Masa keemasan Kesultanan Cirebon berada di bawah Sunan Gunung Jati.
Menelusuri sejarah ber dirinya Kesultanan Cirebon, tak terlepas dari kiprah Ki Gedeng Tapa. Ia disebut- sebut sebagai pendiri Caruban (cikal bakal Cirebon), sebuah dukuh kecil yang padat penduduk dan menjadi lalu lintas manusia dari berbagai etnis, agama, dan budaya.
Slendraningrat, mengutip Babad Tanah Sunda dan Atja pada naskah Carita Purwaka Caruban Nagari, Cirebon lantas menjadi kota besar di pesisir Pantai Utara Jawa.
Menurut Deni Prasetyo dalam bukunya Mengenal Kerajaan-kera jaan Nusantara, setelah Ki Gedeng Tapa meninggal, sang cucu Kian Siantang yang bergelar Pangeran Cakrabuana, putra sulung Prabu Siliwangi, memutuskan untuk hijrah dan mendirikan pemerintahan Islam di Cirebon. Ia kandas naik takhta lantaran Islam, agama yang ia anut, berseberangan dengan kepercayaan mayoritas masyarakat ketika itu, yakni Sunda Wiwitan.
Foto:Agung Supiyanto/Republika
Pangeran Cakrabuana yang juga dikenal dengan Walangsungsang mendirikan Istana Pakungwati dan membentuk pemerintahan Cirebon.
Walangsungsang berhaji, kemudian dikenal dengan Haji Abdullah Iman.Ia menjadi Raja Cirebon pertama yang memerintah Keraton Pakungwati. Tak sekadar menjadi raja, Walangsungsang juga aktif menyebarkan Islam kepada penduduk Cirebon.
Badri Yatim dalam bukunya Sejarah Peradaban Islam Dirasah Islamiyah II menerangkan, orang yang berhasil meningkatkan dan menumbuhkan Kesultanan Cirebon adalah Syarif Hidayatullah atau Sunan Gunung Jati. Sebagai keponakan Pangeran Cakrabuana, Sunan Gunung Jati yang mempunyai hubungan darah dengan Raja Pajajaran terkenal aktif memengaruhi Kerajaan Pajajaran yang berkeyakinan Hindhu.
Sosok kelahiran Cirebon 1448 M itu berhasil menyebarkan Islam di sejumlah daerah Jawa Barat, seperti Majalengka, Kuningan, Kawali (Galuh), Sunda Kelapa, dan Banten. Setelah Sunan Gunung Jati wafat dalam usia 120 tahun, terjadilah kekosongan jabatan kepemimpinan tertinggi dari Kerajaan Islam Cirebon.
Posisi Sunan Gunung Jati digantikan cucunya yang bergelar Pangeran Ratu atau Panembahan Ratu. Di bawah pemerintahannya, Cirebon ada dalam pengaruh Mataram.
Hubungan antara Mataram dan Cirebon sangat damai. Kesultanan Cirebon tak pernah menya takan perlawanan terhadap Mataram.
Bahkan, Raja Mataram, Panembahan Senopato pada 1590 membantu pemimpin agama dan Raja Cirebon untuk mem perkuat tembok-tembok kota Ci rebon. Hal tersebut lantaran Mataram menganggap Raja Cirebon sebagai keturunan orang-orang suci.
Dalam buku Sejarah 2 karangan Sardiman, fakta korelasi antara Cire bon dan Mataram tersebut semakin dipertegas. Kehidupan sosial budaya di Kesultanan Cirebon dipengaruhi Kerajaan Pajang dan Mataram. Sis tem feodal memberikan bangsawan kekuasaan yang besar di bidang politik, berkembang, dan memengaruhi daerah pedalaman di Cirebon.
Di bidang budaya, juga demikian.Jika di Mataram terdapat upacara grebeg, misalnya, di Cirebon dikenal adanya upacara panjang jimat. Bidang seni bangun dan seni ukir juga dikem bangkan di Cirebon. Seperti, bangunan kompleks-kompleks keraton, pintu- pintu gerbang keraton dan taman air.
Perpecahan Masih menurut Badri Yatim, pada 1650 Penembahan Ratu wafat dan digantikan oleh putranya yang bergelar Panembahan Girilaya. Kepemimpinan Panembahan Girilaya dimulai pada 1650-1662 tak ada banyak perubahan yang terjadi.
