JAKARTA — Ormas Islam pengusung konsep Daulah Khilafah Islamiyah, Hizbut Tahrir Indonesia (HTI), menolak propaganda khilafah dari Negara Islam Irak dan Suriah (ISIS) yang telah berganti nama menjadi Negara Islam (IS).
Juru Bicara HTI Ismail Yustanto menegaskan, propaganda khilafah yang disuarakan ISIS tidak sah secara hukum syariat. Menurutnya, ISIS tidak memenuhi empat syarat sekaligus untuk memenuhi terbentuknya sebuah khilafah.
Pertama, kata Ismail, mereka seharusnya menguasai satu wilayah otonom. Faktanya, mereka berada di wilayah Suriah dan Irak. Kedua, keamanan wilayah tersebut seharusnya dikuasai oleh umat Islam sepenuhnya. "Yang ada keamanannya itu sebagian di penguasan Irak, sebagian lagi di Suriah," ujar Ismail.
Ketiga, Ismail melanjutkan, seharusnya mereka menerapkan Islam secara kaffah atau keseluruhan. Akan tetapi, ia menilai bahwa ISIS belum jelas dalam penerapan syariat Islam. Menurutnya, hal tersebut terlihat dari tidak tegasnya syariat Islam dalam konsep pembangunan ekonomi, politik, sosial, dan budaya dari ISIS.
Terakhir, deklarasi khilafah hanya dilakukan oleh milisi dan pengikut ISIS. Hal tersebut, kata Ismail, tidak sesuai dengan cara-cara pengangkatan dalam Islam. Menurutnya, pengangkatan atau baiat datang dari umat berdasarkan ridha dan ikhtiar.
Lebih lanjut, Ismail menjelaskan, deklarasi khilafah oleh ISIS hanya sekadar nama. Akan tetapi, secara nyata Ismail memandang deklarasi tersebut bukan sebuah khilafah yang sesungguhnya. "Tentu yang kita inginkan khilafah nyata bukan sekadar nama," katanya.
Menurut Ismail, khilafah harus memenuhi tiga subtansi, yaitu kepemimpinan umum bagi seluruh kaum Muslim di dunia, harus menerapkan konsep Islam kaffah, kemudian wajib mengemban dakwah ke seluruh dunia. Tiga subtansi tersebut, ia menambahkan, tidak terdapat pada konsep khilafah yang diusung ISIS.
Konsep khilafah yang dipropagandakan HTI, Ismail melanjutkan, jauh berbeda dengan ISIS. Menurutnya, HTI tidak melakukan kekerasan dalam mempropagandakan khilafah. Selain itu, kata Ismail, HTI tidak melakukan pemaksaan kepada kelompok lain yang tidak sejalan.
Ia menegaskan, khilafah bukan sebuah ide yang baru. Pada zaman dahulu, khilafah juga pernah ada. Oleh karena itu, ujarnya, umat Islam tidak perlu kembali mengonsep ulang khilafah tersebut.
Kendati demikian, ia menjelaskan, khilafah yang pernah tercatat dalam sejarah keislaman mulai ditinggalkan. Adanya beberapa kelompok Islam yang menginginkan khilafah lahir kembali, Ismail mengungkapkan, merupakan pengingat agar umat kembali pada konsep khilafah sehingga persatuan umat Islam bisa terjadi.
Ismail juga meyakini konsep khilafah masih bisa diterima pada konteks saat ini. Meski demikian, ujarnya, dibutuhkan waktu panjang untuk bisa diterima oleh umat Islam di dunia. rep:c67 ed:a syalaby ichsan