kurang mendapatkan perhatian dan keuntungan sebab peran dari pendukung sebagian besar bisa terpotong dari rantai pasar.

Secara ringkas, skema gross split adalah bagi hasil antara pemerintah dan kontraktor pada kondisi produksi kotor bukan setelah hasil jual dan tidak ada perhitungan biaya operasional ditutup oleh salah satu pihak.

Sebelumnya, Indonesia masih menggunakan kontrak bagi hasil. Sistem ini membagi hasil jual setelah biaya operasional tertutup atau hasil dari produksi bersih. Selama ini, negara mendapatkan bagian 85 persen dan gas adalah 70 persen. Namun, dengan gross split, setiap kontrak dan daerah bisa berbeda persenan pembagian, bergantung luas lahan, sisa potensi migas, dan variabel lainnya yang masih diperhitungkan oleh pemerintah. rep: Intan Pratiwi antara ed: Satria Kartika Yudha

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement