Jumat 31 Jul 2015 13:32 WIB

Revitalisasi Waduk

Red:

Badan Meteorologi Klimatologi dan Geofisika (BMKG) memperkirakan musim kemarau tahun ini bisa berlangsung hingga Oktober. Dampak kekeringan ini pun bisa berlangsung lebih lama di sejumlah wilayah.

Wilayah yang pasti dilanda kekeringan parah sebagian besar berada di bagian timur Indonesia, seperti Nusa Tenggara Timur (NTT), Bali, dan Nusa Tenggara Barat (NTB). Banyak titik yang lebih kering karena dibarengi pengaruh El Nino. BMKG telah menginformasikan prakiraan ini agar daerah terkait dapat mengantisipasi dampak buruknya.

Namun, informasi saja tak cukup. Perlu langkah konkret untuk mencegah secara dini terjadinya kekeringan berkepanjangan. Setidaknya, kekeringan tetap terjadi, tapi dampaknya terhadap kehidupan keseharian masyarakat maupun pada lahan pertanian dan perekonomian warga bisa diminimalisasi.

Sesuai rencana pembangunan pemerintahan Joko Widodo-Jusuf Kalla, Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (Kemenpupera) menargetkan pembangunan 11 bendungan baru dalam dua tahun. Dana yang dibutuhkan untuk pembangunan ini sebesar Rp 8,2 triliun.

Kementerian Pertanian memaparkan data. Dari sebanyak 7,7 juta hektare lahan pertanian, hanya tiga persen yang memiliki waduk. Sisanya hanya bendungan biasa yang sangat bergantung pada curah hujan. Artinya, bendungan itu akan terisi air jika musim hujan. Pada musim kemarau, bendungan itu pun kerontang. Tentu, bukan konsep waduk atau bendungan seperti ini yang kita inginkan.

Selanjutnya, dari 7,7 juta hektare lahan pertanian tersebut, 50 persennya berada dalam kewenangan pemerintahan kabupaten, 30 persen di pemerintahan provinsi, dan 20 persen di pemerintahan pusat. Total jenderal, jika skenario ini berjalan mulus, dalam tiga tahun bisa merevitalisasi 3 juta hektare lahan irigasi.

Waduk atau bendungan sesuai fungsi mestinya bisa menjadi penampung dan pengatur atau bank air saat musim hujan. Pada musim kemarau, waduk itu berfungsi sebagai cadangan atau stok penyangga ketika air di sungai-sungai mengering. Dengan masih berlimpahnya air waduk, diharapkan bisa mengairi lahan-lahan pertanian yang mengalami kekeringan. Namun, konsep waduk seperti ini masih belum berjalan.

Karenanya, perlu ada revitalisasi waduk dan bendungan. Waduk yang ada mesti disinergikan dan terintegrasi dengan daerah aliran sungai (DAS), danau, dan lainnya. Intinya, aliran air dari hulu bersinergi dengan di hilir. Air yang mengalir tak terbuang cuma-cuma saat musim hujan terjadi, tapi dimanfaatkan semaksimal mungkin, termasuk ketika menghadapi musim kemarau.

Pemerintah memang telah merencanakan untuk merevitalisasi 108 DAS prioritas, 15 danau, dan 29 bendungan. Diharapkan, revitalisasi itu berbuah sinergi pada aliran air dari hulu ke hilir sehingga berdampak positif bagi lahan pertanian.

Tak perlu lagi ribut-ribut, ramai diberitakan di media massa, kekeringan menyebabkan ancaman gagal panen meluas, atau berita petani yang berebut air, atau petani yang melelang lahan sawahnya karena sudah tak bisa dipanen. Memang, untuk mewujudkan skenario ini tak bisa dengan sim salabim atau terwujud dalam waktu satu-dua tahun.

Perlu perencanaan yang matang, pengawasan yang berkelanjutan, dan konsisten pada rencana yang dibuat. Waduk, bendungan, empang, embung, bendung, dan istilah lain yang bermakna serupa mesti direhabilitasi dan kembali difungsikan sebagai penampung dan stok penyangga air. Pembangunan waduk baru juga mesti dikebut, yang sudah ada direvitalisasi.

Gerakan ini pun tak bisa dilakukan sendiri-sendiri. Perlu gotong royong dan kerja sama yang apik antarinstansi atau lembaga. Tujuan akhirnya jelas, untuk kesejahteraan masyarakat. Penataan ruang serta penatagunaan tanah dan kependudukan juga perlu dipikirkan. Jangan sampai, lantaran bermasalah dengan warga, pembangunan waduk serta revitalisasinya tak terwujud.

Begitu juga, Revitalisasi Gerakan Nasional Kemitraan Penyelamatan air (GN-KPA) dalam rangka mengembalikan keseimbangan siklus air di sumber-sumber air dan DAS pada awal Mei 2015 lalu hanya seremonial belaka. Semoga rakyat tak lagi menderita karena kekeringan dan musim kemarau yang berkepanjangan.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement