oleh:Ahmad Islamy Jamil/Muhammad Akbar Wijaya -- PDIP menuding khutbah Jumat kerap dijadikan ajang untuk menggembosi Jokowi.
JAKARTA - Instruksi kubu pasangan calon presiden-calon wakil presiden (capres-cawapres) Joko Widodo-Jusuf Kalla (Jokowi-JK) soal pengawasan terhadap khatib dan khutbah Jumat di masjid-masjid menuai kecaman. Aksi semacam itu dinilai sangat memprovokasi umat Muslim.
Ketua Umum Pimpinan Pusat Pemuda Muhammadiyah Saleh Partaonan Daulay mengatakan, pengawasan terhadap khatib dan khutbah Jumat justru lebih berbahaya dari sekadar kampanye hitam. Pasalnya, tindakan tersebut mengesankan seakan-akan para khatib di masjid sebagai alat bagi kepentingan politik tertentu. “Tidak tanggung-tanggung, yang mereka tuduh begitu adalah para alim ulama yang selama ini bekerja keras membina umat,” kata Saleh, akhir pekan lalu.
Menurutnya, ide dari kubu Jokowi-JK tersebut ingin memberikan kesan seolah-olah pasangan capres dan cawapres itu sedang dizalimi oleh khatib-khatib yang menyampaikan khutbah di masjid. Padahal, kata Saleh, sampai saat ini belum ada bukti yang menunjukkan adanya black campaign yang dilakukan di atas mimbar Jumat.
Para penggagas ide tersebut, kata Saleh, dipastikan tidak memahami fungsi masjid secara baik. Mereka juga dinilai tidak memahami esensi dakwah Islam. Apalagi, lanjut Saleh, bagi umat Muslim, masjid memiliki banyak fungsi. Selain untuk ibadah, masjid juga sering digunakan untuk pemberdayaan umat baik dalam bidang ekonomi, budaya, sosial, dan politik. “Masjid tidak pernah difungsikan untuk menyebarkan fitnah. Para ustaz pasti tahu kalau menyebar fitnah adalah perbuatan keji. Demi kepentingan politik sesaat, para penggagas ide tersebut dengan mudah melemparkan tuduhan yang tidak bertanggung jawab,” ujar Saleh.
Politisi Partai Demokrasi Indonesia Perjuangan (PDIP) yang juga tim sukses relawan Jokowi-JK, Eva K Sundari, mengakui adanya surat edaran dari Dewan Pimpinan Cabang (DPC) PDIP Jakarta Timur yang memerintahkan kader-kader PDIP untuk mengawasi khutbah-khutbah Jumat di berbagai Masjid. “Iya itu ada edaran dari DPD Jakarta Timur mengambil policy untuk mencatat dan merekam (khutbah Jumat),” kata Eva saat dikonfirmasi Republika.
Eva menyatakan edaran mengawasi khutbah Jumat berangkat dari berbagai informasi yang menyebut khutbah Jumat kerap dijadikan ajang untuk menggembosi Jokowi. Ia mencontohkan Jokowi difitnah sebagai penganut agama Kristen.
Belum lagi, imbuh Eva, di sejumlah masjid dan pesantren Jawa Timur beredar tabloid Obor Rakyat yang berisi berita-berita negatif Jokowi. “Kami terima laporan karena di masjid banyak fitnah Jokowi. Dibilang Jokowi Kristen, Obor Rakyat fitnah disebar ke masjid,” ujarnya.
Eva menyatakan, sebenarnya perintah mengawasi khutbah Jumat hanya berlaku untuk internal PDIP. Namun, perintah itu kemudian ada yang membocorkan ke publik. Dia menyatakan, perintah itu belum menjadi kebijakan Dewan Pimpinan Pusat (DPP) PDIP. “Belum menjadi policy pusat,” katanya.
Menurut Eva, perintah mengawasi masjid bertujuan agar masjid steril dari ajang kampanye. Berdasarkan aturan KPU, kata Eva, rumah ibadah dilarang menjadi tempat kampanye. “Agar supaya masjid bersih dan tidak dikotori menjadi ajang kampanye,” ujarnya.
Sebelumnya, Ketua DPC PDI Perjuangan Jakarta Timur William Yani menginstruksikan kepada kader dan pendukung Jokowi-JK yang muslim agar memantau khutbah Jumat di masjid-masjid. Instruksi tersebut terungkap lewat info yang di-posting pada akun Twitter berita PDIP @news_pdip, Kamis (29/5).
William beralasan, pengawasan tersebut perlu dilakukan karena khutbah Jumat pernah digunakan oknum untuk mendukung salah satu kandidat dan menjelekkan kandidat lainnya pada pemilihan gubernur DKI.
ed: muhammad fakhruddin