Sabtu 02 Jul 2016 19:07 WIB

Menjaga Ibadah Selama Mudik

Red: Firman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Mudik telah menjadi tradisi masyarakat Indonesia. Setelah menunaikan ibadah puasa Ramadhan, jutaan umat Islam kembali ke kampung halamannya untuk merayakan Idul Fitri. Demi berkumpul bersama keluarga besar di Hari Raya, mereka rela menempuh perjalanan jauh.

Beragam moda transportasi digunakan untuk pulang ke tanah kelahiran. Ada yang menggunakan pesawat terbang, kapal laut, kereta api, bus, mobil pribadi, serta sepeda motor. Mudik identik dengan kemacetan, terutama bagi pemudik yang menggunakan bus, mobil dan sepeda motor.

Sebagian pemudik harus rela terjebak dalam kemacetan selama belasan jam. Di tengah perjalanan mudik, umat Islam tetap memiliki kewajiban untuk menunaikan ibadah shalat lima waktu. Meski begitu, agama Islam memberi keringanan bagi mereka yang menjadi musafir terkait kewajiban ibadah, termasuk shalat lima waktu dan puasa Ramadhan.

Kemacetan dan lamanya perjalanan tak boleh menghalangi umat Islam untuk tetap menjalankan shalat lima waktu. Retno Windarti (37 tahun), warga Surabaya yang bekerja di Bogor, setiap tahun menjelang Lebaran selalu mudik menggunakan kereta. "Aku naik kereta Kertajaya lebaran ini dari Stasiun Senen, berangkat tadi pagi pukul 06.00 WIB. Biasanya waktu perjalanan 12 jam kalau kereta lancar," ujar dia kepada Republika, Kamis (30/6).

Setiap mudik, Retno mengaku tidak pernah melewatkan puasa dan shalat lima waktu. Selama 12 jam, dia melaksanakan shalat Zuhur dan Ashar di dalam kereta. "Aku shalat saja sambil duduk, nggakdijamak," ungkap dia.

Handy Mumpuni (40 tahun), warga Cibinong, Bogor pun memilih mudik ke Jember menggunakan kereta. Soal ibadah shalat, Handy memilih untuk menjamak shalatnya. Ia juga tetap menjalankan puasa selama perjalanan mudik.

"Kemarin saya sampai Stasiun Pasar Turi masih ada waktu Ashar, jadi saya jamak shalat Zuhur dan Asharnya, karena saya masih harus menginap semalam untuk melanjutkan perjalanan kereta pagi, baru mencari masjid atau mushala untuk shalat wajib selanjutnya," tutur pria yang biasa disapa Andi ini.

Royhanul Iman (20 tahun), mahasiswa asal Bekasi juga berencana mudik tahun ini. Ia akan pulang ke Kendal, Jawa Tengah seusai shalat Idul Fitri. Roy memilih mudik dengan sepeda motor bersama dengan ayahnya. Soal ibadah saat mudik, Roy mengaku tak pernah ketinggalan.

Ia tidak pernah meninggalkan shalat lima waktu saat perjalanan mudik. "Menurut saya, shalat itu tidak bisa ditinggalkan meskipun sedang mudik. Yang sakit saja masih harus shalat dengan duduk atau berbaring, apalagi hanya mudik," jelas dia.

Saat waktu shalat, Roy berhenti di masjid atau mushala. Selain untuk beribadah, Roy juga bisa istirahat untuk menghilangkan keletihan. Para pemudik memang dianjurkan untuk beristirahat selama dalam perjalanan jauh. Ini penting untuk keselamatan selama di perjalanan.

Ketua Umum Majelis Ulama Indonesia (MUI), KH Ma'ruf Amin, mengingatkan para pemudik agar tidak lupa melaksanakan shalat. Meski harus menempuh perjalanan jauh, kata dia, ibadah shalat tidak boleh ditinggalkan.

"Jangan lupa shalat. Boleh saja kalau mau jamak, tapi jangan kebablasan sehingga tidak shalat" ujar Kiai Ma'ruf. Islam, kata Ma'ruf, tidak ada tuntutan untuk mudik. Hanya saja, Idul Fitri digunakan sebagai momentum tepat untuk silaturahim.

"Kan bagus sekali, tradisi ini tidak bisa ditinggalkan," kata dia.

Wakil Ketua Komisi Dakwah dan Pengembangan Masyarakat MUI, KH Cholil Nafis mengatakan, bagi musafir yang jarak bepergiannya jauh, dibolehkan untuk tidak berpuasa.

Tetapi, dia mengingatkan, alangkah lebih baiknya jika berpuasa.

"Untuk shalat lima waktu bisa dijamak (dikumpulkan), juga bisa diqasar (perpendek) yang empat rakaat menjadi dua rakaat," jelas dia.

Seorang musafir yang menempuh jarak jauh diperbolehkan menjamak dan mengqasarnya. Beberapa ulama berbeda pendapat mengenai jarak yang diperbolehkan melakukan qasar atau jamak. Tetapi, mayoritas ulama menggunakan patokan 120 kilometer. Sedangkan sebagian ulama yang lain menyebut batas minimal musafir melakukan perjalanan jauh adalah 80 hingga 90 kilometer.

Dari jarak tersebut, selain boleh menjamak atau mengqasar shalatnya, juga boleh memilih berpuasa atau berbuka. Kiai Cholil juga mengingatkan agar ketika dalam satu perjalanan, muslim yang satu tidak boleh mencela muslim lainnya ketika tidak berpuasa, begitu juga sebaliknya.

"Orang yang berpuasa jangan mencela orang yang berbuka dan orang yang berbuka jangan mencela orang yang berpuasa ketika dalam perjalanan," tutur dia.

Rasulullah pernah mengatakan kepada Hamzah bin Amr al aslami, saat bertanya berpuasa ketika bepergian. Rasulullah menjawab "Siapa pun yang ingin berpuasa, maka berpuasalah, dan siapa yang ingin berbuka, berbukalah."

Rasulullah juga pernah melakukan perjalanan, kemudian melihat banyak orang berdesak-desakan dan yang dipayungi. Ternyata orang tersebut sedang berpuasa, Rasulullah pun mengatakan, berpuasa dalam perjalanan yang sangat memberatkan itu bukanlah kebaikan.

Selain mengingatkan soal pentingnya menjaga ibadah selama perjalanan, Kiai Ma'ruf Amin pun mengimbau kepada para pemudik untuk berhati-hati selama perjalanan. Terutama, kata dia, kepada pemudik yang menggunakan kendaraan roda dua. "Banyak kesulitan di jalan, supaya berhati-hati," tutur dia.

Kiai Ma'ruf juga mengingatkan kepada pemudik yang membawa anak kecil untuk berhati-hati. Sehingga dapat selamat hingga kampung halaman. MUI berharap, Polri bisa memperketat keamanan dan melindungi para pemudik.  rep: Ratna Ajeng Tejomukti, Rahmat Fajar  ed: Heri Ruslan

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement