Selasa 23 Sep 2014 17:00 WIB
Hikmah

Reuni Sopir dan Perampok Truk Susu

Red:

Oleh: Ustaz Erik Yusuf -- Ketika membaca ulasan haji kemarin, saya teringat kembali suatu kisah yang tak terlupakan. Drama ajib skenario mutakhir yang hanya bisa langsung disutradarai oleh Allah SWT.

Awal kisah ketika kami sedang mabit di Mina. Disela-sela lelah, kami berkumpul di luar tenda sambil bersilaturahim dengan teman semaktab. Ritual ini kami lakukan sambil berusaha memeluk embusan angin, seperti malam sebelumnya.

Saya duduk ketika seorang lelaki separuh baya berkulit agak hitam dan berbadan tegap sedang menuturkan pengalaman-pengalaman menariknya kepada beberapa teman yang sudah sedari tadi di sana. Kehadiran saya dan satu orang pria lanjut usia dengan kisaran umur 70 tahunan ternyata tidak mengganggu ceritanya. Dia malah bertambah semangat. Lelaki itu bercerita tentang betapa hitamnya dunia yang sebelumnya dia jalani.

Penuturan tentang betapa uang haram hasil maksiat hanya akan membawa kegelisahan jiwa. Juga bahwa beliau merupakan begal jalanan, perampok, bahkan na’udzubillah sudah pernah membunuh. Sudah bertahun-tahun beliau bertobat. Ini merupakan haji ketiganya dan entah umrah yang sudah keberapanya. Seakan dari berkali-kali haji dan umrah tersebut dia belum menemukan ketenangan atau kedamaian hati.

Singkat cerita, ketika beliau menuturkan kisah dengan mata berkaca-kaca, lelaki atau kakek yang duduk bersamaan dengan saya memotong ceritanya. Kakek tersebut mengaku pernah bekerja sebagai sopir truk gandengan yang membawa susu melintasi kawasan yang agak sepi di daerah Jawa dan dihadang oleh kawanan begal/perampok dengan senjata terhunus.

Kisahnya mirip dengan kisah yang dituturkan lelaki setengah baya tersebut. Serentak mereka saling memandang, mereka terdiam, meneliti raut serta keriput yang sesungguhnya tidak mengubah garis wajah mereka. Sejenak saya merasakan seakan detik berhenti saat itu.

Muka-muka yang hadir pun mulai berubah, terasa ketegangan menghampiri. Semua menduga jangan-jangan..Ya, benar! Mereka sopir dan perampoknya yang dipertemukan Allah di Mina. "Astaghfirullah, innalillahi… Mohon ampun, Pak," sahut sang perampok. "Saya maafkan, dari dulu sudah saya maafkan," sahut sang kakek tersebut.

Tangisan pun tak tertahankan. Allahu Akbar, Allahu Akbar, Allahu Akbar, kami semua bertakbir. Kami pun tak sanggup menahan haru. Tangis bercucuran malam itu. Kami semua berpelukan sambil terus bertasbih, bertahmid, bertahlil, dan bertakbir. "Allah, Allah, Allah, Kami merasakan kehadiran-Mu, ya Rabb, dekat sekali. Ya Rahman, ya Rahiim, gugurkanlah dosa-dosa kami, terimalah Haji kami, kumpulkanlah kami semua di surga-Mu. Aamiin."

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement