Saya pengguna Transjakarta dan APTB yang jalurnya bersinergi. Beberapa bulan terakhir, saya banyak menggunakan APTB karena harga tiketnya yang tidak jauh berbeda dengan Transjakarta dan juga lebih manusiawi karena kemungkinan memdapatkan tempat duduk lebih besar, sopir lebih cepat, dan suasana bus yang nyaman.
Mesin juga tidak sering mogok dan tidak korsleting seperti Transjakarta. Apalagi, dengan adanya beberapa rute pilihan yang memudahkan saya mencapai tempat kerja di kawasan Slipi, Kemanggisan. Pada 14 Agustus lalu, saya telah menulis surat pembaca berkaitan dengan putusnya kerja sama antara Transjakarta dan APTB.
Namun, hingga kini belum ada kelanjutan tindakan dari pengelola BLU dalam hal ini PT Transjakarta dan justru semakin ketat melakukan pengawasan penumpang yang ingin naik APTB. Hebatnya, tiket APTB tidak dijual di halte Transajakarta sehingga oleh BLU dan PT Transjakarta, kami harus beli tiket Transjakarta dahulu untuk naik APTB.
Dalam surat pembaca saya pada 14 Agustus 2014, saya telah mengajukan komplain mengenai putusnya kerja sama antara Transjakarta dan APTB serta adanya pemaksaan oleh PT Transjakarta agar penumpang beli tiket Transajkarta dahulu, baru boleh naik APTB. Bahkan, kini Transjakarta menempatkan petugasnya dengan gaya seperti preman di pinggiran halte Transjakarta untuk mengawasi penumpang dan pengemudi APTB.
Langkah ini merupakan pemaksaan oleh PT Transjakarta kepada masyarakat. Bukankah mereka perusahaan swasta, bukan Pemerintah DKI? Mengapa hal ini dibiarkan saja oleh Pemda DKI maupun Dishub-nya?
Yth Pak Joko Widodo, saya sudah pernah men-SMS Bapak Wagub DKI dalam hal ini, tetapi tanggapan beliau hanya terima kasih atas laporannya. Yang diperlukan adalah penjelasan dan langkah nyata untuk memperbaiki layanan. Kalau perlu dengan memberikan pilihan bila layanannya belum maksimal.
Mohon kiranya Bapak dalam sisa masa tugas sebagai Gubernur DKI, sebelum menjadi presiden RI, dapat menyelesaikan masalah ini dan memberikan penjelasan yang sangat jelas. Apa yang terjadi sebenarnya?
Bukankah selama ini dengan menjual tiket APTB pihak Transajakarta juga dapat bagian? Bukankah tiketnya dibagi tiga: satu untuk penumpang, satu APTB, dan satu untuk Transjakarta? Sampai kapan, bapak rakyat DKI Jakarta, harus membayar dobel seperti ini.? Kita dipaksa naik dari halte Transjakarta, tetapi busnya tidak ada, sering terbakar, korslet, lalu kami naik APTB hingga bayarnya dua kali.
Mohamad Heykal
Jln Tebet Timur IV/17, Jakarta Selatan