Pada zaman serbacanggih nan modern sekarang, banyak generasi muda yang terjerumus dalam arus kebebasan hanya untuk sekadar terlihat keren di hadapan teman-temannya. Pacaran, judi, minum minuman keras adalah hal yang biasa dilakukan. Potensi kerusakan tak hanya menimpa anak kuliah atau siswa SMA, tetapi juga siswa yang masih berseragam merah putih.
Berita tentang mereka menjadi headline koran atau berita televisi. Seperti yang terjadi baru-baru ini, 11 Desember 2016, di Samarinda, lima siswa SD pesta miras di kelas saat posisi guru sedang mengajar. Mereka membawa minuman jenis anggur dan oplosan alkohol 70 persen serta minuman berenergi, sesekali mencampurnya dengan obat sakit kepala.
Kejadian seperti itu bukanlah yang pertama atau yang kedua kalinya, melainkan untuk yang kesekian kalinya. Parahnya, hal itu dilakukan oleh siswi sekolah dasar dan tentunya usianya masih seumur jagung. Jika kasus semisal ini hanya dianggap angin lalu, Indonesia akan benar-benar darurat generasi dan darurat miras tingkat tinggi.
Akar masalah dari semua ini adalah dilegalkannya miras di negeri ini dengan cara mencabut perda-perda yang mengatur pelarangannya. Hidup di era serbabebas ini, pelegalan terhadap sesuatu hal yang merusak individu, bahkan tatanan kondisi masyarakat merupakan hal yang wajar selama ada keuntungan materi di dalamnya.
Miras dihalalkan dengan dalih kadar alkohol hanya sedikit dan dibatasi penyebarannya. Namun, apakah akibat dari itu semua? Korban yang berjatuhan akibat pelegalan miras jauh lebih banyak dibanding keuntungan pajak yang didapat pemerintah dari pabrik miras. Generasi muda jadi terancam masa depannya karena diberikan fasilitas tersebut.
Belum lagi faktor-faktor pendukung, seperti konten TV yang tidak mendidik. Oleh karena itu, pemerintah harus segera mencabut pelegalan minuman keras untuk menyelamatkan masa depan generasi muda dan Indonesia.
Linda Mangi Fera Indika
Universitas Negeri Surabaya
Jl Lidah Wetan, Gg Xb Nomor 58, Surabaya