JAKARTA — Pemerintah akan menjatuhkan sanksi terhadap sekolah yang melanggar kebebasan berjilbab. Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan (Kemendikbud) telah menetapkan Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014.
Peraturan ini mengenai pakaian seragam sekolah bagi peserta didik jenjang pendidikan dasar dan menengah. Di dalamnya juga mengatur mengenai kebebasan bagi siswi Muslim untuk berjilbab di sekolah.
Kepala Bagian Pendidikan dan Pengembangan Sekolah Dasar Kemendikud Hamid Muhammad mengatakan, permendikbud ditetapkan pada 11 Juni. "Penerapannya dapat dimulai pada tahun ajaran baru nanti," katanya, Rabu (18/6).
Ini harus dipatuhi oleh semua sekolah. Bila ada yang melanggar, akan mendapatkan sanksi. Dalam hal ini, kepala sekolah yang mesti bertanggung jawab dalam pelaksanaan permendikbud tersebut.
Sanksi untuk kepala sekolah yang merupakan pegawai negeri sipil sangat jelas. Jenjangnya dari teguran hingga pemecatan. Surat teguran akan dilayangkan sebanyak tiga kali dan kepala sekolah dimintai keterangan mengenai pelanggaran itu.
Meski demikian, kata Hamid, Kemendikbud tak mengedepankan sanksi. Jika muncul pelanggaran, terlebih dahulu ada langkah persuasif dengan menanyakan penyebab terjadinya pelanggaran. "Sanksi adalah jalan terakhir."
Hamid mengatakan, permendikbud berlaku untuk seluruh tingkat pendidikan dari SD hingga SMA. Tak hanya sekolah negeri, tetapi juga swasta serta sekolah luar biasa. Dinas Pendidikan provinsi akan mengawasi pelaksanaannya.
Permendikbud ini menerangkan, pakaian seragam nasional adalah pakaian yang dikenakan pada hari belajar oleh peserta didik di sekolah. Jenis, model, dan warnanya sama berlaku secara nasional yang telah ditentukan pemerintah.
Terdapat pula penjelasan mengenai pakaian seragam khas Muslimah sesuai keyakinan pribadi siswi. Jenis, model, dan warnanya telah ditentukan.
Kepala Bagian Pelayanan Informasi dan Hubungan Masyarakat Kemendikbud Ibdu Hamad mengatakan, Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014 merupakan jalan tengah menangani kasus jilbab yang sempat mencuat.
Ada sekitar 40 sekolah di Bali melarang penggunaan jilbab oleh siswi Muslim. Ia mendorong agar sekolah umum menghargai hak siswinya yang ingin berjilbab. "Persilakan mereka yang mau memakai seragam jilbab."
Ketua Pengurus Besar Pelajar Islam Indonesia (PB PII) Helmy al-Djufri kecewa dengan proses pengesahan permendikbud tersebut. PII dan organisasi Islam lain yang selama ini menangani masalah jilbab tak dilibatkan.
Menurut dia, permendikbud tak memuat pasal sanksi kuat bagi sekolah yang melanggar. Karena itu, ia meminta Kemendikbud menyosialisasikan secara massal peraturan baru ini. Tujuannya agar tak ada lagi pelarangan jilbab di sekolah.
Kemendikbud juga dituntut mampu mengawasi pelaksanaan permendikbud ini. Sebab, ia melihat pemerintah terkesan hanya membuat peraturan. Setelah itu, penerapannya diserahkan ke masing-masing daerah. Tak ada pengawasan.
Menurut Helmy, PII akan menginformasikan keberadaan permendikbud kepada pelajar. Terutama, terkait kebebasan berjilbab di sekolah. Hak mereka mengenakan jilbab dijamin dalam Permendikbud Nomor 45 Tahun 2014.
Ia mengaku larangan jilbab di Bali merupakan tantangan besar. Sebab, kesadaran sosial di provinsi ini mengenai kebebasan berjilbab masih lemah. Di sisi lain, sentimen budaya dan agama di Bali juga kuat.
Sedangkan, peraturan sebelumnya yang menjamin kebebasan berjilbab tak berjalan optimal. "Siapa pun dan kapan pun bisa dilanggar," kata Helmy. rep:c64 ed: ferry kisihandi