REPUBLIKA.CO.ID, Oleh Ichsan Emrlad Alamsyah
Jalur Gaza sedang dirundung duka. Bukan saja karena bom-bom Israel yang masih sering memakan korban, melainkan juga karena kondisi kehidupan sehari-hari yang memprihatinkan. Sudah beberapa bulan ini, sebanyak 1,7 juta warga Palestina yang tinggal di Gaza hidup tanpa pasokan bahan bakar dan listrik.
Lembaga HAM Amnesty International pun menyebut Gaza sedang mengalami tragedi kemanusiaan. Kelompok militan Hamas yang memerintah wilayah ini pun tak menutup mata atas derita warganya. Karena itu, Hamas pun memutuskan untuk meniadakan perayaan ulang tahun mereka pada tahun ini, yang mestinya digelar pada Ahad (1/12).
Bagi Hamas, tak pantas menggelar perayaan ulang tahun di tengah kondisi rakyat yang menderita. Sejak menguasai Gaza pada 2007, ini merupakan pertama kalinya Hamas tak menyelenggarakan perayaan ulang tahun.
Kondisi ini memperlihatkan betapa hancurnya Gaza setelah Presiden Mesir Muhammad Mursi dikudeta militer, Juli lalu. Selama setahun memerintah, Mursi secara jelas mendukung gerakan Hamas dengan membuka jalur perbatasan dan membiarkan terowongan-terowongan di Gaza digunakan untuk menyalurkan berbagai kebutuhan masyarakat Gaza.
Tumbangnya Mursi berakhir pula segala kemudahan itu. Pemerintah Mesir saat ini yang dikendalikan militer menghancurkan terowongan-terowongan itu. Padahal, jalur penyeludupan tersebut merupakan sumber pendapatan utama bagi Hamas di tengah tekanan Israel.
Pejabat Hamas, Ashraf Abu Zayed, mengatakan, pihaknya akan menggunakan dana perayaan ulang tahun untuk meringankan penderitaan rakyat. Menurutnya, pembatalan perayaan ini juga merupakan bentuk solidaritas bagi rakyat Gaza yang sedang dirundung kesulitan.
Tindakan keras militer Mesir disertai blokade Israel menyebabkan Gaza kekurangan bahan bakar. Kondisi ini menciptakan efek domino, yakni terjadi pemadaman listrik dan hancurnya industri konstruksi. Padahal, selama ini sebagian besar warga menggantungkan hidup dengan bekerja di industri konstruksi.
Bulan lalu, kelangkaan listrik menyebabkan mesin pengolahan limbah utama mati. Air limbah pun meluap dan membanjiri jalan-jalan. Pada saat yang sama, PBB mengumumkan, angka pengangguran telah meningkat sejak terowongan ditutup. Saat ini, angka itu mencapai 30 persen dari total penduduk. Data juga menunjukkan, hampir setengah dari 1,7 juta rakyat Gaza harus menerima bantuan makanan dari Badan Pengungsi PBB untuk Palestina, UNRWA. Sebelumnya, Direktur Amnesti International untuk Timur Tengah dan Afrika Utara, Philip Luther, menyeru Israel segera menghapus blokade di Jalur Gaza sehingga pasokan bahan bakar dan kebutuhan lainnya bisa segera masuk.
Selama enam tahun terakhir, Israel terus-menerus memblokade Gaza. Kondisi itu diperburuk oleh Mesir yang juga memberlakukan kebijakan ketat atas Gaza. “Blokade Israel jelas merupakan pelanggaran hukum internasional,” ujar Luther. n ap ed: wachidah handasah
Berita-berita lain bisa dibaca di harian Republika. Terima kasih.