Keutuhan Cirebon sebagai satu kerajaan mulai goyah pasca mening galnya Pangeran Giriliya. Atas kehendaknya, Kesultanan Cirebon di perintah dua putranya, Martawijaya (Panembahan Sepuh) dan Kartawijaya (Panembahan Anom). Adanya perpecahan ke pemimpinan itu menyebabkan kedudukan Kesul tanan Cirebon menjadi lemah. Se hingga, pada 1681 VOC menjadi ancaman kekuasaan Ke sultanan Cirebon.
Keadaan semakin buruh ketika Panem bahan Sepuh meninggal pada 1697. Terjadi perebutan ke kuasaan dari internal Kesultanan. Keadaan terse but sangat meng untungkan kedu dukan VOC yang semakin kokoh.
Membuat Ci rebon benar-benar berada di ba wah pengawasan dan kekuasaan VOC. Puncaknya, pada 1906 dan 1926 kekuasaan pemerintahan Kesultanan Cirebon resmi dihapuskan melalui pengesahan statuta Gemeente Cheirebon. Dan saat ini, Kesultanan Cirebon termasuk wilayah RI.
Selain unggul dalam kekuatan politiknya, Cirebon sekaligus menjadi pusat lintasan perdagangan internasional.
Foto:Yogi Ardhi/Republika
Peradaban yang Maju
Kekuasaan Islam di Cirebon, tidak sekadar menancapkan hegemoni Islam di tanah pesisir Pantai Utara Jawa tersebut.
Eksistensi kesultanan ini berhasil membangun peradaban yang gemilang.
Sadirman dalam buku Sejarah 2 menuturkan, kehidupan di bidang perekonomian menjadikan Cirebon menjadi kota dagang dan pelabuhan yang sangat penting.
Letak Cirebon yang strategis membuatnya menjadi tempat pemberhentian kapal-kapal dari timur yang akan berlayar ke Sunda Kelapa ataupun Malaka. Hasil-hasil bumi dari pedalaman kemudian diangkut ke pelabuhan.
Dapat dikatakan, saat itu Cirebon menjadi kota dan kerajaan maritim.Sunarjo Unang dalam buku Kerajaan Cirebon menuliskan, setelah kokohnya pembangunan perekonomian dari perdagangan, Sunan Gunung Jati melakukan penataan pemerintahan baik di pusat maupun di wilayah-wilayah nagari.
Ia menggunakan sistem desentralisasi.Adapun pola kekuasaan Kerajaan Islam Cirebon menggunakan pola Kerajaan Pesisir. pelabuhan dan pedalaman mempunyai peranan yang sangat penting dan menjadi penunjang vital.
Program-program Sunan Gunung Djati di bidang ekonomi menekankan perdagangan. Hingga berkembang hubungan perniagaan dengan Negeri Campa, Malaka, Cina, India, dan Arab.
Menurut Hasan Muarif Ambari dalam buku Menemukan Peradaban Jejak Arkeologi dan Historis Islam Indonesia, selain unggul dalam kekuatan politiknya, Cirebon sekaligus menjadi pusat perdagangan lintasan internasional. Yaitu, perdagangan jarak jauh yang terkenal dengan Perdagangan Jalur Sutra. Dalam waktu singkat, di bawah kekuasaan Sunan Gunung Jati, Cirebon tumbuh menjadi sebuah kota metropolis.
Di samping hal-hal tersebut yang menjadikan Cirebon sebagai sebuah kota metropolis adalah, pertama dukungan sarana dan prasarana esensial pemerintahan dan ekonomi sebagai sebuah ibu kota Kerajaan Pesisir.
Cirebon juga telah menguasai daerahdaerah hunterland yang menyuplai bahan pangan. Ada pula Pasukan Lasykar yang dipimpin para Dipati (panglima) yang loyal pada Kerajaan. Banyaknya penasihat-penasihat raja yang ikut membangun di bidang pemerintahan maupun agama. Hubungan kekeluargaan yang erat antara Cirebon dan Demak. Pemerintahan Cirebon mendapatkan dukungan penuh dari para Wali Songo yang kharismanya diakui masyarakat pesisir pantai Utara Jawa. rep:c70 , ed:nashih nashrullah