Reruntuhan bangunan bersejarah berserakan di Kota Nimrud, Irak Utara. Kota yang pernah menjadi pusat pemerintahan seluruh Timur Tengah selama 3.000 ribu tahun lalu itu kini hanya tinggal puing.
Nimrud menjadi korban dari semangat kelompok radikal ISIS untuk menghapus sejarah. Istana dan kuil yang dilengkapi dengan relief dewa dan raja-raja, telah hancur diledakkan. Benteng-benteng dan piramida juga turut dibuldoser.
Satu bulan setelah ISIS diusir dari Nimrud, kota tersebut masih kacau balau. Belum ada upaya yang dilakukan Pemerintah Irak untuk membangun kembali Nimrud.
Pemerintah dan militer Irak masih disibukkan dengan upaya merebut kembali Kota Mosul dari ISIS. Hal tersebut membuat Nimrud sebagai Ibu Kota Kekaisaran Asiria rentan terhadap penjarahan.
"Ketika saya mendengar tentang Nimrud, hati saya menangis, dan kini melihatnya di hadapan mata saya," kata Hiba Hazim Hamad, seorang profesor arkeologi di Mosul.
Satu-satunya penjaga arkeolog Irak yang masih memberikan perhatian kepada Nimrud adalah Layla Salih. Dia beberapa kali mengunjungi kota itu, memotret dan mendokumentasikan reruntuhan bersejarah di sana.
Ia berjalan melalui puing-puing dan menunjukkan bangunan-bangunan yang rusak. Salih mengaku masih memiliki optimistis untuk memulihkan kota tersebut. "Satu hal yang baik adalah reruntuhan itu masih berada di situ. Situs ini sebagian masih bisa dikembalikan," kata Salih.
Meski demikian, menurutnya sangat sulit membayangkan Nimrud bisa kembali ke keadaan semula. Terutama apabila melihat begitu besar kerusakan yang ditinggalkan ISIS. Salih memperkirakan, 60 persen dari situs bersejarah di sana tidak dapat diperbaiki.
Istana dan sejumlah kuil tersebar di wilayah seluas 360 hektare, di tepi lembah Sungai Tigris. Namun arkeolog tidak lagi memiliki kesempatan untuk mengeksplorasi struktur-struktur itu, yang telah hancur oleh buldoser.
Dinding Istana Raja Ashurnasirpal II tampak terguling menjadi tumpukan batu raksasa. Potongan patung lembu bersayap juga ikut menumpuk di dekatnya, dengan kepala yang menghilang, mungkin telah dijarah untuk dijual.
Salih mengaku melihat beberapa batu bata kuno bertumpuk rapi siap untuk dibawa. Ia memperkirakan, batu bata itu akan dijarah oleh penduduk setempat untuk dipakai memperbaiki rumah mereka yang rusak dalam pertempuran.
Dua penduduk setempat tertangkap membawa batu marmer dari Nimrud untuk dijual. Sejumlah orang juga ditahan atas kasus penjarahan artefak.
Namun, tidak jelas artefak-artefak kuno yang disita pemerintah berada di mana saat ini. Polisi bersikeras benda-benda kuno itu berada di sebuah laboratorium di Kota Irbil.
Menteri Antiquiti di Baghdad mengatakan, artefak banyak disimpan di kantor pemerintah Niniwe dengan aman. Lingkaran kebingungan itu membuat pencurian dan penjarahan semakin mudah dilakukan.
Dari 879-709 SM, Nimrud adalah Ibu Kota Asiria, salah satu kerajaan tertua di dunia. Melalui penggalian situs bersejarah yang dilakukan arkeolog modern, diketahui Nimrud ternyata memiliki kekayaan seni Mesopotamia.
Di salah satu situsnya yang merupakan makam ratu, ditemukan banyak perhiasan emas. Ratusan makalah kemudian ditulis untuk memperdalam pengetahuan tentang Timur Tengah kuno dari hasil penelitian di sana.
Perwakilan UNESCO untuk Irak, Louise Haxthausen, menyebut kehancuran di Nimrud benar-benar mengerikan. Namun ia mengakui, saat ini Pemerintah Irak masih memiliki prioritas utama untuk memerangi ISIS di Mosul, serta daftar kebutuhan rekonstruksi di seluruh negeri.
Puluhan ribu warga Nimrud kini tinggal di kamp pengungsian. Lebih dari 70 kuburan massal juga telah ditemukan di wilayah tersebut. Tak satu pun dari berbagai kelompok bersenjata di sekitar Nimrud, bersedia menjaga kota itu. Oleh Fira Nursya'bani/ap, ed: Setyanavidita Livikacansera