Rabu 11 Jun 2014 14:30 WIB

Kenaikan Harga Dipicu Panic Buying

Red:

BANDUNG -- Kenaikan harga sembako dan sejumlah komoditas pangan di Jawa Barat (Jabar) dalam dua pekan terakhir dipicu panic buying konsumen. Kepala Dinas Perindustrian dan Perdagangan Jabar Ferry Sofwan Arief mengatakan, indikasi perilaku panic buying memang selalu meningkat menjelang Ramadhan. Pola belanja masyarakat yang demikian tidak berubah dari tahun ke tahun.

“Ini karena konsumen sering menganggap awal Ramadhan adalah waktu untuk berbelanja kebutuhan pangan dalam jumlah banyak. Akhirnya, jadi panic buying, padahal sebetulnya tidak perlu,” ujar Ferry di Bandung, Selasa (10/6).

Ferry melanjutkan, Disperindag Jabar terus menyosialisasikan pada konsumen soal tidak perlunya melakukan panic buying. Alasannya, sedikitnya ada 680 pasar tradisional dan 2.900 ritel modern yang buka setiap saat untuk menyediakan keperluan masyarakat. Kesiapan pasar menyediakan barang tidak perlu menjadi kekhawatiran.

“Konsumen nyimpan cabai merah lama-lama, kita tahu itu tahan berapa lama? Kondisi ini banyak mendorong pedagang menjadi spekulan,” katanya.

Menurut Ferry, kenaikan harga sembako sebenarnya tidak dinikmati para petani di sentra-sentra produksi. Dari pantauan ke Cianjur dan Sukabumi pekan lalu, petani di sentra cabai keriting di sana mengaku harga jual ke pedagang malah turun. Hal ini terjadi karena suplai cabai sedang melimpah, baik dari dalam provinsi maupun dari daerah di luar Jabar.

Karena itu, Disperindag Jabar mendorong kabupaten/kota menggelar operasi pasar khusus komoditas pertanian yang harganya fluktuatif. Namun, pihaknya meminta agar operasi pasar melihat terlebih dahulu keinginan harga dari petani agar tidak kontra produktif dan tidak membuat petani merugi.

Ketua Komisi B DPRD Jabar Selly Gantina mengatakan, indikasi panic buying terbukti setelah pihaknya melakukan pemantauan ke sejumlah titik niaga di Jabar. Kenaikan harga terjadi pada komoditas cabai merah, bawang merah, bawang putih, wortel, dan tomat. Selain itu, harga telur ayam dan daging ayam pun terkerek naik. Menurut Selly, gejolak kenaikan harga mendekati Ramadhan ini adalah pola lama yang sering terjadi. Akibat panic buying, persoalan suplly and demand tidak menemukan korelasi dengan teori ekonomi yang berlaku umum.

Fluktuasi harga pangan dan barang membuat sejumlah pemerintah daerah melakukan berbagai cara untuk mengantisipasi semakin melambungnya harga barang. Wakil Wali Kota Sukabumi Achmad Fahmi mengatakan, Pemkot Sukabumi berupaya melakukan stabilisasi lonjakan harga dengan memantau pasokan barang kebutuhan masyarakat yang ada di pasar. Selain itu, kata Fahmi, pemkot juga akan menggelar pasar sembako murah. “Targetnya, masyarakat kurang mampu dapat terbantu dengan kehadiran pasar murah,” kata Fahmi.

Kepala Dinas Perindustrian Perdagangan dan Koperasi Kabupaten Sleman, DI Yogyakarta, Pustopo menyatakan, pihaknya belum berencana membuat operasi pasar dalam waktu dekat. Namun, pemantauan harga terus dilakukan untuk dilaporkan ke pemerintah pusat. “Kalau harga naik di atas 20 persen selama dua pekan, kami laporkan ke pusat,” ujarnya.

Kepala Badan Ketahanan Pangan Kementerian Pertanian Ahmad Suryana menyatakan, selain memastikan stok pangan, pemerintah juga akan menggiatkan operasi pasar dan pasar murah. Menurutnya, kenaikan harga yang wajar terjadi pada awal Ramadhan dan menjelang Idul Fitri berkisar antara satu hingga lima persen. Harga biasanya akan naik tinggi satu pekan sebelum Lebaran.

rep:arie lukihardianti/riga nurul iman/neni ridarineni/nur aini/eko widiyatno/rr laeny sulistyawati/c76

ed: eh ismail

BACA JUGA: Ikuti News Analysis News Analysis Isu-Isu Terkini Perspektif Republika.co.id, Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement