Senin 02 Mar 2015 14:00 WIB

Kusumaningtuti S Soetiono, Anggota Dewan Komisioner Bidang Edukasi dan Perlindungan Konsumen OJK: Agar Konsumen tidak Tergiur Investasi Bodong

Red:

Seberapa penting pelaksanaan literasi keuangan di Indonesia?

Sektor keuangan Indonesia dewasa ini menunjukkan perkembangan yang cukup baik. Penguatan permodalan, penerapan manajemen risiko yang baik, dan tata kelola yang semakin baik merupakan faktor-faktor yang mendorong stabilitas dan daya tahan sektor jasa keuangan di tengah melambatnya perekonomian domestik maupun global.

Namun demikian, stabilitas tersebut tidak akan bermakna dan tidak dapat berlangsung lama bila konsumen pengguna jasa keuangan tidak terlindungi. Dalam Undang-Undang Nomor 21 Tahun 2011 tentang OJK disebutkan, perekonomian yang mampu tumbuh secara berkelanjutan dan stabil memerlukan dukungan sektor jasa keuangan yang terselenggara secara teratur, adil, transparan, akuntabel, serta mampu melindungi konsumen dan masyarakat.

OJK selaku regulator di sektor jasa keuangan yang cakupan kewenangannya meliputi sektor perbankan, pasar modal, perasuransian, dana pensiun, perusahaan pembiayaan, dan lembaga jasa keuangan lainnya berupaya melindungi kepentingan konsumen dan masyarakat melalui program edukasi dan perlindungan konsumen.

Bagaimana tingkat literasi keuangan di Indonesia?

Masih tergolong rendah. Pada 2003 OJK menggelar survei di 20 provinsi dengan jumlah responden mencapai 8.000 orang. Survei tersebut dilaksanakan untuk mengetahui tingkat literasi dan utilisasi di sektor jasa keuangan. Hasilnya, secara umum tingkat literasi keuangan Indonesia baru 21,8 persen dengan tingkat utilisasi 59,7 persen. Sektor perbankan masih mendominasi tingkat literasi dan utilisasi tersebut.

Adapun untuk ibu rumah tangga, tingkat literasinya baru sekitar 2,18 persen dengan tingkat utilisasi 3,37 persen. Untuk pengusaha sektor UMKM maupun informal, tingkat literasinya hanya 40,7 persen dengan tingkat utilisasi 60,62 persen.

Data ini menunjukkan korelasi positif dengan masih maraknya investasi bodong di masyarakat. Menurut Anda?

Salah satu fenomena yang dapat kita cermati belakangan ini adalah banyaknya masyarakat yang menderita kerugian akibat membeli produk yang disangka produk keuangan. Produk-produk ini ditawarkan perusahaan yang tidak memiliki perizinan untuk melakukan kegiatan penghimpunan dana masyarakat dan pengelolaan investasi.

Masyarakat dibuat tergiur untuk membeli produk tersebut karena ada janji bahwa dengan membeli produk tersebut akan membawa keuntungan besar dalam waktu singkat. Bahkan, ada yang menjanjikan tingkat bunga atau imbal hasil investasi di atas 10 persen per bulan.

Untuk lebih meyakinkan masyarakat, perusahaan biasanya memanfaatkan figur publik agar membeli produk tersebut. Beberapa anggota masyarakat yang telah membeli produk tersebut juga dijadikan contoh bagaimana mereka menikmati keuntungan investasi itu. Modus seperti inilah yang dikenal sebagai tawaran investasi bodong.

Siapa saja yang terjebak investasi bodong ini?

Hampir semua kalangan masyarakat. Berdasarkan data Layanan Konsumen OJK, tidak sedikit para korban investasi bodong ini adalah mereka yang sebenarnya memiliki tingkat pengetahuan dan pendidikan yang cukup tinggi. Mereka mengajak saudara, teman, kerabat berinvestasi di perusahaan tersebut yang kemudian juga menjadi korban.

Produk dan layanan di sektor jasa keuangan yang seharusnya menyejahterakan masyarakat justru menjadi monster menakutkan karena telah merugikan masyarakat. Di samping tingkat literasi yang masih rendah, permasalahan ketamakan dan ingin cepat kaya secara cepat dan mudah juga terjadi di masyarakat kita yang dimanfaatkan oknum-oknum yang tidak bertanggung jawab tersebut.

Apa langkah OJK menghadapi fenomena investasi bodong yang seolah tanpa akhir ini?

Literasi keuangan ini menjadi cara kita menghadapi masalah ini. Tujuan literasi keuangan kan meningkatkan pemahaman, keterampilan, dan keyakinan masyarakat terhadap sektor jasa keuangan. Masyarakat yang disasar tidak hanya mereka yang berpenghasilan rendah, tapi juga masyarakat strata menengah atas.

Kita harapkan, ketika masyarakat akan menempatkan atau menginvestasikan dananya, masyarakat dapat mencermati produk yang akan dibelinya tersebut. Masyarakat bisa lebih teliti lagi mengenai perizinan kelembagaan dan memahami manfaat serta risikonya. Masyarakat menjadi tidak mudah tergiur bila menerima tawaran investasi yang menjanjikan imbal hasil di luar kewajaran.   Elba Damhuri ed: Irwan Kelana

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement