Selasa 03 May 2016 14:00 WIB

Unifah Rosyidi, Pelaksana Tugas Ketua Umum PB PGRI: Belum Semua Dapat Akses Pendidikan

Red:

Apa saja yang seharusnya menjadi perhatian lebih bagi pemerintah seusai peringatan Hari Pendidikan Nasional 2016?

Alhamdulillah, kita mengadakan Hardiknas semarak, tetapi ada hal-hal penting yang harus jadi catatan. Pertama, walaupun kita sudah mengatakan ada akses pendidikan, tetapi belum semua anak Indonesia memperolehnya. Apalagi, akses pendidikan yang bermutu.

Kalau di internasional itu, wajib belajar sembilan tahun pada pendidikan yang bermutu. Ini lain kan artinya? Jadi, Indonesia masih harus memperhatikan akses pendidikan, terutama bagi anak-anak migran, pekerja di perkebunan, dan orang terpinggirkan.

Mengapa akses itu penting?

Secara keseluruhan, akses pendidikan yang bermutu, apalagi kita sedang menghadapi tantangan. Di kawasan, ada Masyarakat Ekonomi ASEAN dan segala macam. Jadi, tenaga kerja kita kan masih seputaran lulusan SD. Sebetulnya, ini kurang bagus.

Kemudian, pendidikan jangan mahal. Karena, kalau mahal, nanti akan terjadi, hanya orang-orang yang punya kemampuan yang bisa mengakses pendidikan. Soal kualitas, ini masalah karena di berbagai kesempatan kita masih kalah dengan yang lain.

Apakah itu karena gurunya jelek? Ya, karena sistemnya. Maksudnya, ada soal kurikulum, pembinaan, dan pengembangan profesi. Jadi, tata kelola guru yang njelimet. Kekurangan guru SD, itu kan besar sekali. Ya, kalau dalam catatan kementerian sendiri sampai 2015 itu, 500 ribu.

Tapi, jangan selalu dibilang penataan. Karena tidak cocok, guru SMA kok mau dipindahkan ke SD? Nanti kaitannya ke mutu juga. Itu harus jadi perhatian. Belum lagi penataan kurikulum. Negara kita itu masih berkutat di seputaran itu.

Soal pusat-daerah, mengapa kualitas pendidikan masih belum merata?

Jadi, dari dulu pembangunan kita itu sudah timpang. Orang tersedot ke Jawa semua. Sekarang, harus ada upaya-upaya memberikan kewenangan sekaligus kontrol. Kewenangan diberikan, tapi kontrol harus dijalankan.

Untuk mengembangkan terus. Pelan tapi pasti, kita jangan semuanya harus sama. Kalau semuanya sama, nanti yang rendah makin rendah karena ia enggak bisa mencapai yang tinggi. Harusnya, itu lihat standardisasi berdasarkan lokalitas.

Misalnya, Indonesia daerah timur, tengah. Juga daerah-daerah maju, sedang berkembang, dan tertinggal. Mestinya, berbeda-beda target pencapaian dari masing-masing itu. Sebab, kalau mau disamakan, yang rendah tak akan bisa sama dengan yang sudah maju.

Indonesia juga kok disamakan dengan negara-negara maju? Ya, jelas kalahlah, habis. Jadi, berikan ruang kepada mereka yang, misalnya, daerahnya masih rendah. Ia harus meningkatkan sekian dalam waktu sekian, misalnya.

Caranya?

Harusnya kita fokus saja ya, wajib belajar sembilan tahun. Di internasional, quality education for all namanya. Termasuk di dalamnya, penyediaan bahan pembelajaran bagi guru, peningkatan kualitas guru. Kalau kita mau, bertahap. Enggak usah mau hanya kelihatan hebat. Kalau dulu, namanya hanya education for all. Oleh Hasanul Rizqa ed: Ferry Kisihandi

Yuk koleksi buku bacaan berkualitas dari buku Republika ...
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement