Indonesia masih sulit melahirkan generasi yang pintar, cerdas, dan kreatif. Hal ini disebabkan lantaran minimnya perhatian terhadap pentingnya pemenuhan nutrisi bagi ibu hamil dan balita.
Guru Besar Ilmu Gizi Kesehatan Masyarakat Universitas Indonesia Prof Endang L Achadi MPH,Dr.PH mengatakan, masa 1.000 hari merupakan waktu yang sangat menentukan dalam masa depan bangsa ini. Sebab, pada masa itulah kecerdasan seseorang ditentukan.
Masa 1.000 hari yang dimaksud adalah delapan minggu pertama dalam kandungan. Pada masa ini terbentuknya cikal bakal yang akan menjadi otak, hati, jantung, ginjal, tulang, tangan, kaki, dan lain-lain. Pada sembilan minggu kemudian hingga lahir (280 hari) organ-organ tubuh mengalami perkembangan. Setelah lahir, sebagian organ, seperti otak, masih terus berkembang sampai usia dua sampai tiga tahun (720 hari). "Pada saat 1.000 hari inilah sangat penting pemenuhan nutrisi bagi janin dan balita," ujar Endang pada acara bincang-bincang dengan tema "1.000 Hari yang Menentukan Masa Depan Bangsa", di Yogyakarta, pekan lalu. Acara ini digelar dalam memperingati 60 tahun Sarihusada.
Jika dalam 1.000 hari tersebut kebutuhan nutrisi tidak terpenuhi, maka akan bisa berdampak buruk bagi perkembangan fisik dan kecerdasan seseorang. Misalnya, kata pakar gizi ini, fisiknya akan lebih pendek, kurang cerdas dan kurang tangkas, serta lebih berisiko mengalami penyakit kronis, seperti hipertensi, diabetes, panyakit jantung, dan stroke. "Jadi memang fatal akibatnya kalau seorang bayi mengalami kekurangan gizi," papar Endang.
Disebutkan, efek gizi kurang dalam kandungan dapat memanjang ketiga generasi, seperti diindikasikan oleh hubungan antara ukuran tinggi badan nenek dan berat badan lahir bayi yang dilahirkan oleh wanita. Endah mengutip hasil studi Longitudinal Guatemala di India yang memaparkan bahwa anak yang kekurangan gizi cenderung menjadi dewasa pendek, selanjutnya dominan melahirkan bayi kecil. Hal ini berisiko pada prestasi pendidikan yang lebih rendah dan pada akhirnya mempunyai status ekonomi yang rendah.
Sehubungan dengan hal tersebut, Endang meminta agar para ibu hamil dan setelah melahirkan memperhatikan benar-benar asupan gizi. Katanya, makanan bergizi tidak selalu mahal. Banyak penganan tradisional yang bisa diolah menjadi makanan yang bergizi.
Sementara itu, Dr Pinky Saptandari, staf khusus Menteri Pemberdayaan Perempuan dan Perlindungan Anak, mengatakan, banyak masyarakat yang belum memahami pentingnya gizi bagi tumbuh kembang anak. Bahkan, tidak sedikit di antara mereka yang masih percaya bahwa beberapa jenis makanan bergizi tidak baik dimakan oleh ibu hamil dan bayi (mitos). Ia mencontohkan, ikan tidak boleh diberikan kepada ibu hamil karena akan membuat bayi berbau amis. Ada pula yang masih mempraktikkan makanan nasi terlebih dulu dikunyah oleh ibunya, baru diberikan pada bayinya. "Kebiasaan-kebiasaan ini masih kental di masyarakat, padahal ini hanya mitos dan pola pemberian makan yang tidak benar," ujar Pinky.
Ia pun kemudian menyarankan agar para kader-kader posyandu dan ahli gizi terus-menerus menyosialisasikan pentingnya asupan gizi bagi ibu hamil dan balita.
Presiden Direktur Sarihusada Olivier Pierredon memastikan pihaknya berkomitmen membangun kecerdasaan anak bangsa. Salah satunya dengan menyediakan makanan dan susu bermutu guna meningkatkan nutrisi masyarakat. "Selama 60 tahun, Sarihusada konsisten memproduksi nutrisi ibu dan anak yang berkualitas dan terjangkau serta cocok bagi masyarakat," ujarnya. ed:khoirul azwar