JAKARTA -- Tim Transisi Jokowi-JK memberikan sinyal positif kepada Menteri Agama Lukman Hakim Saifudin untuk bergabung di pemerintahan periode 2014-2019. Tapi, secara lembaga Partai Persatuan Pembangunan (PPP) diharapkan dapat memperkuat posisi tawar tersebut.
Deputi tim transisi, Hasto Kristiyanto mengatakan, pihaknya memberi ruang secara personal kepada Lukman untuk kembali menjabat di kabinet Jokowi-JK, meski ia menilai, akan lebih baik jika membawa nama lembaga, yakni PPP sebagai mitra koalisi. "Kami tidak mencari mitra koalisi. Yang kami butuhkan adalah membangun kesepahaman bersama terhadap masalah bangsa ke depan," kata Hasto, Kamis (4/9).
Foto:Republika/ Tahta Aidilla
Lukman Hakim Saifuddin
Dia meyakini, menjelang 1 Oktober, konstelasi politik semakin mengerucut. Ia melihat, ada kecenderungan dari sejumlah parpol nonkoalisi untuk menggabungkan kekuatan demi kepentingan rakyat. Keinginan rakyat lewat Jokowi-JK, kata dia, harus diimplementasikan.
Pengamat Politik dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI) Firman Noor mengatakan, posisi Lukman cukup solid dengan PPP yang berada di barisan Koalisi Merah putih. "Lukman orang yang moderat. Lukman tidak akan semudah itu menerima tawaran menteri dari Jokowi. Kalau dia Hamzah Haz, pasti langsung diterima," kata Firman.
Menurut Firman, soal tawaran itu sah-sah saja, tapi dia masih mempertanyakan apakah tawaran itu direspons PPP sebagai sebuah kesempatan untuk bergabung dengan Jokowi. Tapi, dimungkinkan tawaran itu bersifat perorangan, bukan mewakili partai. Tapi, seandainya benar Lukman menjadi menteri di Kabinet Jokowi, Firman menilai, PPP masih cukup solid dengan Koalisi Merah Putih. "Lukman itu dalam posisi apa di sana apakah perorangan atau mewakili partai, kalau PPP masih cukup solid," imbuhnya.
Meskipun, PPP bukan partai yang seutuhnya mendukung Koalisi Merah Putih. Sebab, ada beberapa kader PPP yang justru mendukung Jokowi-JK, seperti Hamzah Haz. Tapi, secara umum elite PPP relatif sulit bergabung dengan Koalisi Jokowi-JK. PPP menganggap, menjadi oposisi bukan hal yang baru lantaran mereka sudah menjadi oposisi sejak zaman reformasi.
"Bagi PPP, menjadi oposisi bukan suatu yang disayangkan. Elite-elite partai tampaknya masih konsisten dengan Koalisi Merah putih. Tapi, tergantung juga hasil muktamar nanti," katanya menjelaskan.
Posisi PPP, kata Firman, hampir mirip Golkar yang nasibnya ditentukan musyawarah nasional yang digelar pada 2015. Keduanya, kata dia, berada dalam posisi sebuah partai yang tidak utuh mendukung koalisi, sehingga ada kemungkinan untuk keluar dari koalisi. Dalam muktamar PPP nanti, lanjut dia, apakah yang menang elite yang saat ini berkuasa atau kelompok lain sangat menentukan sikap partai. rep:andi mohammad ikhbal/c87 ed: muhammad fakhruddin