Jumat 03 Oct 2014 18:00 WIB

‘Pemulihan Citarum Butuh 50 Tahun’

Red:

BANDUNG –– Pencemaran Sungai Citarum, sangat memprihatinkan. Bahkan, sungai terpanjang di Provinsi Jabar ini pun di cap sebagai sungai terkotor di dunia. Karena itu, butuh setengah abad untuk membuat Citarum kem bali bersih. "Kalau serius, kita membutuhkan waktu 50 tahun untuk membersihkan Sungai Citarum," kata pakar teknik lingkungan Institut Teknologi Bandung Idris Maxdoni Kamil, kepada Republika, di kampus ITB, Bandung, Kamis (2/9).

Idris mengatakan, untuk membersihkan sungai yang sudah tercemar, apalagi tingkat pencemarannya parah, tidaklah mudah. Bahkan, kata dia, negara-negara maju pun butuh puluhan tahun untuk menyelamatkan sungai mereka. "Jerman butuh 30 tahun, tapi itu pun sudah bagus. Amerika juga seperti itu," ujarnya.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Republika/Edi Yusuf

Tepian Sungai Citarum dipenuhi pabrik di daerah Dayeuhkolot dan Baleendah, Kabupaten Bandung

Menurut Idris, pemulihan itu membutuhkan waktu cukup lama karena limbah-limbah yang ada di Sungai Citarum itu sudah bertahun-tahun mengendap. Sehingga, walaupun airnya disetop pada bagian hulu, tapi tidak mungkin serta merta langsung bersih. Itupun, lanjut Idris, setiap pabrik harus sudah menggunakan instalasi pengolahan limbah "Mereka harus sudah memiliki treatment plan. Jadi, kalau mau buang libah harus diolah dulu, seperti Belanda," ujarnya.

Idrus menuturkan, perilaku pe milik pabrik saat ini menunju kan bahwa mereka tidak serius menyelesaikan permasalahan pencemaran di Sungai Citarum. "Siang di simpan, pas sudah malam dibuang di sungai," ujarnya.

Selama ini, yang menjadi permasalahan adalah tidak adanya kesadaran industri untuk mengolah limbah mereka. Selain itu, ke tidak tegasan kepala daerah, juga menentukan tertib atau tidaknya industri mengelola hasil pembuangan mereka. "IPALnya ada, tapi nggak di ja lanin sama mereka," ujarnya. Hal itu karena, para kepala daerah hanya sekedar mementingkan pendapatan asli daerah atau PAD. Namun, tidak berpikir jangka panjang mengenai dampak lingkungan.

Menurut Idris, pola pikir pemerintah saat ini terbalik. Dia mencontohkan, hal yang terpenting adalah berdiri dulu pabriknya, dan IPAL belakangan. "Kebijakan seperti ini yang sudah harus dihilangkan," katanya. Sedangkan menyangkut masalah teknologi, menurut Idrus, ada beberapa teknologi yang bisa mengolah limbah agar steril. Tapi persoalannya, mau atau tidak pabrik tersebut karena memang biayanya mahal.

Idrus menawarkan, beberapa solusi untuk menangani masalah ini. Harus dibuat sebuah kelembagaan semacam ad hok untuk mengelola Citarum. Seperti yang ada di Jerman. "Jadi, kalau kebijakan masalah pungutan dan lain-lain, mereka yang menentukan. Otoritas ada di mereka," ujarnya. Selain itu juga, bisa dibuat semacam industrial park. Sehingga pabrik-pabrik terpusat, dan peng olahan limbahnya dilakukan secara komunal. Namun, kata Idrus, konsekuensinya adalah hal itu membutuhkan biaya yang sangat besar karena harus merelokasi pabrik secara besar-besaran.

Sebelumnya Gubernur Jabar Ahmad Heryawan, menargetkan pada 2018 Citarum kembali bersih dan airnya dapat digunakan untuk kebutuhan warga. Dia mengatakan, aliran sungai harus terbebas dari berbagai limbah industri, ternak, sampah atau limbah rumah tangga. Karena itu, kata gubernur, pihaknya terus berusaha melakukan sosialiasi dan penyadaran terhadap kelestarian lingkungan. Namun begitu, penegakan hukum tidak di utamakan untuk menindak tegas pelaku pelanggaran pencemaran lingkungan. rep:c80, ed: agus yulianto

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement