Presiden Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) menerbitkan Perppu No 1 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota (Perppu Pilkada) untuk merespons Undang-Undang Pemilihan Kepala Daerah (UU Pilkada) yang telah disahkan DPR.
Lewat perppu, Presiden SBY tetap menginginkan pilkada langsung de ngan 10 syarat perbaikan. Presiden sudah menandatangani perppu itu, Kamis (2/10).Perppu itu, antara lain, berisi pemilihan gubernur, bupati, dan wali kota langsung oleh rakyat (Pasal 1 angka 1 dan Pasal 2).
Mencabut dan menyatakan tidak berlaku UU No 22 Tahun 2014 tentang Pemilihan Gubernur, Bupati, dan Wali Kota yang mengatur pelaksanaan pilkada secara tidak langsung oleh DPRD (Pasal 205).Lainnya adalah usulan perbaikan terhadap pilkada langsung seperti yang pernah disampaikan oleh Partai Demokrat.
Foto:Republika/ Tahta Aidilla
Konstitusi memang memungkinkan presiden mengeluarkan perppu. Pasal 22 Ayat 1 UUD 1945 menyebutkan, dalam hal ihwal kegentingan yang memaksa, presiden berhak menetapkan peraturan pemerintah pengganti undang-undang.
Kemudian, pada 2009, Mahkamah Konstitusi memperjelas frasa "kegentingan yang memaksa".Dalam penjelasan MK, ada tiga syarat parameter "kegentingan yang memaksa" itu.
Ketiga syarat tersebut, yaitu pertama, kebutuhan yang mendesak untuk menyelesaikan masalah hukum secara cepat berdasarkan undang-undang. Kedua, UU yang dibutuhkan belum ada sehingga ada kekosongan hukum atau ada UU, tetapi tidak memadai. Dan, ter akhir, kekosongan hukum tidak dapat diatasi dengan cara membuat UU secara prosedur biasa karena akan memerlukan waktu cukup lama sedangkan keadaannya mendesak.
Sejumlah pihak merespons keluarnya Perppu Pilkada tersebut.Ada yang setuju, ada yang tidak. Kalangan yang setuju, antara lain, beralasan kegentingan memaksa terpenuhi dalam kasus UU Pilkada.
Sedangkan, yang tidak setuju mengatakan perppu itu sebagai hal tak lazim. Ini karena perppu tersebut dikeluarkan hanya hitungan jam setelah pengesahan RUU Pilkada. Secara pembentukan legislasi, ini dinilai tidak baik. Apalagi, awalnya pemerintah menyetujui pembahasan RUU Pilkada.
Berkaitan dengan penyelenggaraan pemilihan kepala daerah, kita sudah menjalani proses pemilihan secara langsung selama 10 tahun. Dalam jangka waktu yang cukup lama itu, mestinya sudah dapat dievaluasi apakah pilkada langsung itu lebih banyak mem- berikan manfaat atau justru mudharat bagi masyarakat. Sebagian besar anggota DPR sudah memutuskan pilkada langsung ditiadakan dengan pengesahan UU Pilkada, beberapa hari lalu.
Jika Perppu Pilkada ini diterima, nantinya oleh anggota Dewan Perwakilan Rakyat (DPR) yang baru, artinya UU Pilkada yang sudah disahkan menjadi tidak berlaku. Sebaliknya, jika perppu ditolak, kita akan tetap menjalani pemilihan kepala daerah langsung dengan sejumlah perbaikan seperti yang diusulkan presiden.
Kita menghargai semua proses demokratis yang terjadi, baik pengesahan RUU Pilkada maupun pengajuan perppu oleh Presiden SBY. Kita berharap apa pun hasil keputusan DPR nanti, hal tersebut didasarkan oleh kepentingan rakyat secara keseluruhan. Jangan sampai DPR mengorbankan aspirasi rakyat dengan transaksi politik untuk mendapatkan keuntungan sesaat.