Jumat 05 Sep 2014 18:30 WIB
wawancara

Dr Muhadjir Effendy MAP : Adopsi Perguruan Tinggi di Luar Negeri

Red:

Universitas Muhammadiyah Malang (UMM) merupakan salah satu Perguruan Tinggi Swasta (PTS) ternama di Indonesia. Bahkan, perkembangan PTS ini cukup pesat dalam 10 tahun terakhir. Hal ini tentu tidak terlepas dari tangan dingin rektor yang memimpin perguruan tinggi Muhammadiyah ini.

Dr Muhadjir Effendy MAP telah memimpin UMM sejak tahun 2000. Kampus yang semula hanya memiliki 600 mahasiswa pada era tahun 1980-an ini kini telah dihuni oleh lebih dari 29 ribu mahasiswa. Secara fisik perkembangan kampus Muhammadiyah ini juga sangat pesat.

Bahkan terakhir, PTS ini mampu mengakuisisi taman rekreasi ternama di Malang, yaitu Taman Sengkaling. Taman seluas lebih dari 10 hektare itu disatukan dengan kampus hijau UMM. Wartawan Republika, Yulianingsih, dan fotografer, Nico Kurnia Jati, berkesempatan mewawancarai bapak tiga putra ini. Demikian petikan wawancara dengan rektor UMM ini.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Nico Kurniajati

Muhadjir Effendy Rektor Universitas Muhammadiyah Malang

 

Apa yang Bapak lakukan hingga UMM bisa maju sepesat sekarang?

Yang telah dicapai UMM sekarang ini bukan kerja sendirian, jadi bukan karya saya secara pribadi. Dan, saya bukan orang yang paling dominan dalam berperan. Ini hasil kerja ramai-ramai dan banyak pihak sehingga bisa menghasilkan kampus yang relatif bagus.

UMM ini berdiri sejak 1964 tetapi baru memulai bangkit itu tahun 80-an. Saya mulai terlibat di UMM pada 1983 mulai dari asisten dosen. Pada era 1980-an, ada booming perguruan tinggi (PT). Saat itu, peminat masuk PT sangat besar dan UMM memanfaatkan momentun ini dengan baik.

Saya ingat, pada 1984 mahasiswa UMM tidak lebih dari 1.000, sekitar 600 orang. Lalu, terus naik secara signifikan hingga sekarang jumlah mahasiswanya sudah 29 ribu orang. Selain adanya momentum itu, kedua karena pertolongan Allah. Saya sangat yakin akan itu. Ketiga, faktor kepemimpinan.

Bagaimana perkembangan secara fisik?

Pada 1980-an, kami hanya punya tanah sekitar 1.700 meter persegi di kampus I dan itu bukan tanah milik UMM, tapi milik pemerintah. Kami hanya memiliki Hak Guna Bangunan saja. Kampus II juga bukan milik UMM dengan luas sekitar 2.000 meter. Juga, bukan hanya UMM yang memfungsikan sebagai sekolah. Ada SPG, STM Muhammadiyah, dan sebagainya. Akhir 1980-an, kami membeli beberapa lahan hingga satu hektare di kampus II.

Seiring perkembangan mahasiswa yang semakin banyak pada awal 1990-an, kami membebaskan tanah dipinggiran kota Malang hingga 10 hektare dan sekarang sudah mencapai 52 hektare. Tanah yang kami beli berupa tanah yang tidak laku karena di pinggiran dan memiliki telaga besar. Tetapi, setelah kita pindah, terminal kota juga pindah dan lambat laun kompleks kampus ini semakin berkembang dan ramai. Kampus I akhirnya juga kita beli dan menjadi aset milik UMM.

Akhir 1990-an, banyak PTS di Yogya justru kolaps dan kekurangan mahasiswa, tetapi UMM justru semakin berkembang. Apa kuncinya?

Saya kira pelayanan karena PT merupakan jasa pelayanan pendidikan. Kedua, brand image dan harus disertai antara image yang dibangun dengan isinya, antara kemasan dan isi harus sumbut. Faktor ketiga adalah faktor internal.

Kalau benar di sosial bisnis seperti PT maka harus sensitif terhadap perubahan yang ada di lingkungan di mana kita berusaha. Seperti halnya akhir 90-an, kami juga mengalami krisis moneter. Maka, kami harus mengantisipasinya.

Di UMM, alhamdulillah saat krisis moneter itu kita justru tidak terpengaruh sama sekali. Minat mahasiswa tidak banyak berkurang. Bahkan, kami memberikan bantuan pada mahasiswa yang terancam drop out dengan beberapa kebijakan. Termasuk mengurangi biaya pendidikan dan mencarikIan pekerjaan.

Bagaimana pendanaan UMM?

Kembali lagi faktor tangan Tuhan sangat besar di UMM. Saat krisis moneter terjadi, banyak lembaga mengeluh, termasuk PT. Namun, UMM justru sangat diuntungkan. Sebelum krisis moneter, kami udah mengamankan dana milik UMM dalam bentuk dolar.

Ketika krisis terjadi dan banyak lembaga kolaps, kami justru bisa membangun dan merasakan manfaat simpanan itu. Bahkan, kami membangun UMM Dome sebagai dampak dari krisis itu. Kami bangun Dome khusus untuk Muktamar Muhammadiyah dan bisa menampung enam ribu orang.

Selain itu, tidak perlu dipungkiri, pembangunan UMM ini sebagian besar masih bersumber dari orang tua mahasiswa. Dana bantuan dari pihak luar belum banyak. Kami bangun unit bisnis baru awal 2000, baik itu SPBU, bengkel, hotel, rumah sakit, dan taman rekreasi Sengkaling.

Unit bisnis itu belum memberikan andil yang sangat signifikan. Karena, selama 10 tahun terakhir unit bisnis kita kalau ada keuntungan tidak kami tarik ke UMM. Tetapi, kami putar untuk pengembangan unit bisnis lainnya.

Mulai tahun ini, saya berharap pemasukan dari unit-unit bisnis kita bisa konkret memiliki sumbangan pada neraca keuangan kita. Selain itu kita juga dapat beberapa dana hibah dari pemerintah maupun dana dari hasil paten.

Apakah target yang Anda patok sejak awal sudah tercapai dengan baik?

Kalau secara keseluruhan belum. Kalau secara parsial, ada yang sudah dan ada yang belum. Salah satu hal yang belum  memenuhi target adalah staf dosen UMM itu 80 persen untuk master adalah dari luar negeri dan untuk doktor 40 persen lulusan luar negeri dari PT yang cukup punya nama.

Sekarang dosen yang melanjutkan master dan doktor yang melanjutkan ke LN masih sekitar 25 persen saja. UMM juga memiliki kebijakan mengangkat dosen dari mahasiswa yang berprestasi. Kami mengirim mahasiswa S-1 yang disiapkan menjadi dosen belajar ke luar negeri dengan pembekalan bahasa selama enam bulan.

Kalau gagal saat pembekalan bahasa ini tetapi semangatnya tinggi, mereka kita beri modal untuk berangkat ke luar negeri di negara yang mereka inginkan. Ini namanya program "gelandangan". Mereka kita beri modal antara Rp100 juta hingga Rp 200 juta dan harus pulang membawa gelar master. Tidak sedikit yang berhasil.

Adakah sistem pendidikan PT luar negeri yang diadopsi oleh UMM?

Saya ditakdirkan untuk mendapat kesempatan berkunjung ke luar negeri yang sebagian besar atas biaya sponsor. Terutama ke Amerika dan selalu saya manfaatkan untuk belajar di PT di sana dan ada beberapa yang saya adopsi.

Seperti manajemen yang dilakukan oleh Simond Frezer University. Saya mengadopsi sentralisasi administrasi dan desentralisasi akademik. Ini yang saya adopsi meski tidak 100 persen. Di UMM, tidak ada fakultas secara fisik meski secara nomenklatur ada.

Sehingga, semua fasilitas yang ada bisa digunakan oleh siapa saja. Tidak ada yang boleh mengklaim ini milik fakultas apa, tidak ada fakultasisme di sini termasuk di kalangan mahasiswa. Sehingga, sampai sekarang di UMM juga tidak pernah terjadi perkelahian antarfakultas.

School of Medical Science di Baltimore juga menjadi acuan kami dalam mengelola rumah sakit pendidikan. Dari Hardvard University, saya belajar manajemen fund rising yang juga kita kembangkan di UMM melalui unit bisnis.

Termasuk tahun lalu kita sudah mengakuisisi Taman Wisata Sengkaling yang menjadi bagian dari kampus kita dengan nilai sekitar Rp 100 miliar. Kami juga baru saja membebaskan lahan 1,5 hektare di depan UMM yang akan dikembangkan untuk unit bisnis lain. Kami juga berencana membangun apartemen khusus mahasiswa.

Kendala yang cukup krusial dalam pengembangan UMM?

Kecepatan pertumbuhan sumber daya manusia (SDM) menjadi kendala tersendiri bagi UMM. Pertama, kami harus betul-betul selektif terhadap SDM. Bukan hanya aspek keahlian manajerial dan akademik semata, tapi juga aspek mental dan itu justru lebih sulit.

Untuk mencari yang terampil dan pintar mudah, tetapi yang mental bagus itu tidak mudah. Akibatnya, proses rekrutmen SDM lambat. Sehingga, SDM kami relatif tidak secepat pertumbuhan fisiknya. Tetapi, saya bersyukur meski SDM-nya terbatas namun justru kuat. Sebab, UMM didukung middle manager yang kuat.

Dari semua persoalan pendidikan yang ada, menurut Anda persoalan terpenting apa yang harus segera mendapat pembenahan?

Sulit ya, karena dalam pendidikan semuanya penting. Tetapi, memang, yang terpenting dan sulit dibenahi adalah SDM di bidang pendidikan. Kalau pendidikan formal, terutama guru. Kedua, akses sarana dan prasarana agar merata. Mestinya, pemerintah bisa mengabaikan pendidikan di pusat-pusat pendidikan seperti di Jakarta. Negara ini harus fokus ke wilayah pinggiran yang membutuhkan perhatian khusus. Menurut saya, di kota, pemerintah sudah tidak perlu campur tangan, cukup diserahkan masyarakat. rep:yulianingsih ed: ratna puspita

Masih Sering Menyetrika Baju Sendiri

Muhadjir Effendy tidak hanya bertangan dingin dalam memimpin Universitas Muhammadiyah Malang (UMM). Dia juga cekatan mengerjakan pekerjaan rumah. Pria berusia 56 tahun ini masih sering menyetrika bajunya sendiri.

 

 

 

 

 

 

 

 

Foto:Nico Kurniajati

Muhadjir melakukan pekerjaan itu bukan lantaran sang istri, Suryan Widati, tidak mau menyetrika pakaiannya. Bukan pula karena dia tidak memiiki asisten rumah tangga. "Kebetulan anak saya itu tiga laki-laki semua dan masih kecil-kecil. Mereka butuh role model dan saya ingin role model mereka itu orang tuanya, termasuk saya," ujar dia.

Menurut Muhadjir, problem pendidikan anak sekarang ini adalah ketiadaan role model atau tokoh panutan. Sebagian besar anak-anak di keluarga Indonesia menjadikan orang lain, termasuk artis, sebagai panutan.

Bahkan, banyak anak yang menjadikan asisten rumah tangganya sebagai panutan. "Ini memprihatinkan, padahal keluarga adalah pendidikan dasar bagi anak-anak di usia emasnya," kata dia.

Anak-anak pada usia emas kehidupan mencari tokoh panutan dan penguatan keluarga sangat penting di usia emas kehidupan anak ini. "Itu yang saya lakukan sehingga tokoh panutan anak ya saya sebagai orang tuanya," kata dia.

Ayah tiga anak ini juga terkenal sederhana. Bahkan, mobil dinasnya adalah Jeep keluaran tahun 1993. Apalagi, pendingin mobil itu juga sudah tidak berfungsi dengan baik. Namun, rektor yang memimpin 29 ribu mahasiswa itu mengatakan dia tetap bisa menikmati mobil jeep tersebut. "Itu bukan sederhana ya, tetapi bagi saya mobil itu masih bagus," ujar dia.

Muhadjir mengatakan, dia tidak ingin membeli mobil yang lebih bagus kalau masih memiliki kendaraan yang laik pakai. Sebab, hal tersebut hanya mubadzir. Apalagi, dia kerap tertidur ketika di dalam mobil.

"Saya naik mobil apa pun, 10 menit kemudian sudah tidur. Dan, tidak ada jaminan kalau saya tidur di mobil lebih bagus mimpi saya lebih baik. Jadi, buat apa saya beli mobil bagus," ujarnya sambil terkekeh. ed: ratna puspita

Data Pribadi

Dr Muhadjir Effendy, MAP

Tempat / Tgl. Lahir     : Madiun, 29 Juli 1956

Profesi/ Status          : Pegawai Negeri Sipil, Dosen Fakultas Ilmu Pendidikan Universitas Negeri Malang

Nama Istri                 : Suryan Widati, SE, MSA, Ak, CA.

Nama Anak              1. Muktam Roya Azidan 2. Senoshaumi Hably 3. Harbantyo Ken Najjar Pendidikan Terakhir

1. S-3, Ilmu-Ilmu Sosial Pascasarjana, Universitas Airlangga, Surabaya.

2. S-2, Magister Adminsitrasi Publik (MAP),

3. Sarjana  Pendidikan Sosial  Institut Keguruan Dan Ilmu Pendidikan Malang (Sekarang Universitas Negeri Malang).

4. Sarjana Muda, Fak. Tarbiyah Institut Agama Islam Negeri Malang (Sekarang Universitas Islam Negeri Maulana Malik Ibrahim Malang).

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement