Senin 02 Jan 2017 15:00 WIB

Bersinergi Demi Wujudkan Layanan Fintech

Red:

Foto : Tahta Aidilla/Republika  

 

 

 

 

 

 

 

 

 

Sentuhan teknologi di industri perbankan kini sudah semakin banyak ditemukan. Istilah financial technology (fintech) pun terus bergema sepanjang 2016 lalu.

Pertengahan tahun lalu, Otoritas Jasa Keuangan (OJK) telah menyiapkan mekanisme perizinan dan regulasi untuk penerapan fintech di Indonesia. Dalam peraturan tersebut disebutkan, regulasi akan mencakup teknologi, keamanan operasional, pekerja, serta pengelolaan perusahaan dan manajemen.

Sayang, meski sudah mulai diatur, industri keuangan berbasis teknologi ini masih belum juga 'lepas landas'. Padahal, pertumbuhan fintech di Indonesia terus tumbuh subur tak terhindarkan.

Saat ini, hampir seluruh bidang keuangan sudah mulai melahirkan fintech. Sebut saja, seperti peminjaman dana secara daring, dompet elektronik, mobile payment, termasuk juga penawaran layanan asuransi melalui situs daring.

Meroketnya jumlah start-up fintech juga sudah seharusnya mulai mendapat perhatian serius dari pemerintah. Belum lama ini, OJK mulai mengambil langkah dengan membentuk Satgas Pengembangan Inovasi Digital Ekonomi dan Keuangan.

Tujuannya, untuk mempercepat realisasi regulasi bagi industri fintech. "Tidak lama lagi, kami akan terbitkan peraturan terkait pelaku industri fintech," ujar Ketua Dewan Komisioner OJK Muliaman D Hadad.

Dalam menghadirkan peraturan, OJK tentu memerlukan dukungan pihak lain. Apalagi, bisnis fintech akan menawarkan banyak produk dalam beberapa waktu ke depan. Hal tersebut akan berdampak positif dalam mendorong akses keuangan masyarakat.

Secara global, perkembangannya juga memperlihatkan potensi pasar yang sangat besar. Berdasarkan data yang telah diolah OJK, investasi fintech di Indonesia diperkirakan sudah mencapai 12 miliar dolar AS hingga dua tahun lalu. Angka tersebut naik 11 kali lipat sejak 2008 silam.

OJK optimistis, pengembangan dan pemanfaat teknologi akan membantu akses keuangan penduduk Indonesia lebih besar. Dampaknya secara jangka panjang tentu sebagai pemerataan pembangunan hingga menambah kesejahteraan masyarakat.

Namun, dalam mewujudkan hal tersebut tentunya perlu dukungan dari banyak pihak dan asosiasi jasa keuangan di dalam negeri. Tak jarang, kehadiran fintech dianggap mengancam industri finansial dan perbankan yang sudah ada sekarang.

Inisiator Indonesia Fintech Forum Teguh B Ariwibowoý mengatakan, fintech akan berkembang pada lininya tersendiri. "Bahkan, kami bisa bersinergi dengan industri finansial lain yang sudah ada sebelumnya," kata Teguh.

Indonesia, saat ini, menurut Teguh, masih menapaki early stage dalam mengimplementasi teknologi dalam bidang finansial. Pelaku industri fintech bukan menjadi pesaing bagi institusi finansial, seperti bank atau institusi lain.

Fintech justru melakukan sinergi. Itu sebabnya, kegiatan Indonesia Fintech Forum selalu digelar tiap satu tahun sekali sebagai media diskusi antara para pelaku usaha rintisan dengan institusi perbankan.

***

Jenis-Jenis Layanan Fintech

Tren Pembayaran QR Code

Quick Response Code atau QR Code merupakan teknologi dua dimensi barcode yang kerap digunakan banyak perusahaan sebagai mesin penyebar informasi. Teknologi QR Code pertama kali dibuat Jepang untuk perusahaan otomotif. Tapi, lambat laun perkembangannya mulai digunakan banyak perusahaan.

QR Code semakin populer ketika platform Blackberry Messenger menggunakannya untuk memudahkan pengguna saling menambah teman. Dua pengguna yang sedang berdekatan bisa melakukan scanning barcode dan pertemanan langsung bertambah secara otomatis.

Penggunan QR Code kini mulai dimanfaatkan industri fintech sebagai sistem pembayaran. Salah satunya, PT Dimo Pay Indonesia (Dimo) yang mengembangkan QR Code untuk pembayaran berbasis cashless atau nontunai. "Penggunaan QR Code jauh lebih aman," kata Chief Executive Officer (CEO) PT Dimo Pay Indonesia Brata Rafly.

Ketika pembeli dan penjual melakukan transaksi maka dari mesin struk penjual akan mengeluarkan barcode pembayaran. Pembeli cukup memindai barcode tersebut untuk menyelesaikan transaksi.

Ketika satu barcode sudah diproses, maka ketika memindai kembali kode tak akan terdeteksi. Kondisi tersebut yang membuat transaksi jauh lebih aman karena pembayaran tak mungkin dilakukan lebih dari satu kali.

Brata menjelaskan, pembayaran menggunakan mobile payment akan terus bergerak menjadi tren di masa depan. Payment by QR menjadi salah satu jenis pembayaran yang akan disukai konsumen.

Penerapannya di Indonesia memang membutuhkan waktu, tetapi tidak akan memakan waktu terlalu lama, terutama di kota-kota besar. Sebab, perangkat ponsel yang dibutuhkan tidak perlu supercanggih.

Pengguna cukup menggunakan perangkat dengan platform mendukung aplikasi, sehingga pembayaran mudah dilakukan. Jumlah saldo yang bisa disimpan di dalam saku elektronik juga tergolong cukup besar, yaitu sekitar Rp 5 juta.

Bayar Pajak Melalui Aplikasi

Citipay besutan Citiasia Research Center menjadi salah satu platform pembayaran digital yang akan bersinergi dengan pemerintah daerah. Aplikasi tersebut akan mendukung transaksi mikro di setiap daerah. "Penduduk daerah bisa melakukan pembayaran pajak dan retribusi melalui platform tersebut," ujar Chief Executive Officer (CEO) Citipay Farid Subkhan.

Layanan tersebut akan menjadi fokus dari Citipay dalam beberapa waktu ke depan. Sebab, masyarakat terkadang malas pergi ke kantor pajak untuk menunaikan kewajiban pembayaran pajak.

Melalui aplikasi, diharapkan bisa membuat para wajib pajak tidak lagi merasa kesulitan atau terhambat dalam menuntaskan bayar pajak. Citipay merupakan bentuk aplikasi serupa Gopay atau Doku.

Pengguna bisa melakukan top up atau menambah saldo melalui sistem transfer bank. Saat ini, hampir seluruh jaringan bank di dalam negeri bisa melakukan transfer untuk penambahan saldo di dalam Citipay.

Selain digunakan membayar pajak, penduduk Indonesia juga bisa memanfaatkan fitur pembayaran Citipay lainnya. Beberapa di antaranya untuk membayar parkir, restoran, listrik, air, hingga membeli pulsa.

Citipay saat ini sudah bisa dinikmati pengguna 32 kota besar Indonesia untuk platform Android dan iOS. Farid mengatakan, pemain mobile payment, seperti Citipay memang sudah banyak. Namun peluang untuk berkembang masih terbuka luas. "Industri fintech sama seperti bank, meskipun banyak pemainnya, tetapi nasabahnya tetap saja ada," jelas Farid.

Rencananya, Citipay akan fokus menggarap fitur pembayaran pajak dan retribusi, sehingga penduduk di daerah bisa terjangkau lebih banyak. Pemain mobile payment yang lain mungkin memiliki keunggulan produk tersendiri, sehingga pasar fintech akan terus berkembang.

Pinjam Dana Daring

Fintech juga memungkinkan hadirnya layanan peminjaman dana bagi masyarakat dengan sistem daring. Investree menjadi salah satu perusahaan sekaligus platform yang melakukan hal tersebut.

Investree menggunakan skema peer to peer lending atau P2P dalam memberikan pelayanan. Skema tersebut membuat konsep teknologi sharing atau pemakaian bersama untuk sumber dan layanan.

Investree merupakan marketplace fintech pertama yang mempertemukan antara peminjam (borrower) dan pemberi pinjaman (lender). "Siapa saja bisa pinjam dan jadi pemberi pinjaman dalam platform ini," kata Co-founder dan Chairman Investress Adrian Gunadi.

Biasanya, ketika seseorang membutuhkan dana, langkah awal yang ditempuh adalah meminjam ke rekan atau kerabat terdekat. Tapi, terkadang ada rasa malu dan segan ketika ingin meminjam.

Melalui Investree, peminjam tidak perlu lagi merasa demikian. Proses peminjaman dilakukan secara daring, mulai dari permohonan, pemberian dana pinjaman, hingga melakukan cicilan pembayaran.

Di penghujung 2016, Investree meluncurkan produk berupa pembiayaan karyawan atau emloyee loan. Produk tersebut diberikan Investree melalui kerja sama dengan 10 perusahaan di Indonesia. Saat ini, sudah ada sekitar 8.000 karyawan yang tergabung.

Para pekerja kini bisa mendapatkan pinjaman di luar fasilitas perusahaan, misalnya, ketika membutuhkan dana untuk renovasi rumah, biaya pendidikan, dan lain sebagainya. Nominal pinjaman bisa mencapai angka puluhan juta rupiah bergantung persetujuan dari pihak perusahaan dan pemberi pinjaman.

Peminjaman berlaku bagi karyawan tetap dan kontrak di perusahaan yang sudah bekerja sama dengan Investree. Nantinya, sistem pembayaran dilakukan dengan potong gaji setiap bulan sesuai dengan kesepakatan.

Adrian menjelaskan, peminjaman daring akan menjadi salah satu lini layanan fintech yang paling diminati masyarakat. Salah satunya karena pinjaman secara daring juga memiliki persentase bunga lebih kecil dibandingkan dengan bank. Saat ini, marketplace fintech memang belum banyak, bahkan hampir tidak ada di Indonesia.

Namun, dalam beberapa waktu ke depan akan menjadi tren di kalangan pemain industri fintech karena peluang untuk berkembang sangat terbuka luas. Oleh Nora Azizah ed: Setyanavidita Livikacansera

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement