JAKARTA -- Ketua Tim Pemenangan calon presiden dan wakil presiden (capres-cawapres), Joko Widodo (Jokowi)-Jusuf Kalla (JK), Tjahjo Kumolo, mengatakan, kubunya menginginkan pemilihan presiden 9 Juli mendatang dilakukan satu putaran. Tjahjo menyarankan, sebaiknya sebaran suara provinsi diabaikan sebagai syarat pemenangan.
"Karena, dua pasang (capres-cawapres) kami menginginkan satu putaran," ujar Tjahjo Kumolo kepada wartawan di Bandara Soekarno-Hatta, Jakarta, Rabu (18/6). Ia menegaskan, dua pasang calon dalam pilpres 9 Juli mendatang merupakan kejadian pertama kali dan bisa dikenai regulasi khusus.
Menurut dia, pilpres dalam konteks negara kesatuan tidak mengenal sistem penghitungan suara di daerah. Menurutnya, perbedaan prolehan suara nasional satu angka pun bisa dinyatakan menang walapun Undang-Undang No 42 Tahun 2008 tentang pilpres mengatakan harus memenuhi sebaran 20 persen di setengah provinsi seluruh Indonesia.
Tjahjo mengatakan, Komisi Pemilihan Umum (KPU) harus mempertimbangkan kembali pengabaian sebaran suara provinsi. "Walapun ada 34 provinsi, jangan dijadikan dasar untuk memecah," kata Tjahjo.
Sebelumnya, KPU memutuskan untuk tetap mempertimbangkan sebaran suara provinsi dalam penentuan pemenangan calon presiden. Hal tersebut menganulir rencana mereka mengabaikan sebaran suara provinsi agar pilpres cukup digelar satu putaran. Selain dalam UU Pilpres, aturan soal sebaran suara provinsi sebagai syarat pemenangan pilpres juga dicantumkan dalam Pasal 6A UUD 1945.
Menurut Tjanjo, keinginan kubu Jokowi-JK agar pemilu digear satu putaran saja tak terkait kekhawatiran pasangan tersebut tak mempu memenuhi syarat sebaran suara. Menurutnya, PDI Perjuangan sudah memiliki modal sebaran suara merata di seluruh wilayah Indonesia. "Makanya, kita pecah, JK ke Timur, Jokowi ke Jawa dan Indonesia Barat. Kita tidak melihat aspek itu (konsentrasi di Jawa)," katanya.
Kendati cenderung memilih pelaksanaan pemilu satu putaran, anggota tim sukses Jokowi-JK, Budiman Sudjatmiko, mengatakan, siap bersepakat menggelar pemilu putaran kedua apabila syarat sebaran perolehan suara tidak dipenuhi. Syaratnya, kesepakatan yang dibuat KPU tidak bertentangan dengan undang-undang.
Anggota Komisi II DPR tersebut menilai, langkah yang akan diambil KPU wajar. Menurut Budiman, apa yang dilakukan KPU merupakan upaya menghindari tafsir berlebihan dari masing-masing pasangan capres-cawapres.
Di pihak lain, Direktur Operasi Tim Pemenangan Prabowo Subianto-Hatta Rajasa, Edi Prabowo, menjelaskan, penafsiran UU Pilpres perlu dicermati. Kendati demikian, kubu Prabowo-Hatta tidak akan mempermasalahkan tafsir pemilihan presiden yang sedang dibahas KPU.
Apa pun keputusan KPU, pasangan Prabowo-Hatta siap mengikuti. "Kita sudah siapkan semua. Kita sudah hitung bagaimana perolehan suara bisa merata," jelasnya.
Sementara itu, Ketua Komisi II DPR dari Fraksi Golkar Agun Gunandjar Sudarsa mengatakan, tidak serta merta dengan hanya dua pasangan calon presiden, pilpres bisa diubah menjadi satu putaran.
Menurutnya, sebaran suara provinsi dicantumkan dalam undang-undang guna memfasilitasi popular vote. Jika hal itu diabaikan, capres akan berkonsentrasi di Pulau Jawa karena masyarakat Indonesia 50 persen berada di Pulau Jawa. "Kalau itu terjadi, lalu untuk apa kampanye di daerah Papua. Kalau itu terjadi, jangan harap presiden sangat legitimatis," katanya.rep:c75/m akbar wijaya ed: fitriyan zamzami