Senin 04 Jul 2016 15:00 WIB

Pendidikan Ramadhan

Red: Firman

REPUBLIKA.CO.ID, JAKARTA--Ramadhan tak terasa meninggalkan kita. Bulan suci ketika pahala amal kebaikan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat itu kini pergi berganti dengan bulan Syawal. Ramadhan berakhir, tapi tak

berarti amal kebaikan selama bulan suci pun terhenti.

Rutinitas kesalehan sepanjang Ramadhan tetap kita tunaikan, bahkan ditingkatkan. Ibarat ujian, Ramadhan adalah masa untuk menggembleng diri menuju kesucian Ilahi. Dengan maksud, dalam 11 bulan yang lain, misi kesalehan ini tertanam dalam diri. Kesalehan yang dimaksud bukan hanya dalam konteks ibadah ritual semata, melainkan juga ibadah dalam kaitan dengan interaksi sosial.

Selama Ramadhan, kita dilatih untuk meningkatkan daya beri (power of giving) atau keikhlasan untuk memberi dari ba gian harta yang kita miliki. Sebab, dari harta pribadi, sejatinya ada sebagian yang merupakan hak bagi sesama saudara kita yang dari sisi ekonomi kekurangan. Di sinilah kesalehan sosial itu dibentuk sepanjang Ramadhan.

Tradisi di Tanah Air, menjelang Idul Fitri, sebagian besar umat Islam merayakan di kampung halaman. Tak heran bila terjadi pergerakan pemudik dalam jumlah luar biasa. Kementerian Perhubungan memprediksi terdapat 25 juta pemudik pada tahun ini atau naik sembilan persen dibandingkan pada tahun lalu.

Tentu kenaikan jumlah pemudik ini menjadi perhatian semua pihak. Apalagi, pemerintah mencanangkan gerakan nihil kecelakaan (zero accident) pada musim mudik tahun ini.

Berkaca pada tahun lalu, ada sekitar 3.049 kasus kecelaka an angkutan darat dengan lebih dari 600 pemudik meninggal, ribuan luka berat. Angka ini terjadi hanya dalam kurun dua sampai tiga minggu. Meskipun, angka ini turun 21,5 persen ketimbang tahun 2014.

Kita berharap, angka kecelakaan mudik pada tahun ini turun signifikan. Kuncinya pada menaati aturan dan ramburambu lalu lintas serta tertib dan sabar berkendara.

Kesabaran merupakan salah satu akhlak yang digembleng selama Ramadhan. Tidak makan dan minum meski tak ada manusia yang mengawasi, tidak mengeluarkan kata-kata kotor, sabar untuk tidak mengumpat meski diperlakukan kasar oleh orang lain, dan menahan diri dari berbuat tercela merupakan buah dari pendidikan yang ditanamkan selama Ramadhan. Termasuk di antaranya adalah sabar dalam berkendara selama mudik.

Buah lain dari nilai-nilai yang ditanamkan selama Ramadhan adalah berbagi. Kita memang berharap mendapatkan kebaikan berlipat dari Allah SWT dengan berbuat baik kepada orang lain. Namun, keridhaan Allah SWT dalam bentuk kasih sayang-Nya kepada kita tentu lebih kita harapkan.

Pada Ramadhan, kita enteng untuk mengeluarkan sebagian rezeki kepada mereka yang lebih membutuhkan. Bahkan, Bank Indonesia memprediksikan terdapat Rp 160,4 triliun uang yang beredar (outflow) di masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran. Adapun uang yang disimpan (inflow) mencapai Rp 29,9 triliun. Jumlah ini meningkat 14 persen dibandingkan tahun lalu.

Peredaran uang ini merupakan sisi lain dari ekonomi yang bergerak karena momentum Ramadhan dan Lebaran. Tradisi di Tanah Air, selain makin gemarnya masyarakat untuk bersedekah selama Ramadhan, juga budaya berbagi saat Lebaran.

Orang tua memberikan uang Lebaran kepada anak-anaknya atau kepada kerabat, saudara dekat, anak tetangga, dan seterusnya. Budaya berbagi ini memutar ekonomi. Pergerakan pemudik dari kota ke desa tentu diharapkan berdampak pada perekonomian di daerah. Harapannya, uang tak hanya beredar di kalangan masyarakat perkotaan, tapi juga berputar di daerah. Bisa saja bentuknya berupa pembelian barang-barang konsumtif, tapi setidaknya membantu uang juga beredar di daerah.

Nilai-nilai pendidikan yang ditanamkan sepanjang Ramadhan inilah yang mesti diteruskan pada 11 bulan lainnya. Bagaimana dahsyatnya jika nilai-nilai akhlak mulia yang diajarkan selama Ramadhan terjadi pada bulan-bulan lain.

