Ahad 12 Oct 2014 19:10 WIB

Syekh Hamza Yusuf Ulama Fenomenal dari Negara Paman Sam

Red: operator

Intelektualitasnya matang lewat pengembaraan ilmu selama 10 tahun.

Tokoh yang satu ini kaya dengan penghargaan dan apresiasi dari dunia internasional.Ia berada di pering kat ke-42 dari 500 tokoh Muslim paling berpengaruh di dunia versi Pusat Studi Strategis Keislaman Kerajaan Yordania.

Ia dinobatkan sebagai ulama Muslim Barat paling berpengaruh di dunia menurut buku The 500 Most Influental Muslims oleh John Esposito dan Ibrahim Kalin pada 2009. Dan, yang paling menarik, Egypt Today memberikannya gelar Elvis Presleynya Muslim Barat, `bintang rock' dalam bidang teologi. Tokoh tersebut adalah Syekh Hamza Yusuf.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:wikipedia

Dengan lantang, ia menentang keras invansi Paman Sam ke Afghanistan dan Irak pascatragedi 11 September. Penolakan itu ia sampaikan dalam pertemuan secara langsung dengan Presiden Bush. Syekh Hamza menyebut agresi militer AS tersebut merupakan kejahatan terbesar kemanusiaan dalam sejarah perang modern setelah Perang Dunia ke II.

Bahkan, sebelum meninggalkan tempat pertemuan, ruang oval Gedung Putih, Syekh Hamza memberikan te guran yang santun, tetapi tegas dan sarat makna, berupa salinan ayat Alquran dalam bahasa Inggris, ter utama yang berkaitan seputar dengan jihad. Ia menyertakan sebuah catatan berharga yang bertuliskan: "Bahwa Tuhan tidak akan mengusir sebuah kejahatan dengan kejahatan lain. Itulah keindahan yang diajarkan Islam kami."

Tak hanya sekali itu, Syekh Ham za aktif memperkenalkan wajah da mai Islam di publik AS. Aktivitas dakwah itu memang semakin intensif pascatragedi 11 September. Berbagai kesempatan berpidato atau ceramah ilmiah ia gunakan sebagai media untuk mengenalkan Islam.

Sepak terjang Sosok kelahiran Washington 1958 ini juga signifkan dalam mewujudkan perdamaian an tar agama di Barat. Ia termasuk satu dari sekian tokoh Muslim yang menandatangani "A Common Word Bet ween Us and You", sebuah surat per damaian dengan para pemimpin Kristiani.

Kiprah putra kedua dari tujuh bersaudara ini memperjuangkan Islam di Barat ini juga diwujudkan melalui aktif di berbagai organisasi. Baik yang ia inisiasi langsung Zaituna College, atau lembaga lain yang memiliki ke samaan visi dan misi. Ia tercatat se bagai penasihat Program Studi Keislaman Universitas Stanford dan Pusat Studi Keislaman di Pascasarjana Teologi Berkeley.

Selain aktif di ranah lapangan, tokoh berdarah Irlandia ini juga menuangkan ide dan pemikirannya dalam berbagai ragam karya tulis. Sebagian besar berkutat pada keislaman dan ilmu- ilmu sosial.

Di antaranya, "The State We Are In: Identity, Terror, and the Law of Jihad (2003)", "Purification of the Heart: Signs, Symptoms and Cures of the Spiritual Diseases of the Heart (2004)", dan "The Creed of Imam Al- Tahawi (2007)". Pantas jika berdasarkan deretan prestasi ini, harian Inggris the Guardian menyebut pula Syekh Hamza Yusuf sebagai tokoh Islam Barat paling berpengaruh di Amerika.

Komitmen belajar Meski terlahir dari keluarga non- Muslim, Syekh Hamza tak pernah berputus asa memperdalam ilmu.

Keluarga besar sang ayah yang merupakan guru besar humanoria di Universitas North California, penganut Katolik taat. Sementara ibunya yang keturunan Yunani, pemeluk Kristen Ortodoks. Ia sendiri lahir dengan nama Katolik, Mark Hanson.

Tumbuh di lingkungan akademisi dan atmosfer asrama Katolik yang kental, mencetak pola pikir yang kritis bagi Syekh Hamza. Ia menjadi haus ilmu. Selama berada di asrama, ia tak pernah melewatkan membaca ilmu- ilmu sosial. Di sekolah menengah atas, Syekh Hamza remaja masuk di sekolah menengah atas Georgetown Preparatory School.

Memasuki perguruan tinggi, keter tarikannya mendalami berbagai agama terus muncul. Dari sinilah ia mulai mengenal Islam secara otodidak. Ketika itu, tebersit di benaknya, Islam memiliki jumlah pengikut yang bisa menyaingi populasi Kristen.

Berbekal intelektualitas dan spiritual dari lingkungannya selama ini, ia tertarik mendalami Islam. Satu per satu ia menemukan risalah ini sangat masuk akal. Di satu titik, ia tersadar. Mengapa sejak awal ia tidak pernah diperkenalkan tentang agama ini. Padahal, Islam juga mengajarkan monoteisme, sebagaimana hakikat ajaran Yahudi dan Kristen yang murni. Perlahan, mata hatinya kian terbuka.

Hingga pada 1977 peristiwa tragis yang hampir merenggut nyawanya itu benar-benar menyadarkannya. Ia lalu menelaah secara mendalam Alquran. Setahun kemudian, ia memutuskan untuk berikrar syahadat.

Seperti kebiasaannya, Syekh Hamza tak pernah berhenti mengobati rasa penasarannya tentang segala hal, tak terkecuali agama yang baru ia peluk tersebut. Ia melakukan pengembaraan ilmunya ke sejumlah negara. Mulai dari London, pindah ke Granada, Spanyol, selama setahun untuk memulai belajar bahasa Arab dan Alquran.

Puncaknya, ia akhirnya memilih menuntut ilmu langsung di kawasan Timur Tengah. Uni Emirat Arab adalah destinasi yang ia pilih setelah mendapat pencerahan dari Syekh Abdullah Ali Mahmoud, pakar fikih Mazhab Maliki yang pernah ia temui di London.

Selama di UEA, Hamza belajar di Institut Islam Al-Ain. Ia menghabiskan waktu lima tahun di Uni Emirat Arab. Di sinilah, ia fasih berbahasa Arab dan memperdalam ilmu fikih. Bahkan, petualangan ilmunya terus berlanjut ketika ia bertemu dengan Syekh Abdullah Ould Siddiq asal Mauritania, yang kemudian membawanya kenegara tersebut pada 1984.

Pengalaman yang baru ia dapati selama berada di wilayah Afrika Barat ini. Terutama, sistem pembelajaran Islam yang tradisional. Sebelum ke Mauritania, ia sempat pula singgah di Aljazair untuk menghafal Alquran di Madrasah Bilal bin Rabah. Setelah 10 tahun mengembara, Hamza pun kembali ke tanah kelahirannya dan memulai dakwahnya yang sarat prestasi tersebut.  rep:amri amrullah rep:ed: nashih nashrullah

BACA JUGA: Update Berita-Berita Politik Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement