REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Para guru terus dijadikan sebagai objek pungutan liar oleh dinas pendidikan. Lewat acara berlabel Sarasehan Sertifikasi Guru, Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor mengharuskan setiap guru membayar Rp 150 ribu - Rp 200 ribu untuk mengikuti acara tersebut.Sarasehan digelar di Sentul International Convention Center, Sentul, Kabupaten Bogor, bersamaan dengan peringatan Hari Kebangkitan Nasional (Harkitnas), pekan lalu.
Semua guru mulai dari SD hingga SMA yang sudah besertifikasi wajib mengikuti acara tersebut. Kepada dinas pendidikan setempat juga membuat edaran agar para guru besertifikat menghadiri kegiatan itu dan membayar Rp 150 ribu.
Menurut salah seorang guru senior SMP Cibinong, acara Saresehan Sertifikasi Guru hanya merupakan tipuan karena sama sekali tidak membahas masalah sertifikasi. Memang, panitia menghadirkan motivator Mario Teguh sebagai pembicara. Tapi, sesi lainnya adalah ajang kampanye bagi Dahlan Iskan sebagai calon presiden dan Rachmat Yasin yang akan mencalonkan kembali sebagai bupati Bogor. Guru-guru besertifikat telah ditipu oleh dinas pendidikan. Ini pukulan bagi kami, kata guru yang enggan disebutkan identitasnya itu kepada Republika, Kamis (30/5).
Dia tidak ikhlas mengeluarkan uang Rp 150 ribu hanya untuk mengikuti acara berbau kampanye politik itu. Guru lain bahkan mengaku membayar Rp 200 ribu untuk menghadiri saresehan. Bendahara acara saresehan Tata Karwita mengakui bahwa dinas pendidikan mengharuskan setiap peserta guru membayar Rp 150 ribu per orang. Jumlah guru yang ikut acara itu sebanyak 10.070 peserta.
Dengan demikian, panitia mengumpulkan uang Rp 1,51 miliar lebih. Soal penggunaannya, saya tidak tahu, karena semua dana yang terkumpul diserahkan kepada kepala dinas, kata Kepala Seksi SMK Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor itu.Kepala Seksi SMP Dinas Pendidikan Kabupaten Bogor Asep AS juga mengaku ikut menjadi panitia acara saresehan. Namun, ia juga menolak menjelaskan penggunaan dana tersebut dengan alasan semua uang yang terkumpul diserahkan kepada kepala dinas pendidikan.
Sedangkan Kepala Dinas Pendidikan Rustandi ketika dikonfirmasi membantah telah melakukan pungutan liar. Saya siap mengganti kalau ada guru yang keberatan, tantang Rustandi.Sejumlah guru memang akhirnya berani mengutarakan kekecewaannya atas kegiatan berkedok saresehaan itu. Kekecewaan mereka diungkapkan dengan merinci pengeluaran panita menurut prakiraan mereka.
Menurut perhitungan para guru, kegiatan itu paling banyak menghabiskan biaya Rp 600 juta dengan rincian honor pembicara sebesar Rp 160 juta per jam, sewa gedung Rp 250 juta, dan Rp 190 juta lagi untuk hiburan, konsumsi, serta biaya administrasi lainnya. Lalu yang Rp 900 juta lagi ke mana? Tolong dijelaskan Pak Rustandi, kata seorang guru SMA.
Pungutan UN
Kacaunya urusan pendidikan Kabupaten Bogor juga terlihat dalam pelaksanaan Ujian Nasional (UN) yang baru saja berlalu dan ternyata masih menyisakan persoalan. Sejumlah guru SMP dan SMA di Kabupaten Bogor mengaku dimintai dana partisipasi UN oleh dinas pendidikan sebesar Rp 15 ribu per siswa SLTP dan Rp 25 ribu untuk siswa SLTA.
Menurut para guru, sebenarnya yang ditarik oleh dinas pendidikan adalah sebesar Rp 30 ribu per siswa SLTP dan Rp 50 ribu per siswa SLTA. Namun, uang yang Rp 15 ribu dan Rp 25 ribu lagi untuk keperluan try out menjelang UN. "Uang itu disebut sebagai dana partisipasi UN dan semua sekolah harus menyetorkannya sesuai dengan jumlah siswa yang ikut ujian," kata seorang guru.
Dana partisipasi UN ini dikumpulkan oleh komisariat masing-masing, kemudian disetorkan ke dinas pendidikan. Salah seorang ketua komisariat SMP mengakui adanya dana partisipasi UN. Tapi itu bukan paksaan, hanya keikhlasan sekolah saja, katanya kepada Republika.
Ketua UN Kabupaten Bogor Gada Sembada mengaku tidak mengetahui adanya pungutan Rp 15 ribu dan Rp 25 ribu setiap siswa. Setahu saya tidak ada pungutan UN, kalau ada uangnya mungkin diterima pejabat lain, kata sekretaris dinas pendidikan ini. Ia berjanji akan menyelidiki pungutan UN ini. n khoirul azwar ed: rahmad budi harto
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.
Sumber: Koran Republika