Kamis 05 Jun 2014 11:22 WIB

Hukuman Tegas Pelaku Pedofil

Red:

Dalam beberapa waktu belakangan ini, kita memang sangat prihatin mendengar maraknya aksi kekerasan seksual yang pada umumnya terjadi pada anak-anak. Bukan hanya pada anak-anak saja, melakukan kekerasan seksual saja pun sudah sangat disayangkan.

Maka, ketika kasus ini muncul dan korbannya sangat banyak, sudah selayaknya bila pelakunya (pedofil) diberi hukuman yang tegas dan berat. Sebab, dalam kacamata hukum apa pun, kekerasan seksual itu sangat berbahaya.

Menurut hukum Islam, orang yang melakukan hubungan seksual namun bukan pada pasangannya sendiri termasuk zina dan hukumannya yang layak adalah rajam (cambuk). Bila pelakunya belum menikah, hukumannya dirajam sebanyak 50 kali, dan yang sudah menikah dicambuk 100 kali sampai dia meninggal.

Ini baru hubungan seksual. Sedangkan melakukan kekerasan (aniaya) maka perbuatan tersebut bisa masuk dalam kategori jinayah (pidana). Pelakunya bisa diancam dengan hukuman pengusiran ke luar wilayah, qatl (dibunuh), had, dan qisas (hukuman yang setimpal).

Sementara, dalam undang-undang nasional, pelaku tindak kekerasan seksual bisa diancam dengan pidana penjara. Berdasarkan UU Nomor 23 Tahun 2002 tentang Perlindungan Anak (PA), pelaku pelecehan seksual diancam dengan pidana penjara maksimal 15 tahun. Namun, hukuman ini bisa bertambah berat manakala korbannya dibunuh.

Kita bersedih dengan maraknya aksi kekerasan seksual pada anak-anak ini. Sebab, pelakunya tak hanya dari orang yang terpelajar, tapi juga menyebar hingga ke kalangan masyarakat yang kondisi ekonominya memprihatinkan.

Terkait upaya kepolisian mendalami dan membongkar praktik tindak kekerasan seksual yang dialami AK, seorang siswa Taman Kanak-Kanak (TK) Jakarta International School (JIS), patut diapresiasi. Saat ini, pemeriksaan dan penyelidikan terus dilakukan terhadap dugaan keterlibatan guru-guru di sekolah tersebut dalam perbuatan tersebut.

Berdasarkan hasil penyelidikan sementara, setidaknya 20 lebih guru yang ada di JIS akan segera dideportasi ke negaranya masing-masing. Mayoritas guru-guru yang akan dideportasi itu berasal dari Amerika Serikat (AS) dan Australia. Lainnya, yaitu Kanada, Singapura, Afrika Selatan, dan lainnya.

Pendeportasian ini tentu bukan solusi yang tepat untuk membongkar kasus yang terjadi di sekolah internasional tersebut. Sebab, hal itu akan mengaburkan fakta-fakta yang terjadi di sekolah tersebut.

Oleh karenanya, wajarlah bila Komisi Nasional Perlindungan Anak (Komnas PA) dan Komisi Perlindungan Anak Indonesia (KPAI) meminta guru-guru itu diperiksa lebih lanjut sebelum mereka dideportasi. Sebab, bukan tak mungkin ada dari oknum guru yang akan dideportasi menjadi salah satu saksi mata atau pelaku kekerasan seksual pada anak (pedofil).

Namun, jika dalam pemeriksaan lebih lanjut itu terbukti mereka tak terlibat dan “hanya” melakukan kesalahan izin tinggal, yang bersangkutan hendaknya harus diproses sesuai dengan hukum yang berlaku, termasuk mendeportasi ke negara asalnya.

Dalam hal ini, Kepala Sekolah JIS Timothy Carr dan pengelola JIS lainnya hendaknya juga bertanggung jawab. Sebab, pelanggaran izin tinggal yang dilakukan oleh oknum guru di JIS itu tidak dilaporkan kepada pihak imigrasi atau pihak berwenang di Indonesia.

Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement