Senin 20 Oct 2014 12:00 WIB

Menghalau Kanker Payudara

Red:

Jumlah pengidap kanker payudara di Indonesia tergolong cukup tinggi. Pada 10 tahun yang lalu, penderita penyakit yang mematikan ini menduduki posisi kedua setelah kanker leher rahim sebagai penyebab kematian tertinggi pada wanita. Kini, kondisinya terbalik.

"Gaya hidup juga risiko hormonal yang menyebabkan ini bertukar posisi," ujar dokter spesialis bedah onkologi Rumah Sakit Hasan Sadikin, Bandung, Maman Abdurahman.

Angka kematian akibat kanker payudara yang cukup tinggi itu juga disebabkan lantaran banyak pasien datang ke dokter dengan kondisi terlambat. Berdasarkan data RS Kanker Dharmais, jumlah pasien kanker payudara yang datang saat masa stadium hanya enam persen. Sedangkan pada stadium II adalah 18 persen, stadium III sebesar 44 persen. Sementara, yang datang dengan stadium lanjut (stadium IV) cukup tinggi, yakni 32 persen.

"Artinya apa? Penderita terlambat mengetahui kondisinya," papar dokter ini. Padahal, Maman melanjutkan, semakin tinggi stadiumnya, kesempatan untuk sembuh kian tipis. Bila masih di stadium I, peluang sembuh bisa 100 persen. Stadium II, pasien berpeluang sembuh 85 persen, stadium III memiliki kesempatan pulih 57 persen. Sementara bila sudah stadium IV, peluangnya hanya 20 persen.

Melihat kurangnya pengetahuan perempuan akan gejala dini kanker payudara, Maman meminta jika menemukan benjolan pada payudara segera konsultasikan ke dokter. Karena, dari tahap benjolan itulah kanker payudara berawal. "Namun, tidak semua benjolan langsung bisa disimpulkan kanker."

Benjolan yang menandakan kanker, menurut dia, ketika ditekan akan terasa keras dan tidak bisa berpindah atau begoyang.

Selain itu, keanehan pada payudara semakin terlihat ketika puting mulai mengeluarkan cairan. Cairan yang keluar bisa berupa darah atau semacam getah mentimun.

Kanker payudara sebenarnya bisa diwaspadai lebih awal dengan pemeriksaan sendiri (Sadari). Ketika perempuan memasuki masa menstruasi pertama kali, harus sudah waspada akan risiko ini. Pemeriksaan mandiri bisa dilakukan rutin setiap lima hari bersih menstruasi. "Amannya, ketika merasa ada yang aneh, langsung tanya dokter," ujarnya.

Penyebab

Pada studi genetik, faktor penyebab kanker payudara berhubungan dengan gen tertentu. Secara statistik kasar, faktor genetik bisa berpengaruh sebesar 5-15 persen, khususnya jika yang diturunkan adalah gen BRCA1 dan BRCA 2. Gen ini memacu risiko kanker payudara sebesar 60-80 persen.

Faktor lainnya adalah adanya ketidakseimbangan hormonal. Khususnya pada wanita, risiko semakin tinggi jika ia mengalami menstruasi dini, yaitu sebelum 12 tahun. Risiko tinggi juga dihadapi oleh mereka yang mengalami menstruasi terlambat, yakni di atas 55 tahun. "Tandanya, mereka memiliki hormon estrogen tinggi, makanya risiko lelaki terkena kanker ini lebih rendah," kata dia.

Mengenai hormon ini, bagi wanita yang melahirkan anak pertamanya di atas usia  35 tahun, harus lebih waspada. Pasalnya, hal ini bisa meningkatkan risiko membeludaknya hormon estrogen. Karena itu, sebaiknya perempuan menikah pada saat mereka berumur 25 tahun.

Karena pada masa ini, kata dia, risiko genetik bisa dihambat dengan pola hidup sehat. Faktor pemicu terjadinya kanker, seperti radiasi, pola makan berlemak, hidup tak sehat, seperti merokok, banyak memengaruhi penderita di Indonesia.

Pencegahan

Sementara, dokter bedah onkologi dan pengajar di Fakultas Kedokteran Unpad, Monty Priosodewo Soemitro, menilai, kanker payudara justru tidak bisa dicegah. Pasalnya, sulit untuk mengetahui sejauh apa tiap orang membawa bakat penyakit itu. "Kita hanya bisa meminimalisasi risikonya."

Caranya, menurut dia, mengonsumsi beberapa jenis makanan yang bisa menghalau penyakit jahat ini. Khususnya, makanan yang mengandung antioksidan dinilai sangat baik untuk membunuh sel abnormal yang ada dalam tubuh.

Contoh asupan yang mengandung antioksidan adalah segala sayuran dan buah yang berwarna merah, seperti tomat, jambu biji, delima, jeruk, pepaya, juga anggur hijau. Sayuran hijau pun, seperti bayam dan kangkung, mampu menghindarkan tubuh dari risiko kanker payudara.

Sebaliknya, asupan yang bisa memacu meningkatnya hormon estrogen ada baiknya dikurangi, seperti santan, ayam negeri, bakso, sirloin, sop buntut, iga, dan gulai.

Begitu juga paparan radikal bebas yang harus diwaspadai. Radikal bebas bisa diperoleh dari asap kendaraan bermotor, asap pabrik, juga segala jenis makanan berlemak tak jenuh.

Monty menganjurkan pola makan seimbang. Keinginan mangonsumsi makanan berlemak harus  diimbangi dengan sayuran. Selain itu, rajin berolahraga. "Olahraga mampu meningkatkan kemampuan tubuh menghilangkan radikal bebas, idealnya 40 menit per hari selama empat kali seminggu," papar dokter ini. c69 ed:khoirul azwar

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement