YOGYAKARTA -- Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta menunggu petunjuk teknis atau prosedur operasional standar (POS) penyelenggaraan Ujian Nasional (UN) tahun 2017. Hal ini menyusul tidak disetujuinya rencana penghapusan UN dari Menteri Pendidikan dan Kebudayaan (Mendikbud) oleh Presiden Joko Widodo.
Sekretaris Dinas Pendidikan Kota Yogyakarta, Budi Asrori, mengatakan, sekolah di Kota Yogyakarta siap melaksanakan UN 2017. Bahkan, meskipun Mendikbud merencanakan penghapusan UN, sekolah tetap melakukan persiapan. Karena belum ada keputusan resmi terkait rencana penghapusan UN tersebut.
Sekarang kita menunggu petunjuk teknis atau prosedur operasional standar (POS) untuk UN tahun depan, ujar dia, Jumat (9/12). Sambil menunggu petunjuk teknis pelaksanaan tersebut sekolah dan Dinas Pendidikan terus melakukan persiapan pelaksanaan UN. Tiap sekolah, kata dia, sudah mulai melakukan pendalaman materi pelajaran yang masuk UN kepada siswa kelas akhir. Wakil Wali Kota Palangka Raya Mofit Saptono Subagio mengatakan, moratorium UN memang perlu kajian secara mandalam dan menyeluruh. Ini karena kemampuan setiap daerah dalam penyelenggaraan pendidikan berbeda.
Evaluasi terhadap peserta didik yang sudah menempuh atau penjalani rangkaian sistem dalam tingkatan pendidikan mutlak dan ini harus memilik standar yang jelas, katanya, di Palangka Raya, Jumat. Dia mengatakan, ketika seorang peserta didik mengikuti rangkaian belajar mengajar, dan ingin atau telah sampai waktunya untuk melanjutkan ke jenjang pendidikan maka harus dilakukan evaluasi.
Gunanya untuk mengetahui kelayakan kemampuan peserta didik, jika layak berapa nilai yang diberikan kepada yang bersangkutan. Dan penilaian itu harus memiliki standar yang jelas, katanya. Jangan sampai, karena tidak ada standar evaluasi yang jelas, nilai yang diberikan pihak sekolah tidak bisa dipertanggungjawabkan oleh siswa. Mofit kemudian memberi contoh, dengan pernah menemukan nilai ujian sekolah salah satu siswa di satu mata pelajaran mencapai 9,5. Namun, saat UN hanya mendapat nilai tiga, sehingga perbedaanya sangat mencolok.
Untuk itu, saya menilai moratorium itu perlu dilakukan lebih dalam tanpa mengesampingkan kondisi dan kemampuan pelaksanaan pendidikan di berbabagai wilayah di Indonesia. Entah ada UN atau tidak, yang penting nilai hasil evaluasi peserta didik harus bisa dipertanggungjawabkan, kata dia.
Prihatin
Pengamat pendidikan, Doni Koesoema, pun menyayangkan keputusan pemerintah tersebut. Menurut dia, pemerintah telah mengabaikan fakta terkait tidak adanya peningkatan kualitas pendidikan selama pelaksanaan UN.
Ini keputusan yang memprihatinkan, karena pemerintah mengabaikan fakta-fakta bahwa selama 13 tahun UN tidak ada peningkatan kualitas pendidikan. Ujian standar seperti UN mengeringkan proses pembelajaran, guru hanya mengajar untuk tes dan siswa hanya belajar untuk lulus, kata Doni saat dihubungi, Jumat.
Akibatnya, kata dia, para siswa tidak fokus terhadap proses pembelajaran. Dia mengatakan, dengan mempertahankan pelaksanaan UN justru membuat para siswa tidak mampu meningkatkan daya saing.
Kurikulum dipersempit demi tes semata. Inovasi dan kreasi mandul. Dengan tetap mempertahankan UN, kita justru semakin tidak mampu bersaing dengan negara-negara lain, katanya.
Doni menilai, seolah-olah terdapat pemaksaan terhadap siswa untuk belajar menghadapi UN. Padahal, menurut dia, penyelenggaraan UN tak terbukti menumbuhkan minat belajar. Lebih lanjut, ia mengatakan, pendekatan belajar yang mengutamakan motivasi internal sesuai minat dan bakat terbukti membuat siswa menjadi lebih unggul, seperti di Finlandia.
Jadi, kalau ada negara yang tidak memakai UN, tapi berhasil. Mengapa kita tetap kekeh pakai UN yang tidak terbukti meningkatkan kualitas pendidikan dan malahan merusak pendidikan kita? ujar Doni. Doni menilai, dari sisi teori pembelajaran, UN sudah tak cocok lagi digunakan. Yang terpenting ialah meningkatkan kreativitas dan juga inovasi para siswa, sehingga dapat meningkatkan daya saing.
Sementara itu, sekolah di Flores Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) memberi apresiasi moratorium UN. Ini bukti bahwa rencana moratorium yang digagas Menteri Pendidikan dan Kebudayaan belum tepat untuk kepentingan peningkatan kualitas dan mutu siswa dari sekolah, kata Kepala SMA Negeri 1 Boawae, Kabupaten Ngada, Flores, NTT, Geradus Satu, saat dihubungi di Kupang, Jumat. rep: Yulianingsih, Dessy Suciati Saputri/antara, ed: Stevy Maradona