Semoga kita bisa menjadikan Ramadhan hadir pada setiap bulan. Taqabbalallahu minna wa minkum. Selamat Idul Fitri 1437 H. Ramadhan tak terasa meninggalkan kita. Bulan suci ketika pahala amal kebaikan dilipatgandakan hingga 700 kali lipat itu kini pergi berganti dengan bulan Syawal. Ramadhan berakhir, tapi tak

berarti amal kebaikan selama bulan suci pun terhenti.

Rutinitas kesalehan sepanjang Ramadhan tetap kita tunaikan, bahkan ditingkatkan. Ibarat ujian, Ramadhan adalah masa untuk menggembleng diri menuju kesucian Ilahi. Dengan maksud, dalam 11 bulan yang lain, misi kesalehan ini tertanam dalam diri. Kesalehan yang dimaksud bukan hanya dalam konteks ibadah ritual semata, melainkan juga ibadah dalam kaitan dengan interaksi sosial.

Selama Ramadhan, kita dilatih untuk meningkatkan daya beri (power of giving) atau keikhlasan untuk memberi dari ba gian harta yang kita miliki. Sebab, dari harta pribadi, sejatinya ada sebagian yang merupakan hak bagi sesama saudara kita yang dari sisi ekonomi kekurangan. Di sinilah kesalehan sosial itu dibentuk sepanjang Ramadhan.

Tradisi di Tanah Air, menjelang Idul Fitri, sebagian besar umat Islam merayakan di kampung halaman. Tak heran bila terjadi pergerakan pemudik dalam jumlah luar biasa. Kementerian Perhubungan memprediksi terdapat 25 juta pemudik pada tahun ini atau naik sembilan persen dibandingkan pada tahun lalu.

Tentu kenaikan jumlah pemudik ini menjadi perhatian semua pihak. Apalagi, pemerintah mencanangkan gerakan nihil kecelakaan (zero accident) pada musim mudik tahun ini.

Berkaca pada tahun lalu, ada sekitar 3.049 kasus kecelaka an angkutan darat dengan lebih dari 600 pemudik meninggal, ribuan luka berat. Angka ini terjadi hanya dalam kurun dua sampai tiga minggu. Meskipun, angka ini turun 21,5 persen ketimbang tahun 2014.

Kita berharap, angka kecelakaan mudik pada tahun ini turun signifikan. Kuncinya pada menaati aturan dan ramburambu lalu lintas serta tertib dan sabar berkendara.

Kesabaran merupakan salah satu akhlak yang digembleng selama Ramadhan. Tidak makan dan minum meski tak ada manusia yang mengawasi, tidak mengeluarkan kata-kata kotor, sabar untuk tidak mengumpat meski diperlakukan kasar oleh orang lain, dan menahan diri dari berbuat tercela merupakan buah dari pendidikan yang ditanamkan selama Ramadhan. Termasuk di antaranya adalah sabar dalam berkendara selama mudik.

Buah lain dari nilai-nilai yang ditanamkan selama Ramadhan adalah berbagi. Kita memang berharap mendapatkan kebaikan berlipat dari Allah SWT dengan berbuat baik kepada orang lain. Namun, keridhaan Allah SWT dalam bentuk kasih sayang-Nya kepada kita tentu lebih kita harapkan.

Pada Ramadhan, kita enteng untuk mengeluarkan sebagian rezeki kepada mereka yang lebih membutuhkan. Bahkan, Bank Indonesia memprediksikan terdapat Rp 160,4 triliun uang yang beredar (outflow) di masyarakat selama Ramadhan dan Lebaran. Adapun uang yang disimpan (inflow) mencapai Rp 29,9 triliun. Jumlah ini meningkat 14 persen dibandingkan tahun lalu.

Peredaran uang ini merupakan sisi lain dari ekonomi yang bergerak karena momentum Ramadhan dan Lebaran. Tradisi di Tanah Air, selain makin gemarnya masyarakat untuk bersedekah selama Ramadhan, juga budaya berbagi saat Lebaran.

Orang tua memberikan uang Lebaran kepada anak-anaknya atau kepada kerabat, saudara dekat, anak tetangga, dan seterusnya. Budaya berbagi ini memutar ekonomi. Pergerakan pemudik dari kota ke desa tentu diharapkan berdampak pada perekonomian di daerah. Harapannya, uang tak hanya beredar di kalangan masyarakat perkotaan, tapi juga berputar di daerah. Bisa saja bentuknya berupa pembelian barang-barang konsumtif, tapi setidaknya membantu uang juga beredar di daerah.

Nilai-nilai pendidikan yang ditanamkan sepanjang Ramadhan inilah yang mesti diteruskan pada 11 bulan lainnya. Bagaimana dahsyatnya jika nilai-nilai akhlak mulia yang diajarkan selama Ramadhan terjadi pada bulan-bulan lain.

Semoga kita bisa menjadikan Ramadhan hadir pada setiap bulan. Taqabbalallahu minna wa minkum. Selamat Idul Fitri 1437 H.

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement