Rabu 23 Oct 2013 08:30 WIB
Peradilan di Indonesia

Bencana Peradilan

Akil Mochtar
Foto: Adhi Wicaksono/Republika
Akil Mochtar

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA -- Peningkatan moral hakim sangat penting dilakukan untuk menangkal korupsi pada lembaga peradilan. Langkah tersebut harus menjadi prioritas karena kerusakan integritas dan moralitas terus melanda pejabat publik di Indonesia, termasuk hakim.

Pakar hukum Universitas Parahyangan, Asep Warlan Yusuf, mengatakan, dugaan korupsi di lembaga peradilan sungguh menyedihkan dan menyempurnakan keparahan korupsi di Indonesia. "Sangat sempurna, semua lapisan jabatan bisa terkait korupsi. Ini mengerikan," kata Asep, Selasa (22/10).

Lembaga peradilan yang korup merupakan bencana besar bagi negara ini. Asep menegaskan, adanya potensi korupsi di lembaga peradilan adalah akibat lemahnya pengawasan. Sistem yang ada, kilahnya, bisa menjadi lubang untuk membuka celah terjadinya tindak pidana itu.

Kekhawatiran Asep tidak berlebihan. Belum habis cerita tertangkapnya Akil Mochtar, Ketua Mahkamah Konstitusi (MK), dalam kasus suap, kini giliran Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh yang diduga meminta sejumlah uang.

Dalam persidangan di Pengadilan Tindak Pidana Korupsi (Tipikor) Jakarta, Senin (21/10), staf Kepaniteraan Mahkamah Agung (MA) Suprapto mengungkapkan adanya permintaan uang dari Hakim Agung Andi Abu Ayyub Saleh untuk mengurus kasasi perkara pidana atas nama Hutomo Wijaya Ongowarsito. Ia menyebut, permintaan dana itu sekitar Rp 300 juta.

Namun, tegas Suprapto, uang tersebut belum sampai ke tangan hakim. Ia mengaku diminta tolong oleh Djodi Supratman, staf Pusdiklat MA, untuk membantu pengurusan kasasi. Dalam surat dakwaan, Djodi disebut dimintai bantuan oleh Mario C Bernardo, pengacara di kantor hukum Hotma Sitompoel and Associates.

Melihat kasus-kasus dugaan korupsi yang menyeret hakim, Asep menilai terbuka kemungkinan ada keterlibatan hakim lain. Dia beralasan, putusan hakim bersifat kolektif sehingga mungkin saja terjadi negosiasi antara satu hakim dengan hakim lainnya. "Jadi sebelum diputus, saling menggoda," kata dia.

Padahal, pemerintah telah meningkatkan kesejahteraan hakim. Salah satunya adalah kesejahteraan hakim ad hoc yang melonjak drastis setelah Presiden Susilo Bambang Yudhoyono menandatangani Peraturan Presiden (Perpres) No 5/2013 tentang Pemberian Hak Keuangan dan Fasilitas Bagi Hakim Ad Hoc. Perpres ini salah satunya mengatur tunjangan hakim Pengadilan Tipikor Rp 40,5 juta.

Pemerintah sudah melakukan sejumlah tindakan dalam memperkuat pengawasan terhadap hakim, khususnya bagi hakim konstitusi. Peningkatan pengawasan itu dilakukan dengan menerbitkan Peraturan Pemerintah Pengganti Undang-Undang (Perppu) No 1/2013 tentang Mahkamah Konstitusi (MK). Dengan perppu tersebut, hakim MK kembali bisa diawasi.

Menko Polhukam Djoko Suyanto mengatakan, perppu ini memperbaiki sistem pengawasan hakim MK. Caranya, kata dia, membentuk Majelis Kehormatan Hakim Konstitusi (MKHK). Menurut Djoko, MKHK dibentuk dengan tetap mempertahankan independensi hakim konstitusi dalam memutus perkara.

Sekretaris Kabinet Dipo Alam mendukung penguatan pengawasan terhadap hakim di lembaga peradilan. "Demi kebaikan bersama dalam asas check and balance (pengawasan dan penyeimbangan), khususnya pengawasan hakim di Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Yudisial," kata Dipo. n irfan fitrat/erik purnama putra ed: m ikhsan shiddieqy

Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement