Alquran memiliki kesamaan dengan prosa, tetapi tak seperti prosa. Memiliki kesamaan dengan puisi, tetapi bukan puisi.
Alquran diturunkan dalam bahasa Arab dengan segala kelebihan sastra dan bahasanya yang luar biasa. Diturunkan di tengah masyarakat Arab Jahiliyah yang ternyata memiliki budaya yang sangat maju dalam bidang sastra dan puisi. Kekayaan budaya sastra Arab telah memberikan karakter khas dalam tradisi pembacaan syair dan tidak terkecuali dalam membacakan Alquran. Hal ini memunculkan sebuah musikalitas dalam pembacaan Alquran yang kemudian berkembang hingga ke berbagai dunia Islam.
Ini membuat Akhmad Fatah, dosen Fakultas Adab di Universitas Islam Negeri (UIN) Sunan Kalijaga Yogyakarta, melakukan riset terkait Musikalitas Ayat Alquran.Hasil penelitiannya ini disampaikan pada disertasi program doktor bidang Ilmu Agama Program Pascasarjana UIN Sunan Kalijaga, Senin (22/9). Fatah mengungkapkan, Al quran memiliki kesamaan dengan prosa, tetapi tidak seperti prosa. Memiliki kesa maan dengan puisi, tetapi bukan puisi. Ia merupakan bentuk dekonstruksi terhadap kebiasaan tulisan, baik yang berupa puisi, sajak, pidato, maupun surat.
Foto:Republika/Raisan Al Farisi
Keindahan bahasa Alquran dan pola pengungkapannya sungguh sangat menga gumkan, ini membuat masya ra kat Arab pun sulit bagi untuk menggo longkannya ke dalam jenis sastra apa teks Alquran tersebut.Namun, hal yang bisa diidentifikasi dari sisi sastra, Alquran mengacu pada kebudayaan dengan segala yang melingkupinya serta memberikan efek pemaknaan yang baru yang berarti juga menghasilkan efek per ubahan pada kebudayaan.
"Inilah yang membuat Alquran memiliki sisi keindahan dari unsur musikalitas, lagu, atau sistem bunyi ketika teks Alquran itu dibacakan," ungkapnya.
Fatah memfokuskan penelitian musikali tas nya pada ayat-ayat Makkiyah yang ia nilai memiliki sisi musikalitas yang kuat.
Ia menggunakan teori `Arud yang disusun secara mendetail oleh Imam Khalil bin Ahmad (wafat 174 H). `Arud ini merupakan ilmu musikalitas puisi yang mengkaji kon sistensi puisi Arab dalam matra yang disusun berdasarkan pengaturan satuan-satuan bunyi vokal dan konsonan. Cara ini menghasilkan efek musik berupa rima, ritme dan metrum yang serasi, membahas sistem percepatan nada, dan perubahan standar ritme.
Menurut dia, Khalil dan penerusnya telah merumuskan pola musikalitas puisi Arab ke dalam 16 macam matra, yakni tawil, madid, basit, wafer, kamil, hazaj, rajaz, ramal, sari', munsarih, khafif, mudari', muqtadab, mujtas, mutaqarib, dan mutadarak. Pola pengelompokan itu diikuti oleh para penyair Arab dan menjadikan kekhasan puisi mereka sehingga enak dibaca, didendangkan, dan didengar sesuai dengan tradisi oral mereka selama berabad-abad.
Dalam Alquran, jelas Fatah, pada 86 surat Makkiyah yang diwahyukan kepada Nabi Muhammad SAW, terdapat 512 ayat yang mengikuti pola matra puisi Arab. Inilah, menurut dia, telah membuat masyarakat Arab tercengang dan kagum pada kesustraan Alquran sampai menganggap Muhammad SAW sebagai penyair yang luar biasa. Fatah menganalisis bahwa Alquran merupakan perwujudan riil dari apa yang disebut bahasa yang merupakan sistem penanda dalam sistem budaya.
Sebagai sebuah teks, Alquran juga memiliki esensi kebudayaan dengan segala hal yang melingkupinya. Sisi lain, teks Alquran ini juga mampu mengolah kaidahkaidah pembentukan makna, memberikan efek pemaknaan yang baru yang berarti juga menghasilkan efek perubahan pada kebudayaan. Di dalam teks Alquran menun juk kan adanya kemiripan dan perbedaan dengan teks-teks yang sudah ada, seperti teks-teks puisi masyarakat Arab pada masa Nabi Muhammad SAW.
Bagi masyarakat Arab kala itu, keindahan bahasa Alquran sangat mengagumkan mereka. Alquran merupakan satu-satunya jenis tulisan yang belum pernah mereka lihat. Sekalipun, bahasa Alquran memiliki kesamaan dengan jenis-jenis tulisan yang sudah ada. Ia bukan prosa, melainkan seperti prosa, ia bukan puisi, melainkan seperti puisi. Ia merupakan bentuk dekonstruksi terhadap kebiasaan tulisan, baik yang berupa prosa, puisi, pidato, maupun surat.
Dekonstruksi Alquran terhadap puisi Arab terlihat dari bagaimana ia menam pilkan surat sebagai pengganti qasidah, ayat juga tidak sama sekali berbeda dengan bait.
Ayat tidak hadir dalam dua baris berpasangpasangan, tetapi satu baris yang bebas tidak terikat panjang dan pendeknya. Dalam satu surat tidak terikat satu matra, bisa beberapa matra sehingga tidak monoton.
Matra yang paling banyak dijumpai dalam puisi Arab, seperti tawil, basit, kamil, rajaz, dan khafif, tidak sebanyak itu dijumpai dalam Alquran. Sebaliknya, matra mujtas, mutaqarib, dan mutadarak, yang tidak seberapa banyak digunakan para penyair, justru banyak terdapat da lam Alquran. Inilah yang menunjukkan bahwa Alquran memiliki keistimewaan karena bukan bagian dari sastra buatan manusia dan Alquran tidak terikat pada ilmu kesusastraan.
Guru besar UIN Sunan Kalijaga Yogyakarta Prof Machasin yang juga kepala Badan Litbang dan Diklat Kementerian Agama, mengungkapkan musikalitas ayatayat Alquran bukan merupakan kajian baru di dunia Islam.
Kepada Republika ia menjelaskan, tidak banyak ilmuwan Islam yang meng kaji bagaimana unsur seni musikalitas itu terdapat di dalam Alquran, khususnya penelitian dari Indonesia. Karena itu, ka jian ini sangat penting untuk me nyam paikan kepada masyarakat bah wa Alquran tidak hanya sebagai kitab suci panduan umat manusia, tapi juga sebe narnya kaya akan unsur seni di dalamnya.
"Contoh yang paling mudah Alquran itu sendiri bisa dibacakan dengan lagi, namun Alquran tidak dibaca untuk bermusik dan dinyanyi-nyanyikan," ungkap Prof Machasin yang juga promotor doktor dan penguji disertasi ini, Kamis (22/9). Batasan musikalitas ini pun menggunakan teori `Arud yang dinilai sesuai dengan kaidah kesusastraan Arab. Hal ini jugalah yang membedakan antara musik dan Alquran.
Di nusantara, jelas dia, musikalitas Alquran pun sebenarnya sudah dilakukan oleh para wali dan penyebar agama Islam.
Karena, musikalitas Alquran memang dipengaruhi oleh budaya di satu wilayah.
Selama bacaan Alquran masih tetap sesuai tajwid dan tidak mengubah makna ayat, musikalitas Alquran menjadi seni yang sah dilakukan umat Islam di berbagai negara.
Ia mencontohkan, di beberapa wilayah di Indonesia ada masyarakat yang berusaha membaca Alquran dengan melagukan, seperti lagu Jawa atau Sunda.
Walaupun beberapa kelompok meng anggap hal itu masih dalam perdebatan, jelas dia, selama tidak mengubah makna dan bacaan yang benar dalam Alquran. "Alquran diturunkan untuk semua bangsa, jadi tidak perlu khawatir selama tidak mengubah mak na dan bacaan Alquran yang benar," paparnya. rep:Amri Amrullah ed:nina chairani