Ahad 18 Jan 2015 00:07 WIB

Larangan yang Mengurangi Penghasilan

Red: operator

REPUBLIKA.CO.ID,Perasaan tukang ojek, Naryo (40 tahun), sudah tidak nyaman saat uji coba penutupan jalur se peda motor dari Bundaran Hotel Indonesia sampai Merdeka Barat. Senyumnya menye - ringai, embusan napasnya kuat hingga terdengar bunyi "hufft". Kekhawatiran semakin terasa selama tersiar kabar penutupan jalur sepeda motor akan benar-benar terjadi.

Ketika ditanya soal penutupan jalur sepeda motor, ia teringat kawannya, Tarman, yang juga bekerja sebagai tukang ojek di Bundaraan Hotel Indonesia. Walaupun di sana banyak karyawan Plaza Indonesia yang ber langganan dengan kawannya itu, memang nasib seperti roda sepeda mo tor yang selalu berputar.

Tidak tahu kapan nasib bisa berada di atas dan di bawah. Hanya, sebagai manusia, Naryo tetap harus berjuang agar roda sepeda motornya tetap berputar mengangkut penumpang. Uang didapat. Dapur pun ngebul.

"Tarman menganggur akibat sepeda motor tak boleh melintas," sebut Naryo saat ditemui Republika, di Ka wasan Ratu Plaza, Kamis (15/1).

Naryo mengetahui, akan ada evaluasi uji coba penutupan jalur sepeda motor dari Bundaran Hotel Indonesia sampai ke Jalan Merdeka Barat. Tapi, hasil evaluasi itu tidak diketahuinya.

Perasaan Naryo semakin kesal mengetahui Pemda DKI merencanakan perluasan area larangan sepeda motor ke Jalan Sudirman hingga depan Ratu Plaza. Bagaimana tidak kesal, setiap harinya dia kerap mengantar orang ke sekitar Jalan MH Thamrin dan Sudirman. Uang sebesar Rp 20 ribu didapatnya dari setiap penumpang. Setidaknya, dia mengantarkan lima hingga 10 orang. Per hari dia mendapatkan uang Rp 100 ribu hingga Rp 200 ribu. Akibat larangan itu, dia kekurangan lebih dari 50 persen pendapatannya.

Untung saja perluasan itu tidak jadi. Peluang dia untuk tetap mengojek semakin terbuka meskipun tidak boleh lagi melintasi Jalan MH Thamrin.

Tukang ojek lainnya, Kardi, mencoba menghibur temannya yang kesal tersebut. Ia menepuk pundak Naryo.

Kardi berkata, pekerjaan sebagai tukang ojek itu halal dan mengurangi jumlah pengangguran di Jakarta. Ia menceritakan, berapa banyak pencari kerja yang bertanya alamat perusa- haan kepada tukang ojek. Belum lagi, jasa berbayar mereka mengantar masyarakat. Hal itu dinilainya sangat membantu.

Penutupan larangan sepeda motor bagi Kardi sangat tidak adil. Setahun sekali pengendara motor membayar pajak. Tapi, dilarang melintas di jalur utama. Ia mempertanyakan, setelah ini jalur mana lagi yang tidak diizinkan untuk sepeda motor. Lambat laun, Ja karta hanya dihuni masyarakat pemodal besar. Sedangkan, yang miskin, seperti tukang ojek, akan tersingkirkan.

Dia menantang gubernur dan pihak yang melarang jalur Sudirman dan MH Thamrin ditutup untuk sepeda motor."Ayo pejabat-pejabat yang melarang sepeda motor masuk jalan protokol, berani tidak coba jadi tukang ojek dan tinggal di kontrakan kecil, sepekan saja,"tantang Kardi.

Dia menyatakan, pejabat harus mengerti bagaimana rasanya hidup susah yang hanya mengandalkan upah harian. "Itu pun kalau dapat dan cukup untuk makan sehari-hari," katanya.

Kabid Humas Polda Metro Jaya Kombes Martinus Sitompul menya takan, pada 17 Januari, uji coba daerah yang dilarang dilewati sepeda motor tepat sebulan dilaksanakan. Dengan demikian, pada 18 Januari 2015, pihak kepolisian dan Dishub DKI akan me lakukan sosialisasi terhadap pengendara sepeda motor.

"Ketika sudah menjadi kebijakan permanen, pasti nanti akan kita pasang marka dan rambu permanen supaya kendaraan roda dua tidak melewati kawasan pe larangan," tutur dia.

c02, ed: erdy nasrul

BACA JUGA: Ikuti Serial Sejarah dan Peradaban Islam di Islam Digest , Klik di Sini
Advertisement
Berita Lainnya
Advertisement
Terpopuler
1
Advertisement
Advertisement